Jakarta, 10 April 2018 “Pak, saya hampir lupa. Masalah administrasi rumah sakit waktu saya dirawat bagaimana? Apa ada biaya tambahan?” Andra bertanya ketika semua hidangan di meja sudah tandas. Bram diam sejenak. Terus terang, dia memang sengaja menunda untuk membicarakan masalah itu. Lelaki itu belum siap juga membahas sosok misterius yang sudah membereskan biaya rumah sakit Andra. “Oh, soal itu. Kamu tenang saja. Tidak usah dipikirkan, Ra,” jawab Bram. Lelaki itu merogoh dompet dari saku belakang celananya. Dia mengeluarkan sebuah kartu dan menyerahkannya pada Andra. “Ini kartu asuransimu. Ternyata tidak terpakai.” Andra mengambil kartu berwarna silver yang diulurkan Bram. Semua karyawan Cakrawangsa Persada memang mendapatkan benefit berupa asuransi kesehatan dari sebuah perusahaan asuransi swasta. Asuransi kesehatan yang diwajibkan pemerintah hanya didaftarkan sebagai formalitas saja. Gadis itu terperangah. “Maksudnya, rumah sakit menggratiskan biaya pengobatan saya?” “Bu
Jakarta, 27 Maret 2018 Lelaki itu menggeser layar ponsel di tangannya berkali-kali. Mengamati foto-foto candid seorang gadis yang diambil di beberapa tempat. Lebih banyak dengan latar suasana kantor. Saat dia sedang serius di depan laptopnya, saat dia melakukan presentasi di ruang meeting, juga saat sedang bercengkerama dengan kawan-kawannya. Seorang gadis dengan rambut ikal sebahu dan poni yang jatuh menutupi kening. Sepintas wajahnya mirip model iklan sabun mandi yang kerap menghiasi layar kaca awal tahun 2000 an. Model itu sekarang berkarier di New York. Hanya saja, gadis dalam foto itu tidak tinggi menjulang. Dia mungil sekaligus lebih berisi. Padat di tempat-tempat yang tepat. Apa karena itu sang adik tergila-gila padanya? Lelaki itu menautkan sebelah alisnya. “Pantas saja kamu rela menunggu dia sampai selama itu,” komentar lelaki itu sambil terbahak. “Menurutmu dia nggak akan marah fotonya diambil diam-diam?” “Sebaiknya Mas Satria mengagumi dia dalam hati saja,”protes Bram.
Jakarta, 27 Maret 2018 “Sebenarnya, aku ingin bertemu karena sebuah keperluan,” tutur Bram terdengar formal. “Aku sudah mendiskusikan ini dengan Om Adhil sebelumnya. Sudah sejak lama,” “Baiklah. Mari kita to-the-point saja,” balas Arya tampak bersemangat. Lelaki itu memajukan tubuhnya ke arah Bram. Kedua sikunya bertumpu di lutut dengan telapak tangan saling menggenggam. Bram mengambil sebuah map dari kulit berwarna hitam yang sedari tadi dia letakkan di atas meja. Disodorkannya map berisi sebuah proposal itu kepada Arya. Dia memberi waktu pada lelaki berkacamata itu mempelajari dokumen di tangannya. Kening Arya tampak mengernyit. Lelaki itu meletakkan jari telunjuk kanannya di sisi kening. Dia tidak pernah menyangka sang adik mampu menyusun tindakan senekat ini. “Bisakah Mas Arya membantuku menyampaikan itu pada Bapak?” Suara Bram mengejutkan Arya yang masih terpana. “Adikku yang satu ini memang sudah gila!” umpat Arya. Meskipun merasa ngeri, raut lelaki itu masih tampak berwiba
Jakarta, 13 April 2018 Sudah lewat seminggu, Bram selalu mengajak Andra makan malam di luar. Namun, Jumat malam itu, mereka menikmati nasi goreng a la kaki lima di teras rumah Bu Rima. Kebetulan, tak jauh dari tempat kos Andra itu ada sebuah warung tenda yang baru dibuka. Bu Rima sedang sakit kepala dan sudah tidur ketika Andra pulang. Para penghuni kos yang lain tidak tampak. Setiap weekend, rumah kos ini memang lebih sepi dari biasanya. Sebagian memilih menghabiskan waktunya di luar. Sebagian pulang ke rumah keluarganya. Ada pula yang mengurung diri di kamar. Selesai makan, Andra beranjak ke ruang makan khusus penghuni kos. Letaknya di teras samping. Saat kembali, gadis itu membawa sepotong kue dengan lapisan coklat dan potongan ceri. Di atasnya ada sebuah lilin yang tengah menyala. Wajah Bram bersemu melihat Andra berjalan ke arahnya dengan kue ulang tahun di tangan. Dengan suaranya yang lembut, gadis itu menyanyikan lagu Happy Birthday to You. Kehangatan menjalari hati Bram s
Jakarta, 14 April 2018 Bram merebahkan punggungnya di atas tikar piknik sambil mengatur napas. Sementara itu, Andra terduduk di sampingnya. Masih mengambil udara banyak-banyak. Buliran keringat berjatuhan di keningnya. Gadis itu menarik tas ransel hitam yang teronggok di antara mereka. Kemudian mengeluarkan dua botol air mineral dan dua lembar handuk kecil. Disodorkannya sebotol air mineral dan selembar handuk kepada Bram. Sedangkan yang lain untuk dirinya sendiri. Bram menyambutnya dengan wajah semringah. “Thanks.” Rupanya Andra antusias sekali dengan acara mereka hari ini. Dia sampai menyiapkan segala sesuatunya. Bukan untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk Bram. Gadis itu hanya balas tersenyum sambil menyeka keringatnya dengan handuk. Lalu perlahan menuangkan isi botol air mineral ke mulutnya. Bram mengamati gerak-gerik gadis itu. Juga parasnya yang polos tanpa make up. Andra terlihat cantik sekali. Kulitnya yang kuning langsat berkilauan diterpa sinar matahari. Rautnya berse
Jakarta, 14 April 2018 Beberapa pemuda yang kebetulan melewati mereka mencuri pandang pada Andra. Salah seorang bahkan mencoba merebut perhatian gadis itu dengan bermanuver di atas papan skateboard. Bram tidak heran dengan tindakan mereka. Bram sudah terbiasa. Beberapa kali ketika mereka berjalan di tempat umum, ada saja laki-laki yang mencuri pandang ke arah Andra. Di kantor pun demikian. Bram tahu ada karyawan dari divisi lain yang sering mondar-mandir ke area procurement hanya untuk mencari perhatian Andra. Tetap saja lelaki itu tidak suka. Bram dan Andra sedang menikmati bekal yang dibawakan gadis itu. Lelaki itu berharap tidak ada yang mengusik kebersamaan mereka. Juga kekaguman Andra. Gadis itu tampak terpesona melihat skill pemuda itu. Bram tahu Andra bukan tertarik pada orangnya. Namun, lelaki itu tetap dihampiri rasa cemburu. Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke telinga Andra. “Masakanmu enak,” bisiknya. Kemudian kembali memundurkan kepalanya. Wajah Andra memerah. “Terima k
Semarang, 14 April 2018 Hari sudah gelap ketika Bram tiba di depan sebuah rumah bergaya Joglo. Letaknya sedikit jauh dari jalan besar. Rumah itu tampak asri dengan aneka tanaman hijau. Lampu di teras depan sudah menyala. Lelaki itu menutup pintu belakang taksi online yang ditumpanginya. Setelah itu, dia melangkah memasuki halaman. Sebuah mobil sedan keluaran tahun 90 an terparkir di carport. Menandakan bahwa orang yang ingin Bram temui sedang ada di tempat. Menjelang tengah hari, sepulang dari jogging bersama Andra, Bram bertolak ke Soekarno – Hatta. Setelah mendarat di Semarang, dia langsung menuju ke sebuah hotel di kawasan Kota Lama. Bram beristirahat sebentar untuk membersihkan diri dan makan malam. Kemudian, lelaki itu menyambangi sebuah alamat rumah yang berhasil didapatnya kurang dari sebulan lalu. “Selamat Malam. Bisa bertemu dengan Pak Sugeng, Dik?” sapa Bram pada seorang gadis remaja yang membukakan pintu untuknya. “Bapak siapa, ya?” selidik gadis itu. Dia memandangi Br
Jakarta, 15 April 2018 “Memangnya, kita mau ke mana?” Pertanyaan Andra menghampiri indra pendengaran Bram. Menyeruak di antara bait Can’t Get You Off My Mind dari music player.Setengah jam sudah berlalu semenjak kebisuan menyelimuti mereka. Jeep Mercedez-Benz hitam yang Bram yang kendarai melaju ke sebuah kawasan di Jakarta Utara.Mobil itu dibeli Bram dua tahun lalu. Bram membawanya ketika menjemput Andra untuk jogging di Suropati. Akan tetapi, Bram tidak pernah membawanya ke kantor karena tidak ingin mengundang perhatian. Statusnya di Cakrawangsa Persada hanyalah karyawan biasa. Lalu lintas Jakarta cukup padat. Kendaraan-kendaraan yang baru kembali dari luar kota mulai memenuhi jalanan. Dua hari ini, Bram begitu sibuk. Setelah kemarin mengunjungi Sugeng di Semarang, sekarang Bram duduk bersebelahan dengan putri lelaki itu. Malam ini, penampilan Andra terlihat berbeda. Gadis itu mengenakan gaun baby doll biru tua dengan lengan brokat sebatas siku. Bagian bawahnya jatuh sedikit di