Ayu dan Nindi dalam pembicaraan serius. Mereka berdua duduk di ruang kerja malam ini. Ada juga Yuni duduk di sana, sambil menggenggam ponsel miliknya. Kedua wanita itu sesekali menghela napasnya berat setelah mendengar info yang mereka dapatkan. Tentu saja ungkapan rumah Saga punya telinga di mana saja itu bukan cuma hisapan jempol. Setiap pembagi informasi akan mendapatkan bayaran khusus jika bisa memberikan secara akurat."Kamu boleh ke luar Yun," titah Nindi. "Baik, permisi Bu." Yuni kemudian berjalan ke luar dari ruangan meninggalkan kedua nyonya rumah. Ayu ikut berdiri. "Kamu tau apa yang harus kamu lakukan kan?" tanyanya. "Iya, Bu," ucap Nindi. Setelah mendengar jawaban dari anak mantunya itu, Ayu segera berjalan keluar ruangan. Sementara di sisi lain rumah, Saga tengah membawa martabak keju dan nasi kebuli yang ia pesan secara online. Reres belum makan, ia bertanya pada Mbok Mar tentang Reres. Mbok menjawab kalau Reres sedang tidur. Jadi, pria itu berinisiatif untuk membe
Pagi-pagi Reres sudah terbangun sedikit mual, tapi bisa ia atasi dengan mengemut permen mint. Beruntung si kembar dalam perutnya mudah ditaklukkan. Tak ingin merepotkan sang ibu. Setelahnya seperti biasa ia melakukan kegiatannya. Pertama mengecek ruang laundry, selalu ada pakaian yang harus dibawa sebelum ia melangkah menuju kamar Saga. Sesekali menghela napas, sambil melangkahkan kakinya dengan perlahan. Lalu segera merubah raut wajah ketika berjalan masuk ke dalam. Saga masih terlelap, sepertinya masih mengantuk karena mereka begadang dan mengobrol hingga malam hari. Reres membiarkan sejenak, ia sibuk merapikan pakaian ke lemari. Hari ini senyum Reres sedikit luntur. Setelah selesai merapikan pakaian, menyiapkan pakaian dalam dan meletakan ke kamat mandi, menyiapkan sikat gigi. Ia segera membangunkan Saga. Gadis itu berjalan mendekati Saga, kemudian mematikan lampu kamar dan membuka jendela saat langit belum terang sepenuhnya karena matahari belum muncul di peraduan. Reres duduk
Pagi hari ini begitu cerah untuk Saga. Hatinya berbunga-bunga sekali. Selama perjalanan tadi ia bahkan terus saja tersenyum. Aneh memang, tapi maklum saja ia baru saja merasakan cinta. Biasanya hanya napsu saja yang meledak-ledak khas anak-anak muda di masa pertumbuhan. Saat memasuki kantor tangan pria itu beberapa kali ingin menggenggam tangan Reres.Namun gadis itu selalu menolaknya. Bisa kacau kalau ada yang melihat Reres bergandengan dangan Saga. Reres tak ingin itu terjadi dan akan mengacaukan harinya dan Saga nanti.Keduanya kini memasuki lift. Saga bergerak mendekati Reres dan menempelkan tubuhnya. Ia tersenyum jahil. Apalagi hanya ada mereka berdua di sana. "Nanti kalau lewat di depan Haris, kita genggaman tangan ya?" tanya Saga.Reres menghela napas tak suka dengan niat yang ingin dilakukan Saga. Itu pasti akan menyakiti haris dan reres tak mau melakukan itu karena selama ini Haris sudah sangat baik terhadap dirinya. "Enggak," sahut Reres cepat, sambil melotot."Yaudah." De
Saat ini Saga tengah menikmati makan malam bersama Aira. Tentu saja ia mau menikmati makan malam hari ini karena Reres yang telah merayunya tadi pagi. Aira benar-benar diliputi rasa bahagia hari ini, seolah bunga-bunga bermekaran di dalam hatinya. Kini Saga menyantap makan malamnya dengan lahap. Bahkan sejak tadi pria itu menjawab setiap pertanyaannya.Aira sengaja memesan makanan di sebuah restoran yang cukup mewah malam ini. Karena ia ingin merasakan malam yang spesial bersama pria yang dijodohkan dengannya. Wanita itu sudah benar-benar jatuh hati pada Saga. Terlebih lagi keduanya sudah pernah melakukan malam panjang bersama. Aira merasa sudah tak ada lagi sekat di antara dirinya dan juga Saga. "Dari tadi aku ngeliatin kamu kayaknya lagi senang banget?" tanya Aira. Saga melirik sekilas ke arah Aira, pria berkulit putih itu kemudian mengangguk sambil tersenyum. "Iya lagi senang aja. Makan dulu." Meskipun Saga terlihat bahagia, tentu saja kebahagiaan itu ia tunjukkan bukan untuk Ai
Aira kini tengah berada di ruang makan bersama sang ibu dan sang ayah untuk menikmati santap pagi bersama. Beberapa hari ini terasa menyenangkan sekali baginya karena ia merasa hubungannya dengan Saga semakin dekat. Terlihat dari sikap Saga yang sejauh ini selalu bersikap baik dan sudah mau bercerita banyak hal. Lidia senang sekali melihat kebahagian yang terpancar dari wajah buah hatinya itu. "Gimana sama Saga? Lancar ya?"Aira coba tahan senyum. Hanya saja semua sudah terlihat jelas betapa kebahagian yang ia rasakan ini karena Saga. "Ya, lumayan Mi. Saga udah mau ngomong banyak ke aku. Tadinya kan dia cuek banget. Susah buat diajak ngomong."Tuan Har menatap ke arah sang istri. Di dalam hatinya merasa senang juga karena putri semata wayangnya yang terlihat begitu bahagia. "Bagus deh kalau gitu. jadi pernikahan kalian bisa dipercepat. Papi pingin gendong cucu."Mendengar ucapan sang suami membuat Lidia juga bersemangat karena ia ingin memiliki cucu juga. Hanya saja hal yang sebalikn
Malam hari Reres tengah merebahkan tubuhnya yang lelah. Sementara Saga kini sibuk dengan Aira, sejak sore tadi. Pulang daru kantor, ia masih menghabiskan waktu dengan Aira. Kali ini lebih lama, sesuai dengan perjanjiannya dengan Reres kalau ia akan menuruti permintaan Aira. Setiap harinya jadi semakin cepat lelah, seolah semua tenaganya terserap. Tak bisa terlalu aktif lagi, jadi sering mual. Kalau seperti ini terus, Saga sepertinya akan mengetahui kehamilannya. Reres kini tengah sibuk membaca artikel kehamilan, juga aneka tulisan mengenai kelahiran. Rasanya menyenangkan membayangkan ketika si kembar nanti lahir. Akan seperti apa? Seperti Saga atau dirinya? jadi senang sendiri dan gemas membayangkan itu.Saat itu pintu terbuka, Saga. "Hai,' sapanya.Reres terkejut karena Saga sudah mandi dan berganti pakaian. Pria itu kini menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan mendekati Reres dan duduk di tepian tempat tidur. Tepat di samping gadis itu. "Kok ditutup?" tanya Reres.Saga pinda
Sabtu pagi ini Reres sudah rapi. Hari ini akan menuju panti asuhan seperti biasanya. Sudah cukup lama beres tak datang ke sana. Belakangan hanya mengirimkan uang melalui rekening ke ibu panti dan itu jelas membuat ia rindu berbagi secara langsung. Setelah berpakaian rapi ia kemudian berniat membangunkan Saga seperti biasanya, pekerjaan yang memang telah menjadi kewajibannya. Membawa pakaian bersih dari lantai bawah, kemudian menatanya di lemari. Ia membiarkan sahabatnya itu tertidur setelah semalam Reres membuat Saga kebingungan setengah mati karena tiba-tiba saja menangis. Setelah selesai membereskan pakaian, Reres kemudian berjalan mendekati Saga, duduk di sisi tempat tidur dan membangunkan sahabatnya itu. Reres membuka selimut Saga, kemudian menepuk pelan pipi Saga. "Ga, bangun yuk." Suara Reres itu bagai alarm buat Saga. Mendengar sekali saja sudah pasti ia akan terbangun dan segera membuka matanya. "Bangun Yuk, udah pagi ini. Bentar lagi sarapan sama Ibu Nindi sama Eyang Ayu.
Sebelum ke panti asuhan seperti biasanya, Reres membeli aneka Snack di mini market, membeli beberapa hadiah di toko mainan, juga memesan aneka sembako yang berada tak jauh dari panti. Hari ini memberikan sembako untuk 3 panti asuhan dan seperti biasa Panti Asuhan Welas Asih, tempat ia biasa memberi dan berinteraksi langsung. Tentu saja selama semua kegiatan, Saga mengikuti, memerhatikan, mengamati. Reres jadi semakin menawan, bahkan tak masalah melihat ia bersama Haris dan memilih ini dan itu. Saga merasa tak ada hati untuk Haris. Semua yang Reres lakukan berdasarkan perasaan sebagai teman saja. Lihat Reres memilih mainan, mengamati sesuatu, berbicara dengan penjual, semua buat Saga terpesona. Karena kemarin-kemarin hanya bisa lihat Reres di rumah, mengurusnya. Kini lihat Reres seperti ini berbeda sekali. Ramah, terlihat perhatian, interaksi dengan orang lain tan yang luwes. Saga sengaja hanya mengamati. Suka melihat gadis kesayangannya seperti ini. Reres sesekali mengamati Saga, m