Sinar matahari mulai menyusup masuk melalui celah-celah balkon. Tapi sang penghuni kamar masih enggan keluar padahal sudah bangun sejak pagi-pagi buta.Tadi malam tidurnya tak nyenyak, rasa gundah membuat perempuan itu terus membuka mata. Entah memikirkan apa, ia sendiri tak tahu kenapa ia segundah itu. Entah karena takut jika suaminya memasuki kamar, atau karena ia belum terbiasa kembali tidur di kamar itu.Adalah Kei, perempuan yang tengah hamil muda itu sibuk melamun. Memikirkan bagaimana ia bisa menjalani kehamilannya di samping suaminya yang kejam. Namun suara pintu di ketuk membuat lamunannya buyar. Dengan sedikit malas ia beranjak untuk membuka pintu."Selamat pagi, Kei. Aku buatkan susu untukmu, minum ini dulu sambil nunggu sarapan siap," Arka menyodorkan segelas susu hamil pada istrinya. Senyum mengembang begitu manis dari bibirnya. Melihat Kei tak juga mengambil susu yang ia sodorkan, ia pun kembali berkata, "Ini hanya susu hamil Kei, sekejam-kejamnya aku, aku tidak mungkin
"Aku permisi," ucap Arka. Beberapa menit menjadi penonton antara Hiko dan Kei, Arka gerah juga. Gak ingin tersulit emosi, lebih baik ia pergi. "Hiko, tolong temani Kei makan, dia belum sarapan. Kalau perlu, suapi dia agar makan dengan benar," Arka menghela nafas panjang lalu pergi dari kamar itu. Ia biarkan pintunya terbuka agar ia bisa menatap Kei dan Hiko meski dari kejauhan."Jangan dengarkan dia, dia terlalu berlebihan," kata Kei. Ia mengajak Hiko duduk di sofa."Itu karena dia menyayangi kamu Kei, kamu juga sedang hamil anaknya. Dia pasti ingin merawat mu," Ucap Hiko. Meski perasannya pada Kei tak berubah, ia juga tak mau membuat calon anak Kei kehilangan keutuhan keluarga.Hiko sempat berharap, setelah Kei dan Arka berpisah, ia bisa menjaga Kei dan menggantikan Arka di hati perempuan itu. Tapi rupanya takdir tak mengizinkan. Tuhan menghadirkan nyawa kecil di rahim Kei, mungkin itu pertanda bahwa Kei dan Arka tak boleh berpisah. Tuhan mengikat mereka kembali. Dan sebagai laki-lak
Sudah nyaris satu jam Arka dan Kei berkeliling, namun tak satu pun penjual rujak jambu kristal mereka temukan. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Arka masih tak menyerah meski Kei sudah pasrah dan mengajaknya pulang."Kita pulang saja," ucap Kei. "Ini sudah malam, memang tidak mungkin ada penjual rujak malam-malam begini."Mulut bicara demikian, tapi lidahnya sudah tak sabar menginginkan makanan itu. Entah mengapa rasanya sudah di ujung lidah, mungkin ini yang di namakan ngidam, tak ada obat selain menemukan makanan yang di inginkan meski belum tentu makanan itu habis di makan. Karena terkadang hanya mencicipinya saja sudah cukup untuk wanita hamil, memang sedikit aneh. Tapi itu salah satu cara melatih tingkat kesabaran seorang suami."Jangan menyerah sayang, siapa tahu kita menemukannya," ucap Arka.Kata sayang yang terucap dari bibir pria itu membuat Kei mendelik, jika dulu ia sangat ingin mendengar pria itu memanggilnya sayang, entah mengapa sekarang ia merasa sebal. En
"Taraaaaa, sambal rujaknya jadi. Coba dulu, apa ada yang kurang?" Arka tersenyum saat Kei mengambil potongan jambu yang sebelumnya sudah ia siapkan. Berbekal sebuah video dari salah satu aplikasi andalannya, Arka mencoba membuat bumbu rujak. Demi Kei, ia bahkan rela menyentuh cobek yang bahkan ia baru tahu bentuknya.Kei mencoba bumbu rujak gula merah lebih dulu, karena Arka membuat dua macam bumbu rujak. Bumbu rujak gula merah dan bumbu rujak yang sama persis seperti di penjual rujak jambu kristal. "Enak?" Tanya Arka lagi.Kei terdiam sejenak, kemudian manggut-manggut, "Lumayan," jawabnya. Padahal rasanya memang enak, perpaduan gula merah, garam, cabai, asem jawa dan sedikit terasi sangat pas menurutnya. Ia tak menyangka Arka berhasil membuatnya."Yes, coba bumbu yang ini juga sayang," kata Arka. Ia menyodorkan bumbu kering di dalam mangkuk kecil pada Kei, perempuan itu pun mencobanya.Ajaib, rasanya juga enak. Tidak terlalu asin atau pedas. Sangat pas di lidah Kei. Apa karena rasan
Malam sudah larut, lalu lalang kendaraan pun sudah berkurang. Di pinggir jalan yang di terangi cahaya remang-remang dari lampu jalan seorang gadis tengah berdiri tak tenang. Sudah beberapa kali mencoba menghentikan taksi untuk ia tumpangi, tapi sayang semua taksi berpenumpang.Adalah Starla, beberapa saat yang lalu, ia menemui dokter psikolognya untuk berkonsultasi tentang kesehatannya. Namun saat hendak pulang, hujan turun begitu lebat, ia mengurungkan niatnya untuk pulang. Karena hujan cukup lama, sudah larut begini ia baru bisa pulang. Sayangnya, ia tak membawa mobil sendiri karena mobilnya tengah di service."Astaga, kenapa begitu sulit mendapatkan taksi?" gumamnya. Hawa dingin dari sisa-sisa hujan membuatnya merinding dan memeluk dirinya sendiri. "Apa aku memberi tahu kakak saja? Tapi dia pasti sedang menjaga Kei," Starla terus bergumam, ia tak menyadari dua orang pria asing mendekat padanya."Kenapa wanita secantik kamu ada di pinggir jalan malam-malam begini?" Ucap salah satu
Pagi-pagi sekali Hiko sudah berada di rumah Arka. Seperti yang Kei katakan kemarin sore, pagi ini ia akan memeriksakan kandungannya. Dan Hiko yang akan mengantar.Arka dan Kei tengah sarapan saat Hiko tiba."Hiko, sarapan lah dulu," kata Kei. Sedangkan Arka hanya diam.Sungguh, Arka sangat cemburu pada Hiko. Hiko yang bukan siapa-siapa Kei bisa menemani perempuan itu memeriksakan kandungan. Sedangkan dirinya? Suami sekaligus ayah anak yang Kei kandung, tapi tak di beri kesempatan melihat calon anaknya.Jika ia tak ingat betapa besar kesalahan yang sudah ia lakukan pada Kei, mungkin Arka akan mengamuk dan memaksa ikut menemani perempuan itu.Tapi lagi-lagi ia tak berdaya, dosa-dosa yang sudah ia lakukan pada istrinya membuat pria itu tak bisa berkutik. Bahkan untuk sekedar menunjukan kecemburuannya saja, ia merasa tak berhak."Aku sudah sarapan, Kei. Kamu yang harus makan banyak, supaya tetap sehat dan calon keponakan ku juga sehat," kata Hiko. Ia lalu mengambil buah apel, mengupasnya
"Kei, aku tunggu kamu di luar," kata Hiko saat Kei akan memasuki ruang pemeriksaan.Kei mengangguk, ia lalu memasuki ruangan itu. Mana mungkin juga ia meminta Hiko menemaninya ke dalam, meski Hiko sahabatnya, tapi ia tahu betul perasaan pria itu padanya. Ia tak mau terlalu memberi harapan pada pria itu.Untuk menerima tawarannya mengantar memeriksakan kandungan saja, Kei ragu. Tapi Hiko memaksa, pria itu tahu Kei tak mungkin mau di antar Arka. Apalagi Cio memintanya menemani Kei karena ia dan kedua orang tuanya tak bisa mengantar. Mereka pergi ke Bandung untuk menghadiri acara rekan bisnis mereka.Hiko tersenyum, lalu duduk di kursi tunggu. Helaan nafas panjang terdengar berhembus dari bibirnya, ia lalu berkata, "Tidak usah sembunyi lagi. Kemari lah!"Arka yang bersembunyi di balik tiang berdecak, ia kira ia berhasil bersembunyi, nyatanya Hiko tahu. Ia lalu menghampiri Hiko dan duduk di samping pria itu, "Apa Kei juga tahu aku disini?" "Mungkin. Kamu memang cerdas Arka, tapi kamu bod
Cahaya matahari baru saja menyapa bumi, namun sejak pagi buta, seorang pria tampan yang perasaannya tengah resah sudah tampak terjaga.Beberapa kali mengusap wajahnya dengan gusar, saat terbayang wajah perempuan cantik yang beberapa hari lalu ia tolong dari gangguan beberapa preman."Ada apa denganku? Kenapa aku terus mengingatnya?" Perasaan bersalah menyusup begitu saja saat ia kembali mengingat kata-kata yang terlontar dari bibir perempuan itu. 'Seburuk itukah aku di matamu?'Adalah Cio, entah mengapa ia begitu resah karena merasa sikapnya sudah keterlaluan pada perempuan bernama Starla beberapa hari yang lalu. Perempuan itu memang sudah melakukan kesalahan di masa lalu, membuat sang adik menjadi korban balas dendam, tapi bukankah setiap manusia berhak mendapat kesempatan kedua?Raut sendu perempuan itu terus terbayang, menghantuinya setiap kali ia memejamkan mata. Cio bahkan tak berkonsentrasi dalam pekerjaannya. Ia ingin segera pulang ke ibu kota dan menemui Starla."Nak, sepertin