Jakarta, 27 Maret 2018 “Sebenarnya, aku ingin bertemu karena sebuah keperluan,” tutur Bram terdengar formal. “Aku sudah mendiskusikan ini dengan Om Adhil sebelumnya. Sudah sejak lama,” “Baiklah. Mari kita to-the-point saja,” balas Arya tampak bersemangat. Lelaki itu memajukan tubuhnya ke arah Bram. Kedua sikunya bertumpu di lutut dengan telapak tangan saling menggenggam. Bram mengambil sebuah map dari kulit berwarna hitam yang sedari tadi dia letakkan di atas meja. Disodorkannya map berisi sebuah proposal itu kepada Arya. Dia memberi waktu pada lelaki berkacamata itu mempelajari dokumen di tangannya. Kening Arya tampak mengernyit. Lelaki itu meletakkan jari telunjuk kanannya di sisi kening. Dia tidak pernah menyangka sang adik mampu menyusun tindakan senekat ini. “Bisakah Mas Arya membantuku menyampaikan itu pada Bapak?” Suara Bram mengejutkan Arya yang masih terpana. “Adikku yang satu ini memang sudah gila!” umpat Arya. Meskipun merasa ngeri, raut lelaki itu masih tampak berwiba
Jakarta, 13 April 2018 Sudah lewat seminggu, Bram selalu mengajak Andra makan malam di luar. Namun, Jumat malam itu, mereka menikmati nasi goreng a la kaki lima di teras rumah Bu Rima. Kebetulan, tak jauh dari tempat kos Andra itu ada sebuah warung tenda yang baru dibuka. Bu Rima sedang sakit kepala dan sudah tidur ketika Andra pulang. Para penghuni kos yang lain tidak tampak. Setiap weekend, rumah kos ini memang lebih sepi dari biasanya. Sebagian memilih menghabiskan waktunya di luar. Sebagian pulang ke rumah keluarganya. Ada pula yang mengurung diri di kamar. Selesai makan, Andra beranjak ke ruang makan khusus penghuni kos. Letaknya di teras samping. Saat kembali, gadis itu membawa sepotong kue dengan lapisan coklat dan potongan ceri. Di atasnya ada sebuah lilin yang tengah menyala. Wajah Bram bersemu melihat Andra berjalan ke arahnya dengan kue ulang tahun di tangan. Dengan suaranya yang lembut, gadis itu menyanyikan lagu Happy Birthday to You. Kehangatan menjalari hati Bram s
Jakarta, 14 April 2018 Bram merebahkan punggungnya di atas tikar piknik sambil mengatur napas. Sementara itu, Andra terduduk di sampingnya. Masih mengambil udara banyak-banyak. Buliran keringat berjatuhan di keningnya. Gadis itu menarik tas ransel hitam yang teronggok di antara mereka. Kemudian mengeluarkan dua botol air mineral dan dua lembar handuk kecil. Disodorkannya sebotol air mineral dan selembar handuk kepada Bram. Sedangkan yang lain untuk dirinya sendiri. Bram menyambutnya dengan wajah semringah. “Thanks.” Rupanya Andra antusias sekali dengan acara mereka hari ini. Dia sampai menyiapkan segala sesuatunya. Bukan untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk Bram. Gadis itu hanya balas tersenyum sambil menyeka keringatnya dengan handuk. Lalu perlahan menuangkan isi botol air mineral ke mulutnya. Bram mengamati gerak-gerik gadis itu. Juga parasnya yang polos tanpa make up. Andra terlihat cantik sekali. Kulitnya yang kuning langsat berkilauan diterpa sinar matahari. Rautnya berse
Jakarta, 14 April 2018 Beberapa pemuda yang kebetulan melewati mereka mencuri pandang pada Andra. Salah seorang bahkan mencoba merebut perhatian gadis itu dengan bermanuver di atas papan skateboard. Bram tidak heran dengan tindakan mereka. Bram sudah terbiasa. Beberapa kali ketika mereka berjalan di tempat umum, ada saja laki-laki yang mencuri pandang ke arah Andra. Di kantor pun demikian. Bram tahu ada karyawan dari divisi lain yang sering mondar-mandir ke area procurement hanya untuk mencari perhatian Andra. Tetap saja lelaki itu tidak suka. Bram dan Andra sedang menikmati bekal yang dibawakan gadis itu. Lelaki itu berharap tidak ada yang mengusik kebersamaan mereka. Juga kekaguman Andra. Gadis itu tampak terpesona melihat skill pemuda itu. Bram tahu Andra bukan tertarik pada orangnya. Namun, lelaki itu tetap dihampiri rasa cemburu. Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke telinga Andra. “Masakanmu enak,” bisiknya. Kemudian kembali memundurkan kepalanya. Wajah Andra memerah. “Terima k
Semarang, 14 April 2018 Hari sudah gelap ketika Bram tiba di depan sebuah rumah bergaya Joglo. Letaknya sedikit jauh dari jalan besar. Rumah itu tampak asri dengan aneka tanaman hijau. Lampu di teras depan sudah menyala. Lelaki itu menutup pintu belakang taksi online yang ditumpanginya. Setelah itu, dia melangkah memasuki halaman. Sebuah mobil sedan keluaran tahun 90 an terparkir di carport. Menandakan bahwa orang yang ingin Bram temui sedang ada di tempat. Menjelang tengah hari, sepulang dari jogging bersama Andra, Bram bertolak ke Soekarno – Hatta. Setelah mendarat di Semarang, dia langsung menuju ke sebuah hotel di kawasan Kota Lama. Bram beristirahat sebentar untuk membersihkan diri dan makan malam. Kemudian, lelaki itu menyambangi sebuah alamat rumah yang berhasil didapatnya kurang dari sebulan lalu. “Selamat Malam. Bisa bertemu dengan Pak Sugeng, Dik?” sapa Bram pada seorang gadis remaja yang membukakan pintu untuknya. “Bapak siapa, ya?” selidik gadis itu. Dia memandangi Br
Jakarta, 15 April 2018 “Memangnya, kita mau ke mana?” Pertanyaan Andra menghampiri indra pendengaran Bram. Menyeruak di antara bait Can’t Get You Off My Mind dari music player.Setengah jam sudah berlalu semenjak kebisuan menyelimuti mereka. Jeep Mercedez-Benz hitam yang Bram yang kendarai melaju ke sebuah kawasan di Jakarta Utara.Mobil itu dibeli Bram dua tahun lalu. Bram membawanya ketika menjemput Andra untuk jogging di Suropati. Akan tetapi, Bram tidak pernah membawanya ke kantor karena tidak ingin mengundang perhatian. Statusnya di Cakrawangsa Persada hanyalah karyawan biasa. Lalu lintas Jakarta cukup padat. Kendaraan-kendaraan yang baru kembali dari luar kota mulai memenuhi jalanan. Dua hari ini, Bram begitu sibuk. Setelah kemarin mengunjungi Sugeng di Semarang, sekarang Bram duduk bersebelahan dengan putri lelaki itu. Malam ini, penampilan Andra terlihat berbeda. Gadis itu mengenakan gaun baby doll biru tua dengan lengan brokat sebatas siku. Bagian bawahnya jatuh sedikit di
Jakarta, 15 April 2018 Mereka sampai di sebuah restoran yang terletak di pinggir pantai. Embusan angin cukup kencang membuat bagian bawah gaun Andra sedikit berkibar. Bahannya yang ringan membuatnya mudah terbang. Andra berusaha menahan agar roknya tidak tersingkap. Meletakkan telapak tangan di bagian belakang dan clutch bag yang dibawanya di bagian depan. “Maaf. Aku salah perhitungan. Aku tidak menduga kalau kondisinya akan seperti ini,” sesal Bram sambil merentangkan satu tangan dan melingkarkan di pinggang ramping Andra. “Kita bersalaman sebentar lalu mencari kursi.” Bram yang memilihkan gaun yang dipakai Andra saat berbelanja beberapa hari lalu. Alasannya karena warnanya senada dengan kemeja batik lengan panjang dia kenakan. Jika kemeja itu diproduksi sepasang dengan gaun wanitanya, tentu saja Bram akan memilihnya. Sayang sekali kemeja itu dibuat tersendiri. Seperti seorang lajang yang belum menemukan pasangannya. “Aku suka gaunnya. Cantik. Hanya situasinya saja kurang tepat.
Jakarta, 15 April 2018 Setelah berpamitan pada sepasang mempelai, Bram mengajak Andra menuju sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari tempat resepsi. Restoran itu berdiri di atas laut. Mereka berjalan-jalan di sepanjang jembatan menuju venue tempat makan itu. Malam ini pengunjung tidak terlalu banyak. Mereka bisa tenang karena tidak akan kehabisan meja. Tiupan angin pun terasa lebih halus dibanding sebelumnya. Andra sudah tidak perlu khawatir bagian bawah gaunnya akan terbang. “Kenapa Mas Bram memperkenalkan aku dengan nama Amara?” selidik Andra ketika mereka berhenti untuk menikmati hamparan laut lepas. Bram menopang sikunya pada pegangan jembatan. Sementara Andra menyandarkan punggungnya menatap ke arah sebaliknya. “Karena aku suka nama itu. Sesuai dengan pemiliknya.” Bram menoleh seraya tersenyum simpul. “Nama tengahmu Amaranggana. Artinya bidadari. Jika disingkat menjadi Amara, berarti kecantikan abadi. Dan aku memanggilmu Rara yang artinya gadis perawan. Apa ada yang sa