Share

Vinson si Biang Kerok

Teriakan yang begitu familiar segera saja langsung mengagetkan mereka berdua. Gaara langsung tersentak ke belakang, sementara Esther langsung mengambil kesempatan untuk menutupi dadanya dan beranjak turun dari meja dapur untuk menjauhkan dirinya dari si tuan mdua. Rasa kaget bercampur malu menjadi satu dalam diri Esther. Dia sangat takut Stella bisa melihat bekas mulut Gaara yang mengulum dadanya tadi.

Esther melirik ke arah Gaara, ekspresi pria itu bisa dibilang terlihat geram lantaran kesenangannya harus diganggu secara paksa oleh seseorang. Dia melempar pandangan tajam ke arah asistennya yang sudah berdiri tidak jauh dari mereka.

“Tunggu dulu, jangan marah padaku begitu. Tuan Gaara. Aku sengaja berteriak karena jika tidak, kau mungkin tidak akan menyadari bahwa temanmu sejak tadi sudah menunggu di depan dapur,” tutur Stella santai.

Lalu seakan diberi aba-aba orang yang dimaksud teman oleh Stella muncul dari balik badannya. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada dia memasang senyuman paling kurang ajar yang pernah ada. Dia adalah Vinson, laki-laki paling Esther benci sekampus karena hobby mengganggu dirinya. Kontan ekspresi Esther langsung mengernyit tidak suka atas kehadiran orang itu.

“Aku tidak tahu kalau kau sedang bersenang-senang Gaara. Aku tidak pernah punya niat untuk menganggumu. Tadinya aku mau langsung pergi, tetapi asistenmu datang dan dia jadi berteriak,” ungkap Vinson seraya mengedikan bahu ke arah Stella sebelum kembali memandang Gaara dan juga Esther.

Tetapi sejurus kemudian tatapan pria itu terhenti pada Esther, pria itu memandangnya dari atas ke bawah seolah sedang mencemooh dirinya. Lalu setelah itu dia menatap pada Gaara. “Kurasa kau perlu mandi air dingin, Gaara. Kita akan bicara setelah itu.”

Sepeninggal Gaara kini hanya ada Esther dan Vinson. Stella juga undur diri karena wanita itu perlu bekerja memenuhi keperluan Gaara. Tetapi situasi ini justru membuat Esther tidak nyaman.

Well … well … Esther,” ujar Vinson sambil bertepuk tangan lambat-lambat yang jelas sedang mencoba untuk mencacinya sekarang. Seolah tidak cukup dengan apa yang dia telah perbuat di kampus, pria itu kembali merundungnya disini. Seperti bila dia tidak melakukannya dia akan mati.

Esther sendiri menatap datar pada lelaki itu. Sesungguhnya dia amat jijik tatkala mendengar namanya di sebut dengan nada manis dibuat-buat. Tetapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa lantaran orang ini baru saja memergokinya melakukan hal tidak senonoh. Dia terlalu malu setelah perbuatannya dilihat oleh laki-laki ini.

“Siapa sangka kalau ternyata Esther yang so suci se-kampus malah membiarkan dirinya digerayangi seorang berandalan macam Gaara,” ujar Vinson sambil mengikis jarak diantara mereka.

Esther sendiri berusaha mengabaikan laki-laki itu, menganggapnya tidak ada sudah bagian dari hidup Esther. Jadi apa bedanya sekarang? 

“Hah, masih punya nyali juga kau bertingkah sombong dengan mengabaikanku. Apa kau pikir setelah kau bisa bermesraan dengan Gaara kau adalah pemenangnya?” Bahu Esther menegang tatkala merasakan pria itu sudah memposisikan diri tepat dibelakangnya. “Kau pikir hanya kau satu-satunya perempuan yang disentuh dengan cara seperti itu oleh Gaara didapurnya?” tambah Vinson lagi, kali ini diikuti dengan sindiran yang tajam.

Wajah Esther memerah, sejujurnya dia juga tahu betul soal itu. Dia tahu bahwa dia bukan satu-satunya dan itu sebabnya pula dia merasa sangat bodoh atas apa yang sudah terlanjur terjadi. Memikirkan Gaara melakukan hal serupa dengan perempuan lain di tempat yang sama, entah kenapa membuat dadanya terasa sesak.

Vinson tertawa kecil mendapati ekspresi Esther yang muram, dia seolah cukup puas memberikan guratan menyakitkan kepadanya dengan cara ini. “Sejujurnya ini pertama kalinya aku memergoki dia dengan seorang perempuan, dan adalah sebuah kejutan sekali menemukanmu bersamanya disini. Tapi yang jelas kau kalah jauh dengan perempuan yang pernah dia bawa ke tempat tidurnya.”

“Sebenarnya apa maumu?” Esther kini memutuskan untuk melawan. Kupingnya terasa panas mendengar ocehan pria itu sejak tadi.

“Seharusnya aku yang bertanya, apa yang sedang kau lakukan disini?” Vinson memegang kedua bahu Esther erat-erat bahkan nyaris terlalu keras sehingga Esther sampai mengernyitkan wajahnya karena itu.

“Apa pun yang aku lakukan disini itu bukan urusanmu!” sambar Esther geram.

“Oh ya? Kau sadar saat ini bicara dengan siapa?”

“Bedebah busuk yang usil terhadap hidup orang lain.”

“Setidaknya aku bukan perempuan yang bertingkah so suci di kampus tapi berkeliaran tanpa celana di rumah laki-laki asing di pagi hari,” sahut Vinson mencelanya. “Esther, Esther … melihat keadaanmu sekarang kau ini seperti baru saja mengakui seberapa murahnya harga diri yang kau agungkan itu.”

Mendengar kata murahan terucap dari bibir Vinson. Tangan Esther sesungguhnya sangat gatal untuk melayangkan tamparan. Tetapi gadis itu menahannya sehingga tangannya terkepal dan gemetar di samping tubuhnya.

Melihat respon Esther yang demikian, Vinson menyeringai padanya. “Seluruh tindakan dan ucapanmu terlalu berkebalikan. Meski kau menutupinya, aku bisa melihat tempat dimana Gaara menghisapmu tadi.”

“Brengsek!” Esther menjauh dari Vinson dan mendorongnya. Ini gila! Seluruh situasinya terlalu tidak sejalan. Apa yang dikatakan Vinson ada benarnya, dan itu membuat Esther frustasi akan dirinya sendiri. Kata-kata menohok yang pria itu ucapkan membuatnya merasa memang pantas mendapatkannya.

“Kau menolakku dan mengataiku brengsek. Tetapi beberapa saat yang lalu kau mendesah-desah saat Gaara menggerayangi tubuhmu. Dasar perempuan munafik.” Suara Vinson yang dalam membuat bulu kuduk Esther berdiri. Bahkan entah bagaimana caranya tiba-tiba saja Esther sudah terdesak diantara tubuh Vinson dan dinding. Pria itu sudah berada dibelakang tubuhnya dan karena jarak mereka yang begitu dekat Esther bisa merasakan napas hangat pria itu dibelakang lehernya.

“Tapi kau tahu fakta uniknya? Aku suka suaramu saat itu,” bisik pria itu pelan dan sejurus kemudian sesuatu yang hangat dan basah tiba-tiba saja sudah menempel di leher Esther.

Begitu sadar bahwa benda itu adalah lidah si brengsek Vinson, secara otomatis Esther langsung berbalik dan mencoba untuk memberinya satu tamparan. Untung saja tamparan keras yang dia layangkan sukses dan membuat pria itu terdiam cukup lama. Dia secara perlahan menyentuh pipi bekas tamparan Esther, sementara gadis itu sibuk mengatur napasnya yang memburu karena amarah. Belum pernah seumur hidupnya dia kehilangan kontrol seperti ini. Tetapi bila itu karena Vinson, Esther tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukan kekerasan. 

Ketika Esther pikir pria itu akan berhenti, tanpa diduga dia malah tertawa sendiri. “Kau menamparku? Gila! Ini gila sekali!”

“Tutup mulutmu brengsek!” Esther secara impulsive melemparkan sebuah piring melamin yang dia dapat dari bak cuci piring. Tetapi dengan mudah Vinson dapat menghindarinya, sehingga piring tersebut berakhir teronggok dilantai.

“Apakah ini sebuah deklarasi bahwa kau menyukai Gaara? Kau sesuka itu padanya?”

“Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan? Aku tidak menyukai dia!”

“Benarkah?” seringai Vinson makin melebar mendengar pernyataan Esther. Biasanya dia selalu membosankan, tetapi saat dia membawa Gaara dalam permainan entah kenapa reaksi yang gadis itu berikan sungguh berbeda dan dia jadi menyukainya. “Kalau begitu buktikan ucapanmu!”

Untuk apa hal seperti itu perlu dilakukan? Mereka bahkan bukan remaja puber. “Untuk apa pula aku perlu membuktikan hal itu?”

“Aku punya rekaman video apa yang kalian perbuat di dapur ini, pasti akan bagus bila bukan hanya aku saja yang tahu soal ini.”

Mulut Esther terbuka mendengar omong kosong yang baru saja dikatakan oleh Vinson kepadanya. Sejujurnya itu penawaran yang menarik. “Apa yang kau mau?”

“Sederhana, jinakanlah Gaara Maxwell, maka aku akan berhenti mengganggu hidupmu lagi.”

Esther terdiam, dia menatap pria itu lekat-lekat. Dia sungguh tidak menyangka bahwa pembicaraan ini akan terdengar sedikit lebih serius. Yang dia tahu adalah Gaara adalah kawannya sendiri, tetapi mengapa dia menginginkan Esther untuk melakukan hal seperti itu?

“Kau sakit jiwa!”

“Intinya kau setuju atau tidak? penawaran ini tidak akan datang dua kali. Aku tunggu jawabanmu paling lambat esok hari. Jika kau tidak memberiku jawaban, kau semua orang akan tahu apa yang aku lihat hari ini,” ujar Vinson sambil berlalu dari ruangan tersebut.

Dia cukup puas melihat ekspresi wajah Esther yang pucat pasi. Sesuatu dalam diri pemuda itu mengatakan bahwa gadis itu pasti akan mau menerima tawarannya cepat atau lambat. Dia tidak bisa menunggu sama sekali untuk melihat kehancuran Esther di depan matanya.

"Mati aku!" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status