Sharon sudah hampir melupakan hal ini. Ketika sedang pemulihan di rumah sakit, Simon selalu datang ke rumah untuk menyiapkan ati untuk ia makan. Katanya itu untuk mengisi kembali darahnya.Ia tidak pernah suka makan bagian dalam hewan, jadi setelah Simon memaksanya memakannya selama dua hingga tiga hari, mendengar kata 'ati' saja sudah buat Sharon ketakutan.Ketika kembali ke rumah Zachary, ia memikirkan Simon yang sudah keluar banyak darah untuknya dan dengan sengaja ia meminta koki di dapur untuk membuatkan daging babi dan bawang untuknya. Ia ingin Simon makan ati ayam juga.Namun ... Ketika Rebecca Lawrence menjawab teleponnya tadi, ia berpikir bahwa kepeduliannya terhadap Simon berlebihan.Karena itu, ia lebih baik makan ati dan bawang sendiri. Karena sudah keluar banyak darah, jadi ia hanya akan menganggap ini sebagai cara untuk mengisi kembali darahnya dengan cepat.“Ok, aku akan pergi sekarang.” Sharon menutup pintu kamar tidur dan turun ke dapur.Dapur besar itu cerah dan
Ia mau bilang bahwa ia tadi tidak sedang memegang teleponnya, tetapi seolah-olah telah dirasuki secara tiba-tiba, Ia mengatakan apa yang tidak ingin ia katakan, “Bukannya kamu buka kamar hotel sama Rebecca? Kok punya waktu untuk telepon aku”Sharon ingin menggigit lidahnya kali ini. Apa yang terjadi dengannya? Kenapa ia terus mengatakan hal-hal tanpa terkendali?!Tatapan pria yang menatapnya berubah lebih main-main, dan matanya bersinar. "Siapa bilang buka kamar dengan Rebecca?"Karena kata-kata itu sudah diucapkan, tidak ada banyak hal yang membuat kesal. Ia mendengus tidak sabar. "Masa gak bener, Rebecca kok yang kasihtau sendiri."Pria itu mengulurkan kedua tangannya dan menopangnya di meja marmer di kedua sisinya, menjebaknya di ruang antara lengannya.Napas Sharon membeku. Ia tidak bisa melarikan diri. Ia hanya bisa menghadapinya saat tatapan pria itu terkunci padanya dan kata-kata ringannya jatuh. "Kamu percaya sama dia?"Sharon menurunkan pandangannya. "Emang penting kalau
"Aku nggak tahu, aku ..." Sebelum Sharon selesai berbicara, ia dihentikan dengan keras olehnya!Ciuman pria itu sangat agresif. Nafasnya keluar dari mulutnya dan mencekik udara di sekitar mereka. Ia telah mencium bau alkohol dari sekujur tubuh suaminya sejak awal. Mungkinkah ia mabuk?Sekarang, selain alkohol, ia bahkan mencium aroma parfum yang hanya akan dipakai wanita.Ia tadi di kamar hotel dengan Rebecca, dan ia bermain dengannya seperti ini sekarang!Bagaimana mungkin ia tidak menyadari bahwa ia adalah bajingan sebelumnya?!Sharon tidak bisa mendorongnya menjauh. Kemarahan memenuhi hatinya, dan tanpa ragu-ragu atau peduli untuk bersikap sopan, ia menggigit dengan kasar."Duh!" Pria itu tiba-tiba melepaskannya setelah mengeluarkan erangan sedih. Ia tiba-tiba bisa melihat rasa darah di mulutnya. Ia benar-benar menggigitnya!Sharon menggunakan ruang kosong saat ia terganggu untuk mendorongnya menjauh dengan paksa dan akhirnya lolos dari belenggunya. Ia bergegas ke pintu dapur
Mendengar ini, Sharon bingung. Pengagum? Bagaimana ia punya pengagum?Ia melihat sekeliling tetapi tidak melihat ada orang yang mencurigakan. Ia mengambil gelas itu dengan ragu. "Terima kasih."Ketika pelayan pergi, Sharon masih belum menemukan yang disebut pengagum ini.Keributan datang dari pintu masuk ballroom. Semua orang yang hadir menoleh untuk melihat.Sharon juga melihat ke arah yang dilihat semua orang hanya untuk melihat Penelope membantu Douglas masuk ke ruang dansa.Sosok terkemuka telah tiba. Tidak heran mengapa perhatian semua orang telah tertangkap.Terlihat bahwa Douglas masih sangat disegani dan ditakuti. Karena ini adalah perayaan ulang tahun perusahaan dan ia adalah ketua, tentu saja, ia harus hadir.Namun, ketika Sharon melihat Rebecca di sisi lain juga memegang Douglas, hatinya tenggelam.Apalagi saat melihat Douglas membawa Rebecca di depan Simon. Ia merasa jantungnya diremas dengan keras.Dalam situasi seperti ini, Douglas membawa Rebecca ke sisi Simon.
Ia mengambil gelas lagi, tetapi saat hendak meminumnya, tiba-tiba sebuah tangan terulur untuk menghentikannya."Kamu nanti mabuk kalau minum kayak ini." Suara menggoda terdengar di telinganya, dan ia melihat Howard yang masa bodoh saat ia menoleh.Ia mengerutkan alisnya. Ia dalam suasana hati yang tidak baik sekarang, dan orang terakhir yang ingin ia temui adalah Howard. Ia menepis tangannya dengan tidak sabar. "Aku nggak nanya kamu!" Setelah mengatakan ini, ia menenggak segelas anggur itu.Howard mencibir mengejek. "Apa? Kamu nggak tahan melihat wanita yang berbeda berdiri di sisi paman saya?” Cemooh muncul di matanya. “Kamu harusnya mengharapkan situasi kayak gini berabad-abad yang lalu. Kan udah kubilang, cepat atau lambat kau akan menceraikannya!”Kata-kata ini menusuk langsung ke hatinya. Bukannya Howard belum pernah menceritakan hal-hal ini sebelumnya, tetapi sebelum ini, ia tidak pernah memikirkannya. Namun, sekarang, keangkuhan Howard menyalakan api di dadanya. Dia tidak me
Ia menggelengkan kepalanya dengan canggung. “Aku nggak tahu caranya. maafin aku…” Ia memang tidak tahu bagaimana melakukan dansa ballroom."Aku sudah bilang kamu nggak boleh menolakku." Eugene mengedipkan mata padanya dan berkata, “Nggak apa-apa kalau kamu tidak tahu. Aku bisa ajarin."Ekspresi dan posturnya masih sangat elegan. Setelah berbicara, ia mengulurkan tangannya dengan sopan pada Sharon.Sharon memandangi tangannya yang bersih dan ramping. Ia merasa sulit untuk menolak.Mungkin karena ia merasa terlalu tertekan. Meskipun ia tidak tahu cara menari, ia mengangkat tangannya dan menyetujui undangan berdansanya seperti ia dirasuki!Ketika ia berjalan ke lantai dansa dengan tangan Eugene di tangannya, ia kembali sadar. Apa yang sudah ia lakukan?Mengapa ia menyetujui undangan pria yang tidak dikenalnya?Eugene melingkarkan tangan di pinggangnya. Ia bergerak lebih dekat padanya, tersenyum ringan ketika ia berkata, "Halo, fokus."Sharon langsung menyesalinya. “Hmm… aku benar-
Ia berbalik dengan tiba-tiba. Tatapannya yang hitam pekat dan menimbulkan rasa takut mendarat padanya. Nada suaranya sangat dingin ketika ia berbicara, "Sekretaris Lawrence, kamu kelewat batas lagi." Tidak peduli bagaimana ia dan Sharon, itu bukan tempatnya untuk berpadu.Cara ia memanggilnya sebagai 'Sekretaris Lawrence' membuat Rebecca ingat malam itu di hotel ketika ia mengakui perasaannya padanya, tetapi ia dengan kasar mendorongnya pergi!Wajahnya memucat. Ia mengepalkan tinjunya, kukunya menancap di telapak tangannya.Simon tidak mengatakan apa-apa lagi padanya. Ia berjalan melewatinya, tidak sekalipun meliriknya.Ia hanya memikirkan bagaimana ia tidak ingin menari dansa pembuka nanti dengan Rebecca.Di bawah instruksi Eugene, Sharon menari bersamanya. Keluar dari lantai dansa, telapak tangannya penuh dengan keringat. Tidak yakin apakah itu karena ia terlalu gugup atau karena panas."Lihat. Sudah kubilang kau pasti akan berdansa dengan baik.” Eugene melihatnya berkeringat d
Tubuh Simon langsung menegang dan dia meraih tangan kecilnya. Mata elang hitam pekatnya menatapnya dengan berbahaya. “Barusan, kamu lari cari mati ya. Apa kamu tarik ulur sama aku? ”Kalau dia cukup sadar, dia pasti akan mendengar ejekan dalam kata-kata pria itu. Sayangnya, kesadarannya sedikit kacau. Dengan ciuman penuh gairah tadi, dia tidak begitu bisa membedakan sekarang.Sedikit terengah-engah, dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat, mencoba untuk lebih membangunkan dirinya sendiri. Akhirnya, dia bisa bereaksi dan mendorongnya menjauh. Menatapnya dengan marah, dia bertanya, "Kamu mau apa?”Dia tidak secara terbuka menunjukkan kasih sayang dengan Rebecca di ruang dansa, jadi mengapa dia berlari ke sini untuk memaksakan ciuman padanya?Melihat bahwa rautnya yang marah tidak terlihat palsu, Simon tidak dapat menahan untuk berpikir bahwa itu aneh. Mungkinkah inisiatif Sharon barusan palsu?Dia memasukkan tangan ke sakunya saat matanya sedikit menyipit di bibirnya yang memerah kare