Hari berganti, seharusnya Nitara kembali meminta izin tidak masuk dari perusahaan, tetapi dirinya inginkan propesional kerja. Libur tiga hari saja sudah membuatnya sangat malu walau Adhinatha memberitahukan seorang staf untuk memberikan izin satu minggu pada siapapun yang akan menikah plus liburan satu minggu setelah menikah. Staf wanita itu menyebutkan jika Nitara meminta izin untuk melakukan persiapan pertunangan, tetapi waktu libur yang diberikan Adhinatha tetap sebanyak dua minggu, tetapi jika ingin masuk silakan, bahkan gajinya dihitung perjam, masuk ke dalam jadwal lembur. Pelaturan ini membuat iri beberapa karyawan lajang karena Nitara adalah karyawan yang baru saja menetas, tetapi mendapatkan libur panjang dan gaji hitungan jam hingga cibiran tidak terelakan, “Kamu sengaja masuk di hari libur kamu, ya. Ck, lintah darat!” “Bu-bukan begitu. Aku sudah selesai memilih gaun untuk pertunangan dan persiapan lainnya di rumah, sisanya cuma tinggal diurus pacar aku, jadi kenapa harus l
Bab 26 Ayah untuk Anakku Bisakah Malam ini Menemaniku ....Seketika lutut Amelia lemas. “Bi ..., mana bisa Amei menitipkan Kenzo di panti asuhan ....”“Bibi sudah mengusahakan yang terbaik non. Bibi sudah banyak menghubungi para tetangga di kampung sekalian menitipkan pesan untuk mencarikan ibu asuh, tapi tidak satupun yang bersedia karena memiliki kesibukan masing-masing.” Kalimat bibi membuat Amelia terisak kecil hingga sampai di ruang dengarnya, “non, bagaimana Erland, apa Non Amei masih belum bertemu Erland lagi?”“Belum bi ..., apalagi sekarang Amei lagi sama papa, Amei tidak bisa kemana-mana ....”“Bagaimana ya, bibi juga bingung.”“Bi, coba tanyakan sama Kak Amanda. Mungkin sekarang Kak Amanda punya kenalan yang bersedia jadi ibu asuh Kenzo.”“Iya, akan bibi tanyakan setelah Amanda pulang karena Amanda pergi sama nyonya.”“Iya sudah bi.” Amelia menutup teleponnya, “Kenzo ..., mama minta maaf, tapi semoga ada jalan terbaik untuk kita.” Wanita ini kembali ke sisi ayahnya walau de
Amelia sempat mengerjap. “Tujuanku kesini bukan karena ingin mengulang dua tahun lalu, aku cuma mau kamu mengakui Kenzo, selamatkan Kenzo, aku tidak mau Kenzo dititipkan di panti asuhan.”William memerhatikan kecemasan Amelia yang tampak nyata. “Masuklah, kita akan bicarakan ini.” Akhirnya Amelia memiliki kesempatan bicara dengan pria yang selalu dikejarnya. Kini, dirinya berada di dalam mobil Willam yang entah akan membawanya kemana?“Saat ini Kenzo ada di pedesaan, tapi ibu asuhnya tidak bisa menjaganya lebih lama, hanya dua minggu. Sebentar lagi Kenzo akan kembali padaku, tapi aku tidak bisa membawanya ke rumah, mama dan papa tidak menginginkan Kenzo,” lirih Amelia.“Kenapa?” sahut singkat William saat menyetir.“Aku memperkenalkan Kenzo sebagai anak asuh, bukan anakku karena pasti mama dan papa semakin marah saat tahu aku hamil di luar nikah.”“Itu hanya prasangka kamu kan, tapi kamu belum mencobanya.” Datar William.“Mana bisa, keluargaku meninggikan keselaras dalam kehidupan, me
Saat William dan Amelia masih bersama, Tio muncul. “Kalian berdua saja?” curiga segera merasuki pikirannya.William memberikan jawaban dengan santai, “Iya, duduklah bergabung.” Tidak buang waktu apalagi menolak, Tio segera menggeser kursi kosong.“Mei, syukurlah, kamu baik-baik saja.” Senyuman tulus Tio. Melihat Amelia makan dengan lahap membuatnya tahu jika wanita itu sudah pulih.“Iya, aku baik-baik saja, tapi nama kamu sangat jelek di mata mama dan papa!” Sunggingan kecil Amelia yang merasa puas karena nama baik Tio jatuh begitu saja, mungkin ini balasan karena pria itu sudah mengkhianatinya.Tio memegangi pelipisnya sesaat. “Aku sudah menduganya.” Embusan udara ikut dibuang seiring menggelengkan kepala.William berbicara masih sangat santai. “Pesanlah sesuatu. Aku yakin kamu tidak tertarik menonton orang makan.” Tawa kecil disisipkan.“Tidak perlu, sebenarnya aku kesini karena ada kencan buta. Mama menjodohkan aku lagi!” keluhan Tio yang disahut tawa ringan William.“Terima saja p
“Apa maksudnya?” Tio menatap William dan Amelia bergilir.Amelia segera memberikan penjelasan, “Aku menginginkan pria yang kelak akan menjadi ayah untuk anakku!”“Nah, itu maksudku.” Tawa puas William. Sebenarnya tadi dirinya sengaja mengungkit tentang keberadaan Kenzo hanya untuk mengetahui reaksi Amelia demi memberinya petunjuk apakah Kenzo benar-benar ada?Namun, tentu saja Amelia tidak menyukai kalimat William, apalagi jika dianggap lelucon. Dirinya mati-matian melindungi Kenzo, seharusnya William mengerti itu. Kehadiran Tio menambah rasa tidak nyaman, maka Amelia memilih berpamitan diantar sopir karena jika William yang mengantar mungkin mantan pacarnya akan banyak bertanya.Pukul sepuluh malam Amelia baru saja kembali menginjakan kakinya di rumah. Sopia dan Adhinatha segera mengepungnya. “Di mana William, apa tadi Amei diantar pulang?” Tatapan wanita ini celingak-celinguk ke halaman.“Tidak, Amei pulang sama sopir.”Adhinatha menyahut kecewa, “Kenapa tidak ajak William ke rumah?
Nitara memberikan senyuman serta sikap santun pada William yang baru saja memanggil namanya. “Selamat siang tuan,” sapa Nitara sangat propesional kemudian menyimpan air ke hadapan beberapa orang termasuk Amelia. ‘Ternyata jabatan Amei di sini memang tinggi.’ Bangganya walau hanya ditunjukan melalui senyuman.William menatap Adhinatha. “Apa Tara di bagian pantri?” Dirinya ingin menjawab rasa penasarannya.Adhinatha terkekeh hangat sebelum memberikan jawaban, “Jadi anda dan karyawan saya saling mengenal.” Senyuman kecil diarahkan pada Nitara, “maaf ya jadi nona yang menggantikan bagian pantri.”“Tidak apa, tuan.” Masih santun Nitara selayaknya seorang bawahan pada bosnya.‘Begitu ya.’ Akhirnya William dibuat tenang karena ternyata jabatan kekasihnya tidak serendah itu.Adhinatha mulai menanyakan hubungan William bersama karyawannya, “Apakah Nitara pernah menjadi karyawan Anda? Tapi saya melihat dalam CV, Nitara tidak memiliki pengalaman kerja.”“Nitara memang bukan karyawan saya.” Lirik
Amelia mengerjap kecil, menghapus matanya yang sudah basah. “Tio, sedang apa kamu di sini?” Wanita ini balik bertanya pada pria tampan yang notabene adalah mantan kekasihnya. “Aku baru pulang kerja. Kebetulan lihat kamu.” Tio sempat celingak-celinguk ke persekitaran Amelia, “kamu sendiri?” “Iya.” Datar Amelia yang tidak pernah mengharapkan kehadiran Tio. “Mei, aku minta maaf atas kejadian sebelumnya, aku tahu pasti kamu masih kesel sama aku.” Digenggamnya satu tangan Amelia yang duduk di sisinya. Segera, tangan lembut itu ditarik perlahan oleh empunya, tetapi sangat mudah karena saking mulus dan halusnya kulit si wanita. “Kejadian yang mana? Kamu banyak membuat onar sampai-sampai yang aku ingat cuma keburukan kamu!” ketus Amelia tanpa menatap tampang Tio yang menyebalkan di matanya. “Mei ....” Tio masih mengalunkan suara lembutnya bersama tatapan teduh, “aku tahu bagaimana wanita, kalian memang sering mengingat keburukan pria, aku sangat mengenal kaum kalian, tapi tolong berikan m
Setelah menghabiskan waktu beristirahat, Amelia selaku anak dari pemilik gedung mulai mengecam tindakan para karyawan. “Nitara sahabat saya sejak sekolah, jadi jangan berkata buruk tentang Tara!” tegasnya seolah sedang memberikan perintah sebagaimana seorang bos. Maka, segelintir karyawan yang mendapatkan tegurannya tidak dapat berkutik sama sekali.“Mei,” panggilan Adhinatha yang baru saja kembali dari jam makan siangnya, mereka berpapasan di ruangan kerja para karyawan.“Iya, pa?”“Sudah makan, sayang?” Hangat Adhinatha karena dirinya satu hati dengan Sopia tentang kebahagiaannya mendengar kabar baik kedekatan Amelia bersama William.“Sudah, kok. Tadi papa makan di mana?”“Di restoran tidak jauh dari perusahaan. Papa dengar kamu sering ke kantin. Memangnya tempat itu higienis?”“Bersih kok!” Amelia menjawab tegas supaya pemikiran ayahnya tidak mengarah ke hal negatif yang membuatnya tidak bisa makan siang bersama Nitara lagi.“Iya, sudah. Bagaimana pekerjaan kamu?”“Ini mau mulai, p