Waktu menunjukkan pukul empat sore, Dessy belum juga kembali. Seperti biasa, Luna merapihkan semua dokumen yang bercecer di atas meja, mematikan komputer dan bersiap untuk pulang. Tiba-tiba, suara telepon di atas meja berbunyi, tanda CEO memanggilnya. "Ya! Ada yang bisa ku bantu?" sapa Luna, menjawab panggilannya. "Jangan lupa, sore ini kita akan pergi ke apartemen! Setelah pekerjaanmu selesai, segera masuk ke ruanganku!" "Baik. Aku masih menunggu Dessy tiba di kantor.""Dessy tidak akan kembali ke kantor. Aku sudah memerintahkannya untuk pulang!" terang Rayyanza. Tanpa ingin banyak berkata, Luna langsung memutus sambungan teleponnya. "Berani sekali dia mengakhiri panggilanku!" gerutu Rayyanza. Tak lama kemudian, Luna masuk ke dalam ruangan Rayyanza tanpa mengetuk pintu. Pria tampan itu terkesiap. Pasalnya, Ia baru saja keluar dari toilet dan belum mengenakan celananya dengan benar. Luna langsung berbalik badan, menutup wajah menggunakan telapak tangannya. Rayyanza segera menut
Apartemen yang terletak di lantai 10 itu terlihat sangat mewah di mata Luna. Ruang tamu yang luas dan megah, dengan background pemandangan kota yang dapat dilihat melalui dinding kaca dari lantai hingga langit-langit, terlihat sangat menakjubkan. Cahaya lampu-lampu kota yang mulai berpendar menyatu dengan langit senja menciptakan suasana yang memukau. Rayyanza tersenyum, menikmati reaksi Luna yang terkesima dengan keindahan. "Apa kamu menyukainya?" tanyanya. Luna mengangguk. Raut kebahagiaan terpancar di wajahnya. "Ya, Rayyan. Aku sangat menyukainya!" "Tapi, itu belum semuanya. Kamu harus melihat kamar tidur utama," katanya, kemudian mengarahkan Luna masuk ke dalam kamar tidurnya. Luna melangkah ke dalam kamar dengan mata terbelalak. "Waw, ini sangat luar biasa, Rayyan. Ini terlalu mewah untukku!" katanya, takjub. Matanya menyapu setiap sudut ruangan yang ditata dengan sempurna.Sebuah ranjang ala hotel bintang lima yang dilengkapi dengan meja rias minimalis namun mewah. Juga, te
Satu jam telah berlalu, mobil yang di kemudikan Rayyanza telah sampai di area parkir rumah sakit khusus ibu dan anak. Luna masih tertidur dengan pulas. Rayyanza melepas sabuk pengaman miliknya.Pria itu mendekatkan bibirnya pada telinga Luna. "Sayang ... kita sudah sampai," ucapnya, berbisik lembut. Luna menggeliat manja, membalikkan wajahnya menghadap Rayyanza. Pria itu tersenyum kala melihat Luna tertidur dengan nyenyak. Wajahnya terlihat sangat imut dan menggemaskan. Rayyanza mendekatkan bibirnya pada kening Luna, mengecupnya dengan lembut. "I love you, Luna." Luna, terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka secara perlahan setelah merasakan sedikit lembab di keningnya. Pria tampan bersetelan jas itu langsung mendaratkan bibirnya di bibir Luna. Tangannya melingkar di pinggang, dan indera pengcapnya bermain liar di mulut Luna. Masih di antara sadar dan tidak. Luna terdiam, tak bereaksi apapun. Sedangkan Rayyanza terus melancarkan aksinya. Setelah beberapa saat, Luna tersadar, ia
BRUGGH!!! Suara pintu mobil ditutup di area parkir club malam, diiringi langkah kaki pria tampan bertubuh atletis yang baru saja keluar dari mobil mewahnya. Ia berjalan gontai memasuki ruang kerlap-kerlip dengan alunan musik DJ yang mengehentak jantungnya. Langkah kakinya terhenti di hadapan sekumpulan pria tampan kaum jetset kota Jakarta. Yang tak lain adalah teman semasa kuliahnya. Rayyanza Adelard Damian atau biasa dipanggil dengan sebutan Rayyan. Seorang pria tampan anak salah satu konglomerat yang tinggal di kota Jakarta. Ia menjabat sebagai CEO di perusahaan milik sang Ayah. Malam itu, ia menghadiri ajakkan reuni teman-teman semasa kuliahnya, sembari bernostalgia menghabiskan malam di salah satu club di pusat kota Jakarta. "Hallo brother, how are you?" sapa salah satu teman bergaya rambut french crop. Mereka saling adu kepalan tangan. Menyapa satu sama lain. "Sorry bro, aku agak telat. Barusan ada meeting dadakan!" terang Rayyanza setengah berteriak. Teman berambut pir
Di dalam mobil berkaca gelap. Sepasang pria dan wanita kembali mengenakan pakaiannya secara asal. Mereka berdua tertidur di kursi belakang setelah merasa kelelahan. Sebelum fajar menyingsing, wanita lugu itu membuka mata secara perlahan. Namun, penglihatanya seperti berbayang dan berputar. Kedua tangan meremas kepala yang masih terasa pening.Luna sedikit beranjak dari sandarannya, mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Matanya mengernyit seraya mengingat kejadian semalam. Namun, mata kecoklatan itu mendadak terbelalak, saat samar-samar adegan semalam melintas di benaknya. Benar saja, Luna tersentak ketika melihat sosok pria tampan yang tak lain adalah suami dari sahabatnya tengah tertidur di sampingnya. Spontan, wanita itu membentak. "Rayyan?! Apa yang sudah kamu lakukan?!"Mendengar suara bernada tinggi, Rayyanza terbangun. "Luna, kamu ...?" PLAAAAK!! Sebuah tamparan mendarat dengan sempurna di pipi pria tampan itu. Rayyanza langsung terperanjat. Ia merasa kaget dan langsung
Luna terus menangis meraung menyesali perbuatanya. Ia tak pernah menyangka jika pria yang merenggut kesuciannya adalah suami dari sahabatnya sendiri. "Maafkan aku Manda, aku benar-benar tidak berniat melakukannya!" Tanda merah di leher Luna terlihat sangat jelas walaupun sudah di tutupi menggunakan kerah baju yang ia kenakan.Nikita, adik Luna yang baru saja tiba dirumah, masuk ke dalam kamar untuk sekedar menyapanya. Gadis tomboy itu memperhatikan sang kakak yang terlihat murung. "Kaka sakit?" tanya Nikita yang kemudian duduk di atas ranjang berhadapan dengan Luna. Luna menggelengkan kepala. Nikita merasa penasaran. Ia memegang kening sang kakak untuk memastikan jika kakaknya memang tidak demam. Nikita juga meraba bagian leher Luna, guna membandingkan suhu tubuh dengan bagian keningnya. Namun, Nikita melihat sesuatu yang membuatnya penasaran di area leher jenjang milik sang kakak. Gadis cantik itu menautkan kedua alisnya. "Kak? Semalam Kakak bersama siapa?" Luna menggoyangkkan
"Laluna ...! Aku menyukaimu!" Suara bariton itu terdengar dengan sangat jelas walaupun terpisah jarak beberapa meter. "Apa?" Wanita yang tengah menunggu bus itu melotot dan langsung melihat ke sekeliling mereka. Ia khawatir ada seseorang yang akan mendengar ucapan Rayyanza. Tapi, untungnya tidak ada satu orang pun berada di sana. Luna melangkahkan kaki, mendekatkan tubuhnya pada Rayyanza. "Kamu jangan bercanda, ya!" ucapnya setengah berbisik. "Tidak, Luna. Aku serius. Aku menyukaimu!" terangnya menatap luna dengan tatapan sayu. "Maukah kamu menjadi pacarku?" tanyanya lagi.Luna tersenyum miring, tentu saja ia tidak percaya dengan perkataan Rayyanza. Ia menganggap ungkapan itu hanyalah sebuah omong kosong belaka. Lagi pula, mana mungkin hanya beberapa kali bertemu di ruang himpunan pria itu bisa langsung jatuh cinta padanya. "Maaf, Kak Rayyan. Saat ini, aku ingin fokus belajar di kampus ini. Aku harus mendapat nilai yang bagus agar aku bisa terus memperoleh beasiswa di kampus ini,"
Sosok Pria tampan berdiri tegap membuka kacamatanya secara perlahan. Menatap sinis Amanda dengan raut menantang. Wanita yang sebelumnya sangat emosi itu, tiba-tiba saja meleleh seperti lilin yang tersulut api. "Kamu punya mata gak, hah?!" sentak pria pemilik mobil hitam itu.Amanda terus menatap wajah pria berhidung mancung itu tanpa memedulikan pertanyaan sekaligus makian yang terlontar dari mulutnya. Ia memilih melempar senyum manisnya. Tak peduli jika pria itu tak membalas senyumannya. "Manda!" teriak Luna, yang kemudian turun dari mobil berjalan setengah berlari menghampiri Amanda, ia langsung berdiri di samping sahabatnya. Pria yang penuh emosi itu menggeser pandanganya pada gadis pujaan hatinya yang beberapa hari lalu menolak cintanya. Mereka saling beradu pandang selama beberapa saat sebelum pria itu mencetuskan kata-kata makian berikutnya. "Ini gara-gara kelakuan kalian bermain handphone di dalam mobil. Sekarang, lihat sendiri kan akibatnya?!" teriak Rayyanza seraya berkaca