Sora menatap beberapa paper bag berisi banyak dress yang Tiano belikan untuknya. Gadis itu sangat bahagia, seperti anak-anak yang tidak pernah diajak berbelanja. Dia sangat ceria tak terkira. Mereka berjalan turun dari dalam mobil usai puas berbelanja dan pulang ke rumah. "Kenapa senyam-senyum begitu?" tanya Tiano meliriknya. "Senang sekali. Aku tidak pernah berbelanja sebanyak ini, hemm... Aku akan bertambah lama bekerja dengan Tiano," ujar gadis itu berpikir seraya berjalan mengekori Tiano. "Satu tahun, dua tahun, tiga tahun atau..." "Bagaimana kalau selamanya?" Tiano menoleh ke belakang dan terkekeh. Untuk kali pertama Sora melihat laki-laki itu menunjukkan senyuman padanya. Dia sangat manis, memiliki lesung pipi, dan bibir tipisnya terukir sempurna. "Selamanya itu lama sekali, sampai aku tua dan aku menikah, aku tetap menjadi karyawan di kantor Tiano." Sora meletakkan beberapa belanjaannya di sofa. Tiano mengabaikan ocehan gadis itu. Dia duduk bersandar di sofa sebelum Tian
Pagi ini Sora siap dengan pakaian kerjanya. Dengan kemeja merah muda dan rok selutut berwarna hitam. Rambutnya digerai panjang dengan bando merah muda yang dia pakai, dia nampak sangat cantik natural. "Jadi begini ya menjadi karyawan kantoran?" gumam gadis itu terkekeh geli. Sora meraih tas miliknya, gadis itu berdiri di cermin dan senyum-senyum sendiri pada pantulan gambar dirinya. "Kalau Ibu melihat aku yang sekarang, hemm... Pasti Ibu sangat bangga padaku. Anaknya sudah secantik ini!" seru Sora terkekeh. Gadis itu memejamkan kedua matanya pelan, dia berjalan keluar dari dalam kamar. Sora melangkah ke lantai satu pelan-pelan, gadis itu melihat Tiano yang berdiri di lantai satu dengan balutan tuxedo hitamnya. Perasaan Sora menjadi tak biasa, dia tersenyum tanpa sadar. Laki-laki itu terlihat sangat baik hati dan perhatian padanya, meskipun tujuan lain yang dia ambil dari Sora bukanlah hal yang baik. "Selamat pagi," sapa gadis itu berjalan menuruni anak tangga sambil tersenyum ma
Sora menutup laptopnya, ia beralih menatap Tiano yang diam memainkan bolpoin di tangannya. Laki-laki itu nampak berpikir keras dan wajahnya terlihat sangat emosi. Sora takut sekedar untuk bertanya apa yang terjadi dengan Tiano. "Pak Tiano," panggil Sora, gadis itu berdiri dari duduknya. Tiba-tiba Sora mendekat dan duduk di hadapan Tiano menunjukkan senyuman manisnya. "Apa minuman yang Pak Tiano suka? Biar saya buatkan di dapur belakang," ujarnya dengan wajah antusias. Tiano menatapnya, entah kenapa kesalnya pudar saat gadis ini tersenyum. "Emmm... Aku sangat menyukai es kopi," jawab Tiano. Lantas gadis itu meraih sebuah bolpoin dan kertas di atas meja milik Tiano. Dia menuliskan minuman yang Tiano inginkan. Sora berdiri menegakkan tubuhnya menunjukkan kertas yang dia bawa. "Pesanan akan segera tiba, Pak Presdir!" serunya terkekeh manis. Senyumannya itu dibalas oleh Tiano dengan anggukan manis. Dia pun berlalu membawa kertas itu di tangannya. Sora berjalan mencari dapur di s
Sora berada di dalam kamarnya. Bahkan hingga malam ini gadis itu tidak keluar sama sekali. Di dalam kamarnya yang gelap, hanya cahaya bulan dari luar, dan lampu tidur kecil yang menyala. Sora tengkurap diam di balik selimut menatap boneka anjing kecil miliknya, pemberian Ibunya saat ia masih kecil, dan Sora masih menyimpannya dengan baik. Gadis itu memeluknya seraya menatap ke arah jendela. "Bu... Aku sedih sekali hari ini. Tadinya aku dan dia baik-baik saja, tidak ada masalah apapun antara kami. Tapi... Sora sedih, ternyata dia sudah punya calon istri. Dan Sora harus menjadi orang yang berada di tengah-tengah mereka. Sora melakukan ini demi Ibu, bahkan bila Sora dibenci banyak orang nantinya, semoga Ibu satu-satunya orang yang tidak membenci Sora." Gadis itu tersenyum kecil, dia membalikkan badannya dan menarik selimut tinggi-tinggi. Dia jam yang lalu Sora menyelesaikan pekerjaannya, malam ini Tiano pergi dengan Aldo, hingga Sora sendirian di rumah. Namun beberapa menit kemudian
Pagi ini Sora membawa keranjang rotinya masuk ke dalam kantor. Gadis itu memasang wajah antusias luar biasa. Ia menoleh pada Tiano yang kini disambut oleh Queen di depan sana. Meskipun ada perasaan sedih yang tidak seharusnya, namun Sora bersikap biasa saja. Dia tidak boleh terlalu percaya diri. 'Sora, kau tidak boleh seperti ini. Kau harusnya bersyukur sudah ditolong, bukannya malah berharap lebih seperti orang yang tak tahu terima kasih,' batin gadis itu memarahi dirinya sendiri. Di posisi Tiano, laki-laki itu sangat jengah menghadapi Queen yang tidak mengerti kata cukup. "Nanti aku ikut denganmu pulang, aku sudah meminta izin pada Papaku, dan Papa memberikanku izin," ujar gadis itu mencekal telapak tangan Tiano. "Atau bagaimana kalau kita pergi ke tempat lain saja?" "Aku sibuk, jangan menggangguku!" Tiano melepaskan tangan Sora. Namun gadis itu mencengkeram semakin erat dan memberikan tatapan sedih. "Kenapa kau masih seperti ini padaku, Tiano? Yang lalu biarkanlah berlalu...
"Tak terasa sudah satu minggu lebih aku di sini. Bukannya kita harus menjenguk Ibu?" Sora mendongak menatap Tiano seraya berjalan di lorong kantor. Laki-laki itu berjalan merangkul pinggangnya seperti seseorang merangkul kekasihnya sendiri. "Heem, mau kapan menjenguk Ibu? Malam ini, atau besok menunggu hari libur?" tanya Tiano menunduk melirik wajah cantik Sora. "Kalau menunggu besok, pasti akan lama. Tapi kalau malam ini, perjalanan kan jauh, kita-""Kita bisa menginap di hotel untuk istirahat sambil menunggu pagi." Tiano menyela cepat. "Ohhh, begitu ya? Hemm... Hutangku menumpuk sekali padamu. Pakai acara menyewa kamar hotel segala!" Sora menangkup kedua pipinya sendiri dengan ekspresi resah.Hanya kekehan yang menjadi jawaban dari Tiano. Laki-laki itu tetap merangkul erat tubuh Sora bahkan ketika keduanya kini sampai di lantai satu. Sora berusaha menyingkirkan tangan Tiano, namun bukannya menyingkir, malah bertambah erat tangan itu. "Semua orang melihat kita," bisik Sora me
Perjalan malam ini menuju Scarborough sejak beberapa jam yang lalu. Tiano bersama dengan Sora yang diam saja selama perjalanan. Mereka berdua tidak membawa banyak barang, Tiano mengatakan lebih baik membelikan oleh-oleh untuk Ibu Sora saat tiba di Scarborough. "Kita cari penginapan, aku tidak bisa mengemudi saat lelah," ujar Tiano. Sora menoleh dan mengangguk paham. "Iya, istirahat dulu. Kepalaku juga pusing, ngantuk." Mendengar hal itu, Tiano lantas mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala Sora dengan lembut. Mobil hitam milik Tiano langsung berbelok memasuki sebuah kawasan hotel berbintang. Sora hanya diam menatap sekitar, mereka berdua pun keluar dari dalam mobil saat itu juga. "Wahh, kita menginap di sini?" tanya Sora menunjuk ke dalam hotel."Kenapa memangnya? Kau mau tidur di dalam hotel atau tidur di mobil?" tawar Tiano terkekeh. Gadis itu tersenyum manis dan memukul lengan Tiano dengan kesal. "Aku ikut denganmu." Mereka berdua memesan kamar, Sora mengerjapkan kedua
Sapaan itu membuat Sora terdiam bergeming. Ia menunjukkan senyuman tipisnya dan menyembunyikan wajahnya di balik selimut seketika. "Ini sudah jam enam," ujar Sora beranjak duduk. Gadis itu menatap pemandangan dinding kaca luar yang buram karena embun pagi. "Cepat bersihkan tubuhmu, mandi dan bersiap melanjutkan perjalanan," ujar Tiano sembari mengusap rambut panjang Sora. "Masih dingin," balas gadis itu membalikkan badannya menatap Tiano.Laki-laki itu terkekeh. "Kalau mau hangat, kembalilah ke pelukanku, Sayang..." Kedua pipi Sora bersemu saat Tiano memanggilnya dengan sebutan Sayang. Lantas Sora kembali berbaring dan meringkuk ke arah Tiano. Kembali Tiano menutupkan selimut pada tubuh kecil itu dan memeluknya dengan erat. "Bu Queen pasti marah kalau melihat kita seperti ini," ujar Sora tiba-tiba seraya menggigit ujung ibu jarinya. "Dia tidak punya hak untuk marah, apalagi padamu." Tiano menunduk menatap Sora. "Queen tidak sebaik seperti yang orang lain lihat, Sora." "Hemm,