Share

Chapter 6

“Carlos, aku tidak suka bir. Bawakan aku minuman berenergi saja.” Ramsey masih berada di dalam mobil sementara Carlos turun dari mobil dan masuk ke minimarket.

Ketika Carlos selesai berbelanja, dia memantik api dan menyalakan rokok, kemudian berjalan petantang-petenteng seperti penjudi menang banyak yang baru saja keluar dari casino. Dia menghembuskan asap rokok ke udara sambil mengedarkan pandangan ke sekitaran, padahal tidak ada satu pun orang di halaman parkir minimarket.

“Huuuuu ... Aku suka pekerjaanku,” gumamnya sambil cengar-cengir seperti orang gila.

Begitu kembali masuk ke dalam mobil, dia meletakkan dua botol minuman berenergi di depan Ramsey sambil berkata, “Gratis! Tenang, semua telah dibayar oleh perusahaan. Ramsey, jika kau butuh sesuatu, bilang saja pada ku. Kalau lapar, bilang saja, hehe.”

Mesin menderum, mereka pun melanjutkan perjalanan.

Kiri kanan jalan adalah padang savana yang luas terbentang seluas mata memandang.

Tidak ada gedung atau pun rumah, sebab mereka sudah masuk ke wilayah perbatasan antar kota.

Setelah meneguk birnya lima kali, Carlos mendecak sebelum berkata, “Ramsey, apa yang akan kau lakukan ketika kita berjumpa dengan para penjahat yang mau merampok barang bawaan kita?”

Ramsey pikir, Carlos tidak tahu tentang kejadian siang tadi di kantor Luxor, sebab jika Carlos tahu, mana mungkin dia bertaya seperti itu.

Kemudian Ramsey menjawab dengan ringan dan apa adanya. “Aku pasti melawan mereka dengan semampunya. Aku tidak akan membiarkan mereka merampas barang yang kita bawa, sebab hal itu sudah menjadi tanggung jawabku.”

“Ya, seperti itulah apa yang ada di atas kertas, Ramsey. Nanti, ketika kau memang berjumpa dengan para tukang begal, aku mau melihat apa reaksi kau nanti.”

“Apakah mereka merupakan bagian dari jaringan mafia yang ada di Daire York?”

Carlos menarik asap rokoknya cukup lama lalu mendenguskannya dengan cukup geram. “Dan aku sekarang bicara tentang mafia? Waduh! Urusan mafia adalah sesuatu yang besar, Ramsey. Intinya, ya, bisa jadi para perampok itu berafiliasi dengan jaringan mafia yang ada di Daire York, Green South dan kota-kota lainnya.”

Bukannya ngeri ketika mendengar tentang mafia, Ramsey malah antusias. Bukankah dia sedang mencari mafia yang telah menculik anaknya? Dia menoleh kemudian bertanya, “Sebutkan nama komplotan mafia yang berada di negara ini? Dan siapa dari mereka yang kerap melakukan pembegalan dan perampokan terhadap Luxor?”

“Ada banyak mafia dan gangster di negara ini. Sebagian mereka bersarang di Daire York dan sekitarnya. Darky, Vox, Sinus, Plante, dan banyak lagi. Kalau kau bertanya siapa dari mereka yang kerap kali melakukan pembegalan dan perampokan terhadap Luxor, aku tidak bisa menjawab.”

Selama melakukan aksinya, para mafia dan gangster tidak akan membeberkan identitas kepada siapa pun sehingga orang lain tidak bisa menebak siapa yang telah melakukan tindakan kejahatan, bahkan polisi saja sering dibuat bingung dalam mengusut berbagai kasus.

Tidak seperti Mafia Morgan dan Gangster The Titanz yang blak-blakan di hadapan publik tentang siapa mereka sebenarnya, maka para pelaku kriminal di Daire York dan sekitarnya sangat tertutup, bahkan hingga saat ini banyak kalangan yang tidak mengetahui di mana markas masing-masing mereka berada.

“Para penjahat di sini licin seperti belut dan terbang seperti burung hantu,” ungkap Carlos lalu kembali menenggak birnya berkali-kali sampai kepalanya sedikit pusing. “Ramsey, aku tidak yakin kalau kau bisa diandalkan. Jadi, aku hanya berharap setiap perjalanan kita selalu aman dan sentosa. Aku khawatir terjadi apa-apa dengan dirimu.”

Pada saat tengah malam, Carlos menyerah karena matanya sudah sangat merah. Dia menyuruh Ramsey untuk gantian mengemudi. Tadi sore, Ramsey sudah meneguh Carlos agar tidak minum terlalu banyak. Namun, Carlos malah membantah bahwa dia hanya minum bir, bukan vodka atau wiski.

Sementara Carlos tertidur pulas, Ramsey fokus mengemudi. Jalanan panjang lurus dan minum belokan membuatnya harus jauh lebih berhati-hati. Biasanya, dalam situasi seperti demikian para pengemudi lebih suka mengantuk, apalagi minumannya sudah habis.

Tiba-tiba ponsel Carlos bergetar dan berdering. Pangglilan masuk dari Bastian. Meski Ramsey berulang kali berusaha membangungkan, tapi Carlos tak kunjung membuka kelopak matanya. Dia terjerembap dalam mimpi indah bersama Kate.

‘Apa sebaiknya aku angkat? Bisa jadi penting.’

Namun, karena bukan urusannya, Ramsey membiarkan ponsel itu terus berdering walaupun sudah panggilan ke tujuh. Ramsey tak mengindahkannya.

***

Pagi harinya, Carlos tercekat saat tahu banyak panggilan tak terjawab dan juga pesan masuk dari senior Bastian. “Astaga! Gawat! Ramsey, kenapa kau tidak membangungkan aku?” cecar Carlos menyeringai gusar. Dia melenguh seperti kerbau padahal taik matanya masih saja belepotan.

Ramsey menjawab santai, “Aku sudah membangunkan kau berkali-kali, tapi kau seperti orang pingsan. Aku juga tidak mau mengangkat telepon tersebut, khawatirnya Pak Bastian ingin membahas sesuatu yang pribadi.”

Carlos mengucek kelopak matanya dan berusaha menyempurnakan nyawanya. Sejurus kemudian, wajahnya berubah menjadi sangat risau dan kepalanya cukup pening. Dia menggerutu sendiri, menyesali perbuatannya semalam. Jika dia tidak mabuk dan tertidur, urusan tidak akan separah ini.

Untuk menghilangkan rasa kekhawatirannya, lantas dia segera menghubungi Bastian, namun berulang kali dia menelepon, tak pernah diangkat. Pesan balasan yang dia kirim juga hanya di-read saja. Carlos tambah pening dibuatnya.

mic.assekop

Author akan update 2 bab per hari. Selamat membaca!

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status