“Nyonya, aku perlu menyampaikan kebenaran agar Anda tidak salah paham.”Dahi Eva berkerut bersamaan dengan wajahnya bingung—tak memahami ucapan Edeline. “Kebenaran? Aku salah paham?”“Aku dan Dokter Elvis tidak menjalin hubungan apa pun.” Edeline sangat yakin pada keputusannya.Eva tertawa mengejek keseriusan Edeline. “Kau tidak usah takut untuk mengakui, Dokter Edeline. Sudah aku katakan di awal, jika aku tidak memiliki niat buruk padamu. Justru aku ke sini ingin meminta padamu.”“Tapi, Nyonya ... yang aku katakan—”“Aku juga sudah bertanya langsung pada Alex. Sebagai orang yang sering bersama putraku, dia mengakui hanya dirimu satu-satunya gadis yang dekat dengan putraku.”“Hubunganku dan Dokter Elvis tidak lebih dari profesional pekerjaan. Dokter Elvis adalah dokter pembimbingku,” jelas Edeline berusaha meyakinkan. Namun, penjelasannya itu belum diterima oleh Eva yang menggeleng-gelengkan kepala.“Tapi aku sangat memahami putraku satu-satunya itu. Dia tidak akan mengizinkan seorang
Pakaian pasien yang sebelumnya dipakai telah diganti dengan pakaian steril berwarna hijau yang khas. Elvis—si pasien itu langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang pasien. Selimut putih yang berada di ujung kaki tak lupa ditarik untuk menutupi tubuhnya sampai sampai perut.Langit-langit kamar berplafon putih ditatap lekat oleh kedua mata. Pria itu sedang memikirkan sesuatu yang mengusik pikiran sejak kemarin malam. Sampai-sampai Elvis tidak menyadari kapan kedua orang tuanya telah berada di sana, termasuk pada dua orang perawat yang kembali memeriksa tekanan darah.Ucapan Edeline kemarin malam benar-benar mengguncang perasaan Elvis. Pria itu semakin kesulitan beristirahat ketika Edeline memutuskan menginap di sana, gadis itu tertidur pulas pada sofa panjang yang berada di kamar itu.Hampir sepanjang malam Elvis menatap Edeline yang tertidur. Sepanjang itu pula Elvis menggali-gali senyar aneh yang menggetarkan jiwa.Elvis menyukai Edeline. Dia sangat yakin pada pemikiran. Hal itu bu
“Aku tidak bisa di sini terus seperti ini!” Eva tiba-tiba beranjak dari duduknya. Dia tidak tahan selama dua belas jam menderita kegelisahan. Sampai-sampai genggaman tangan, pelukan dan kalimat penghibur dari Peter tidak bisa mengusir perasaan gelisah yang menyiksa sekujur jiwa. Jiwa Eva seperti menerima sinyal dari putra satu-satunya yang kritis di meja operasi.“Kau mau ke mana?” Peter yang telah berdiri begitu cemas menatap istrinya.“Aku mau kapel yang di bawah. Hatiku akan lebih tenang menunggu sembari berdoa di sana.” Eva menjawab dengan wajah yang tak bisa tenang.“Tunggu di sini saja. Mungkin sebentar lagi operasi akan selesai.” Peter berusaha menahan istrinya yang memucat—gelisah.Eva menggeleng cepat. “Sudah lebih dari dua belas jam kita menunggu di sini. Tapi belum ada satu pun dari mereka yang keluar. Aku akan ke sana dan berdoa.”“Sayang—”“Aku merasakan sesuatu yang membuatku sangat gelisah. Seperti ada sesuatu buruk yang terjadi sampai jantungku begitu sakit.” Eva menan
~ Satu bulan kemudian ~Snelli yang menggantung di ruangan telah Edeline pakai ke tubuhnya—menggantikan coat cokelat yang dipakai dari rumah. Stetoskop yang menggantung pada gantungan pun tak luput dari perhatian Edeline, segera dia kalungkan di lehernya. Gadis cantik itu telah bersiap melakukan tugasnya di rumah sakit megah itu. Rutinitas harian yang jauh lebih tenang dibandingkan dulu sewaktu bertugas di IGD.Edeline tak pernah lagi melewatkan waktu makannya, pun tidak lagi menjalani hari-hari melelahkan yang menguras tenaga seperti di IGD. Hal yang dilakukan Edeline hanya memantau perkembangan kondisi Elvis dan membantu Nicho—melakukan observasi dari kondisi pasien-pasiennya.Roda kehidupan memang benar-benar berputar. Edeline merasakan kedamaian hidupnya setelah melalui badai kencang yang menguras emosional diri. Sempat terbersit di dalam pikirannya, apakah semua ini nyata dan abadi? Entahlah! Edeline ingin mengabaikan pemikiran itu. Ada keegoisan di dalam diri menasihatinya untuk
Edeline benar-benar ingin kabur dan tak percaya diri untuk menunjukkan wajahnya pada siapapun. Sayangnya, dia tidak bisa melakukan hal itu di hadapan Eva yang tersenyum manis—berharap Edeline sepakat pada perkataannya.“Benarkah aku bisa memanggil Edeline ‘Mommy’?” Shopia sangat antusias.“Bisa! Shopia bisa memanggil Dokter Edeline—”“Shopia bisa memanggil seperti itu setelah Daddy yang akan memberi tahu.” Elvis terpaksa turun tangan ketika Eva bersemangat menghasut Shopia. Dia memahami situasi Edeline yang merona malu, pun tidak ingin Edeline menjadi bulan-bulanan dari ibunya.“Kapan Daddy akan memberitahuku?” Shopia begitu tak sabar.Ketika berdiri di sebelah Edeline, Elvis sudah tersenyum tampan menatap putri cantiknya itu. Jemarinya yang membelai di kepala turut menenangkan emosi Shopia yang bersungut tak sabar. “Shopia percaya pada Daddy, kan? Jadi Shopia harus bersabar! Oke?”“Aku percaya pada Daddy! Aku juga percaya pada Edeline!” sahut Shopia begitu naif.“Daddy permisi mau ke
Rasa takut yang mengguncang telah menasihati Edeline untuk cepat-cepat menutup kotak paket. Tangannya yang gemetaran sampai bergerak panik, beberapa kali tangannya masuk ke dalam kotak itu.Tanpa membuang waktu pun Edeline segera menyingkirkan kotak paket itu dari meja kerjanya. Gadis cantik itu setengah melempar kotak paket itu ke sudut ruangannya.Edeline terduduk lemas di kursi. Kedua tangannya yang gemetaran telah meraup wajahnya yang memucat. Dia benar-benar tidak menduga atas isi di dalam kotak paket itu.Siapa yang mengirimkan kotak paket itu?Ketika diusir oleh ibunya, Edeline tidak membawa barang-barang kesayangannya. Kecuali pakaian yang melekat di tubuhnya. Boneka kelinci itu sudah lama tidak Edeline lihat bahkan tak pernah disentuh. Tidak mungkin itu ulah ibunya. Tidak mungkin juga itu ulah ayah tirinya yang kembali ingin mengancam. Keduanya masih mendekam di penjara sampai detik itu.Di dalam hati, Edeline sedikit mengeluh perihal kehidupannya. Tentang kehidupannya yang t
Elvis berhasil merubah sudut santai dari kamar inap dengan dekorasi khas candle light dinner. Tentunya hal itu tidak dia kerjakan sendirian, ada Alex yang membantu. Lebih tepatnya Alex yang mengerjakan semuanya sesuai permintaan Elvis.Pria itu tersenyum bangga menatap sudut itu—di mana sebuah meja cantik telah terletak indah di sana. Dia juga terlihat tampan, piyama pasien yang sebelum dipakai telah berganti dengan setelan kemeja biru langit dipadukan celana putih.“Apa aku benar-benar tidak boleh ikut bergabung bersama Daddy dan Edeline?”Elvis menoleh pada Shopia yang duduk di kursi roda, sementara bibirnya mengembangkan senyuman manis berusaha menghibur Shopia yang merajuk.“Daddy janji, lain kali Tuan Putri boleh ikut bergabung.” Setelah berlutut, Elvis mengelus-elus kepala putri kecilnya.“Aku belum mengantuk, Daddy. Selain itu aku juga bosan sendirian di kamar.”Elvis menghela napas kasar. Usahanya membujuk Shopia untuk tidak mengganggu dirinya dan Edeline masih belum membuahka
Pada akhirnya Edeline mau menginap di kamar Elvis. Gadis cantik itu memutuskan untuk membersihkan tubuh setelah Elvis memenuhi segala hal yang dibutuhkan. Dia menilai tidak ada salahnya menginap di sana. Hujan kembali mengguyur malam itu.Edeline tidak akan tenang sendirian. Edeline masih dihantui kegelisahan serta rasa takut yang mencekam jiwa sejak menerima paket ancaman pagi tadi. Dia juga tak akan aman berada di rumah sejak mengetahui office boy yang mengantarkan paket ancaman itu adalah orang asing yang menyamar.Mengingat tindakannya itu, pria itu bisa saja kembali mengganggu Edeline. Edeline juga menduga kuat jika pria itu sudah memantau Edeline. Apakah pria itu adalah ayah tirinya? Edeline menggelengkan kepala. Sangat mustahil rasanya pemikiran itu mengisi kepala.Ibu kandung dan ayah tirinya masih menjalani hukuman di penjara atas kasus yang menjeratnya. Baik Abraham sampai Rebecca pun tidak pernah menyinggung perihal keduanya yang sudah terbebas.Sudah pasti pria itu bukanla