Hanya satu jam saja Nitara menghabiskan waktu sendirinya. Saat keluar dari ruangan, William sedang menyesap teh hangat. “Sayang, sebentar sekali istirahatnya ...,” sambutan hangatnya.“Aku tidak betah. Lagipula aku takut bajunya kusut.” Nitara duduk di sofa saat suaminya tetap duduk di meja kerja, “apa yang kamu minum?”“Teh, ini pemberian kolega. Rasanya sangat enak.” Senyuman William memang sedikit lain saat memuji tehnya, tetapi bukan berarti bernilai negatif justru karena tehnya sangat enak maka terdapat penilain lebih. Namun, Nitara mengartikan itu adalah teh pemberian Amelia saat suaminya menemui wanita itu hingga wajahnya berubah kecut selama sepersekian detik.“Kenapa tidak menyeduh teh yang biasa kamu minum?”“Teh itu terlalu biasa, tapi yang ini berbeda.” William masih menautkan senyumannya,.“Bedanya?” Nitara ingin meledak, mengekspresikan perasaannya yang menggebu, tetapi tidak semudah itu dirinya harus melakukan hal negatif karena William tetap harus dihormati sebagaiman
William tidak lantas bangun, dirinya memeriksa kaki Nitara dengan sangat detail. “Sayang, ini benar tidak sakit?” Pria ini mendongak.“Tidak. Sungguh, itu tidak sakit sama sekali.” Nitara semakin cemas saja. Akhirnya William kembali berdiri, kemudian menangkup kedua pipi istrinya. “Aku akan membeli heels yang baru, jangan pakai yang ini lagi, heels yang ini hampir saja membuatmu celaka.”“Heuh!” Nitara mengerjap karena rupanya insiden kecil ini membuat William menyalahkan heelnya, “tidak perlu, aku sudah punya banyak heels dan semuanya masih sangat bagus.”“Baiklah, tapi jangan pakai ini lagi. Aku akan mengambilkanmu heels yang baru. Tunggu ya.” William bergegas naik ke lantai atas, sedangkan Nitara berdiri di ujung tangga, ingin mencegah suaminya, tetapi William melesat begitu saja. Jika harus jujur lebih baik dirinya yang kembali ke kamar dibandingkan tetap di sini bersama Erland.Erland bertepuk tangan kecil bersama ekspresi tidak terbaca. “Hebat sekali, kamu berhasil mencuri semu
Sopia tidak menyetujui perasaan putrinya. “Mei, kamu sudah menikah dengan William seharusnya kamu hanya mencintai dan tergila-gila pada suamimu!” Kalimat ini membuat Amelia tersadar jika dirinya telah salah bicara.“Maksud Amei ..., Amei mencintai William, tapi Amei tergila-gila pada William dan papa.” Senyuman hambarnya mengambang begitu saja, tetapi jawabannya mampu meredam kekesalan Sopia.“Kamu ini Mei, Mama kira kamu menyukai dua pria.”“Tidak Ma, Amei cuma mencintai William.” Senyuman hambarnya lagi, tetapi lebih sempit dan singkat. ‘Aku mencintai Erland, tapi aku tergila-gila pada Erland dan William.’“Kapan William akan kesini mengunjungi kalian?”“Entah, Amei belum meneleponnya, tapi Amei rasa jangan terlalu sering.”“Justru harus sering karena Kenzo anaknya dan kamu istrinya!” Sopia menegaskan.“Amei takut hubungan kita akhirnya tercium Nitara kalau William sering kesini ....”“Sudahlah Mei, jangan kamu pikirkan Nitara lagi!” kekesalan Sopia kembali, “Mama akan berusaha memb
Sopia memilih mengabaikan kedekatan Amelia dan bibi, menganggap tidak pernah tahu dan tidak pernah melihatnya karena memberhentikan Amanda saja sebenarnya adalah keputusan berat, dirinya sangat membutuhkan jasa wanita itu, apalagi jika sekarang harus memberhentikan bibi.Sopia duduk seiring menatap Kenzo yang terlelap di dalam tempat tidurnya. “Sayang, nenek merasa jauh sekali dengan mamanya Kenzo, apa Kenzo bisa membantu nenek dan anak nenek supaya kami lebih dekat dan semakin dekat. Jika harus dikatakan nenek sangat sedih dengan keadaan ini, nenek tidak ingin selalu hidup seperti ini.”Curahan hatinya hanya mampu dilontarkan pada sang cucu saat suaminya tidak di sisinya, tetapi andaikan Adhinatha menjadi tempatnya mengadu mungkin pria itu hanya akan mengatakan jika dirinya terlalu berlebihan. Amelia bebas dekat dengan siapapun bahkan dengan bibi itu sebuah hal wajar karena mereka pernah tinggal bersama. Sopia mampu menebaknya karena Adhinatha pernah mengatakan hal itu.Ternyata, tanp
Esoknya William memikirkan tentang surat yang harus disampaikannya saat perasaannya tidak karuan. “Aku tidak boleh mencintai Amelia karena Amelia untuk Erland, tapi sekarang perasaan ini terlalu rumit, aku sudah benar-benar mencintai Amelia.” Tidak ada siapapun lagi dalam ruangan selain dirinya, bahkan Nitara.Pintu berderit kecil, Nitara baru saja masuk. “Loh, kamu masih di sini? Bukankah sekarang harusnya kamu turun ke lantai empat untuk memeriksa inovasi baru merk dagang Big Founder.”“Iya, sebentar lagi, Sayang. Aku belum menyelesaikan pekerjaan di sini.” Senyuman kecil William. Teman hidupnya adalah Nitara, tetapi semudah ini dirinya membagi perasaan pada Amelia.Nitara menyajikan air putih untuk suaminya, diletakan di atas meja bersama senyuman manis. “Apa kamu membutuhkan bantuanku?” Pertanyaannya ini membuat William meregangkan sedikit ketegangannya, si pria menarik senyuman sekalian membentangkan kedua tangannya, memerintahkan sang istri supaya mengisi pelukannya. Maka, seger
Ternyata memang benar, Amanda sudah tidak berada di negara ini bahkan panggilan Sopia diterima oleh ibunya karena Amanda tidak membawa serta handphone miliknya, benda itu sengaja ditinggalkan di rumah karena selama di luar negeri Amanda tidak akan memiliki banyak waktu untuk menggenggam alat komunikasi. Sopia semakin dibuat menyesal saja. “Bu, tolong sampaikan pada Amanda untuk segera menghubungi saya setelah kembali.” Panggilan berakhir. Bukan hanya Sopia yang sangat kehilangan wanita itu, tetapi Amelia juga.‘Bagaimana cara aku menghubungi Kak Amanda? Aku cuma bisa menunggu Kak Amanda menghubungi duluan.’ Amelia dibuat gundah karena itu artinya dirinya tidak selalu bisa bercerita.Sopia mendesah lemas, “Apa yang harus Mama lakukan sekarang?”“Ma ..., tidak perlu terlalu bingung lagian walau tanpa Kak Amanda Mama masih bisa melakukan banyak hal, kan.” Ini hanyalah nasihat di mulutnya saja karena nyatanya dirinya juga sangat kehilangan Amanda dan merasa hidupnya dipenuhi kekurangan.“
Panggilan segera terputus, William menonaktifkan handphonenya. “Suara tangisan Kenzo kencang sekali, pasti Nitara mendengarnya. Sudahlah, akan aku jelaskan nanti. Sekarang aku pura-pura saja handphonenya lowbat.”Amelia sudah menimang Kenzo, mencoba menenangkan. “Sayang ..., nangisnya jangan kencang-kencang, nanti tenggorokannya sakit.”William menghampiri. “Sayang,” sapa hangat pria ini pada keponakannya. Melihat wajah William membuat Kenzo meronta ingin digendong pria yang selalu dianggap sebagai ayahnya. Maka, kini malaikat kecil sudah berada dalam pelukan William, ditimang sangat sayang.“Syukur ada kamu, karena kalau aku tidak berhasil menenangkan Kenzo biasanya mama yang ambil alih, tapi kadang-kadang mama juga tidak berhasil.”William terkekeh kegelian, “Untung sekarang aku di sini.” William dan Amelia sedang diselimuti kebahagiaan, tetapi di seberang sana Nitara mendengus.“Kamu bohongi aku kan. Kamu bukan sedang di gedung cabang, tapi kamu menemui Amelia dan anak kalian! Kena
William segera kehilangan warna segar di wajahnya, kulitnya memucat. “Pasti kamu salah lihat, Sayang.” Tidak mungkin seorang pria beristri dua mengakui perselingkuhannya. Sama halnya dengan pria ini.“Baiklah kalau kamu tidak mau bicara, aku anggap hubungan kita hanya sebatas ini, tidak perlu memakai kejujuran dan kepercayaan.” Nitara masih menahan rasa sakitnya hingga seakan ajal akan menjemput, itu sangat sakit.“Sayang ....” Hendak pelukan diberikan William, tetapi Nitara menolaknya, ini untuk pertama kalinya.“Malam ini aku akan tidur di tempat lain, aku tidak akan pulang ....” Nitara membuang wajahnya.“Tara, jangan seperti ini, aku mohon ....” Nitara adalah masa depan untuk William, tentu saja dirinya tidak ingin kehilangan wanita yang akan menemaninya hingga masa tua.“Kamu tidak perlu mengatakan apapun lagi, Wil. Aku mengerti posisiku, aku tahu di mana tempatku. Aku yang salah karena menaruh semua harapanku padamu, padahal aku tidak pantas sama sekali bersanding di sisi kamu.”