Satu jam kemudian, Esther benar-benar lelah secara batin. Jika saja dia dirumahnya sendiri dia mungkin sudah melakukan apa saja untuk menyalurkan rasa frustasi berlebih yang kini sedang dia rasakan. Gaara Maxwell, benar-benar tidak bercanda ketika dia bilang bahwa pengetahuannya di bidang kuliner adalah nol besar.
Mulai dari hal sesederhana memecahkan telur saja, pria itu malah berakhir meremukannya tanpa ampun. Esther sebelumnya juga yakin mewanti-wanti lelaki itu memasukan dua sendok baking soda ke dalam adonan mereka. Tetapi yang terjadi dia malah memasukan baking soda tersebut sesuka hatinya. Seakan belum cukup atas kekacauan yang dia buat, sekarang Gaara malah memprotes bentuk dari kue yang harus mereka buat.
“Temanya kan paskah, Gaara. Jadi tentu saja kita harus membuat bentuk kelinci agar sesuai dengan tema,” jelas Esther lemah. Dia sudah kehilangan banyak tenaga untuk membereskan setiap kekacauan yang Gaara buat selama proses memasak.
“Kau pasti bercanda, memangnya kau percaya dengan adanya kelinci paskah? Itu cuma karangan orang gereja dulu. Daripada membuat bentuk kelinci lebih baik buat rakun saja.”
Malas berdebat dengan si tuan muda pada akhirnya Esther mengalah. Dia membuat dua bentuk berbeda di dua loyang secara terpisah. Satunya kelinci sesuai tema dan yang satunya lagi rakun karena Gaara benar-benar tidak bisa di nego untuk itu. Setelah itu, kekacauan kembali diciptakan oleh Gaara. Hasil dari bentuk rakun yang dia buat hancur berantakan. Hal tersebut tentu saja membuat mereka berdua harus mengulang adonannya sampai tiga kali. Untungnya Esther punya kesabaran yang cukup tebal untuk mengimbangi sifat kepala batunya Gaara.
“Akhirnya jadi juga,” ungkap Gaara seraya menghembuskan napas lega setelah melihat adonan cookies cokelat ke empat pada mangkok ditangannya.
“Biar aku yang membentuknya!” sahut Esther cepat sambil mengambil mangkok tersebut dari Gaara dan memulai pekerjaannya membentuk satu persatu adonan tersebut menjadi kelinci dan rakun. Melihat upaya yang dilakukan Esther, Gaara tidak menjegalnya. Dia cukup tahu diri untuk melakukan hal lain dibandingkan kembali membuat ricuh seperti sebelumnya.
“Kalau aku tidak boleh membentuknya, lalu apa yang harus aku lakukan?” tanya lelaki itu polos.
“Tolong panaskan saja opennya.”
Lelaki itu melakukan apa yang diintruksikan lalu setelahnya duduk diatas kursi di dekat meja dapur. Dia melihat Esther telah menyelesaikan dua Loyang cookies mereka dan benar saja bentuknya sangat lucu dan tepat. Tidak seperti milik Gaara sebelumnya. Gaara mengambil kedua Loyang tersebut dan memasukannya ke dalam oven.
“Yang perlu kita lakukan sekarang hanyalah menunggu.”
Kesunyian mengikuti kata-kata Gaara. Sementara Esther yang notabene tidak tahan dengan sesuatu yang berantakan di depan matanya memutuskan untuk membersihkan segala kekacauan yang telah Gaara buat.
“Hey! Kau tidak perlu melakukan itu. Aku membayar pelayan untuk melakukan itu,” ujar Gaara ketika melihat Esther mulai bergerak mengelap tumpahan adonan di lantai.
“Kita harus bertangggung jawab terhadap sesuatu yang sudah kita mulai hingga tuntas,” sahut Esther mengabaikan Gaara dan tetap membersihkan noda yang kemungkinan akan melekat kuat di lantai bila dibiarkan lebih lama.
Gaara yang diacuhkan hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kesal, dia memutuskan menghampiri Esther dan berjongkok di dekat perempuan itu. “Aku tidak tahu kalau ternyata kau ini keras kepala juga ya?” Dia menarik Esther berdiri kemudian meraih kain lap yang ada di tangannya secara paksa untuk kemudian dia lemparkan sembarangan sehingga gadis itu tidak akan bisa meraihnya lagi. “Tapi sayangnya aku jauh lebih keras kepala darimu.”
Esther cuma bisa melongo melihat kelakuan Gaara, dia kehilangan kata apalagi saat lelaki itu mendorongnya ke kursi dan mendudukan dia disana. Gaara sendiri memposisikan dirinya duduk disebelah Esther. Dalam situasi ini Esther tidak berani menatapnya dan malah menyibukan dirinya dengan mengaduk-aduk sisa adonan cookie di dalam mangkok di atas meja dapur.
Gaara memperhatikan setiap detail gerakan gadis itu dan menyadari bahwa sanya Esther tampak sedang gelisah. Dia juga tahu bahwa dirinya sendiri adalah penyebab dari kegelisahan gadis itu. Gaara bisa menebak bahwa gadis yang sekarang berada di dekatnya ini kelihatannya bukan tipe gadis yang sering mendapatkan perhatian dari pria, jadi ketika dia tiba-tiba mendapatkannya dia jadi bingung sendiri harus melakukan apa.
Sesuatu pasti terjadi semalam, dia yakin itu. Sebab tiap kali kulit mereka bersentuhan Esther akan langsung canggung kepadanya secara otomatis. Gaara menyeringai ketika dia mendapati lidah Esther tanpa sadar menjilati sendok yang berlumur adonan cookie tersebut. “Ada cokelat di ujung bibirmu … Sini biar aku bersihkan.”
Tanpa menunggu jawaban Esther, Gaara langsung menjilat adonan kue di ujung bibir gadis itu sebelum akhirnya lidahnya pindah untuk menjilat tepat pada bibirnya, lalu berpindah pula ke rahang gadis itu dan menghentikan petualangan liarnya dengan mencium bibir Esther dengan super lembut.
Esther terkesiap dan menjatuhkan sendok yang sedang dia pegang ke lantai. Dari keterkejutan Esther, Gaara malah mengambil kesempatan untuk memasukan lidahnya dan merasakan sisa adonan cookies yang ada di dalam mulut Esther, dan hal itu membuatnya mengerang.
Perlahan-lahan tangannya merayap ke bagian belakang apron yang sedang Esther kenakan, mulai menarik lepas ikatan tali di belakangnya dengan sangat lihai tanpa perlu menghentikan ciuman yang sedang terjadi diantara mereka berdua.
Gaara secara perlahan turun dari kursinya, menarik gadis itu turun lalu dengan mudahnya mengangkat tubuh Esther dan mendudukan dirinya di atas meja dapur. Tangan Gaara merayap ke rambut panjang Esther untuk dia genggam dan kemudian dia tarik dalam satu gerakan sehingga membuat gadis itu mendongak dan mengekspos leher jenjangnya pada Gaara.
“Indah sekali,” gumam Gaara sambil tersenyum yang kemudian langsung mendekatkan bibirnya kesana.
Ciuman Gaara turun ke leher gadis itu, memberinya jilatan-jilatan kecil yang menghantarkan sengatan-sengatan mematikan kepada Esther. Sesekali pula Gaara menghisapnya dan memberi gigitan kecil dibeberapa titik. Lelaki itu sungguh sangat menikmati suara desahan yang keluar dari mulut Esther. Sepertinya ini adalah pengalaman pertamanya dan hal tersebut membuat Gaara semakin bersemangat.
“A—Aku tidak bisa melakukannya Gaara, ini tidak benar ….” Ada sisi akal sehat Esther mencoba mengabaikan rasa nikmat yang telah Gaara berikan untuknya. Ini kali pertama dan dia merasa sensasi asing nan menggelitik ini sedikit membuat dia merasa cemas dan takut.
Tetapi protes tersebut sama sekali tidak Gaara gubris. Dia mengabaikannya dengan mudah. Bagi Gaara perempuan memang selalu demikian, mengatakan apa yang sebenarnya tidak dia inginkan. Menolak karena malu. Itu hal yang biasa buat Gaara.
Sebaliknya tangan Gaara mulai merayap menuju ke bagian depan Esther yang menggodanya sedari awal. Dia menyeringai ketika menemukan gadis itu tidak mengenakan bra dan bagian puncaknya sudah menegang dibalik kaos tipis yang dia kenakan. Telapak tangan lelaki itu mengusap pelan ujungnya. Membuat Esther merasakan tarikan kuat seperti serangan rasa lapar yang jauh dari dalam dirinya.
“Oh Tuhan ….” Ini gila. Dia mendesah.
Rasanya benar-benar nikmat. Hasrat, ketertarikan atau apa pun itu, rasanya sungguh menyenangkan dan menggoda, tetapi disaat yang bersamaan juga menakutkan lantaran bila dia tidak segera menghentikan aksi lelaki ini. Bisa jadi dia akan semakin tambah brutal dan dirinya akan semakin lemah untuk dapat melawan. Sudah jelas itu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang akan jauh lebih merusaknya dari pada terenggutnya ciuman pertamanya semalam.
“I—Ini tidak benar! Aku tidak bisa melakukan ini! kita harus berhenti!” Esther mengujar sedikit melengking dengan napas memburu, mencoba mendorong Gaara menjauh dan menghentikan Gaara yang sepertinya makin tergoda untuk berbuat lebih.
Persis seperti semalam seluruh upaya yang Esther lakukan sama sekali tidak menghentikan Gaara. Pria itu seperti telah kehilangan akal sehatnya. Dia malah menyosor bagian depan tubuhnya. Memancing erangan nikmat untuk sekali lagi keluar dari tenggorokan Esther.
“YA TUHAN! DITINGGALKAN SEBENTAR SAJA SUDAH BRUTAL, SETIDAKNYA JIKA KALIAN MAU MELAKUKAN ITU LAKUKANLAH DI KAMAR!”
Teriakan yang begitu familiar segera saja langsung mengagetkan mereka berdua. Gaara langsung tersentak ke belakang, sementara Esther langsung mengambil kesempatan untuk menutupi dadanya dan beranjak turun dari meja dapur untuk menjauhkan dirinya dari si tuan mdua. Rasa kaget bercampur malu menjadi satu dalam diri Esther. Dia sangat takut Stella bisa melihat bekas mulut Gaara yang mengulum dadanya tadi.Esther melirik ke arah Gaara, ekspresi pria itu bisa dibilang terlihat geram lantaran kesenangannya harus diganggu secara paksa oleh seseorang. Dia melempar pandangan tajam ke arah asistennya yang sudah berdiri tidak jauh dari mereka.“Tunggu dulu, jangan marah padaku begitu. Tuan Gaara. Aku sengaja berteriak karena jika tidak, kau mungkin tidak akan menyadari bahwa temanmu sejak tadi sudah menunggu di depan dapur,” tutur Stella santai.Lalu seakan diberi aba-aba orang yang dimaksud teman oleh Stella muncul dari balik badannya. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada dia memasang sen
Seorang gadis dengan rambut brunette-nya berada dalam posisi duduk di sebrangnya. Kedua kakinya yang jenjang tersilang, mengekspos keindahannya. Sementara tangan kirinya sibuk mengetikan sesuatu pada ponselnya dengan tangan kanan yang memegang sebuah rokok. Sesekali gadis itu menghisap rokoknya lalu menghembuskan asapnya ke udara dengan santai. Sesekali dia juga melemparkan senyuman menggoda ke arahnya.Nara menghembuskan napas jengkel, sejujurnya dia juga sangat ingin merokok sekarang tetapi dia masih punya otak untuk tidak melakukan hal itu di dalam ruangan. Hal yang lebih buruk baginya adalah berada dalam situasi menunggu dengan hanya berdua saja dengan gadis itu disana. Entah kebetulan atau bagaimana tetapi yang pasti Nara bisa menebak bahwa perempuan itu punya urusan yang sama dengannya.“Siapa namamu?” tiba-tiba saja perempuan itu mengajaknya bicara, sepertinya dia sudah bosan dengan ponselnya dan memilih fokus dengan dunia nyata.Nara hanya melirik sebentar sebelum akhirnya mem
Esther menemukan dua orang sedang bercumbu mesra di atas tempat tidur. Vinson (orang yang paling tidak ingin dilihatnya) sibuk melumat bibir seorang mahasiswi yang beberapa saat lalu baru saja masuk ke kelas bersamaan dengan Nara. Sebelah tangan Vinson menahan kepala gadis itu, sementara tangannya yang lain berada di dalam roknya. Ciuman itu tampak penuh gairah dan hasrat sehingga mereka nyaris tidak menyadari keberadaan Esther yang berdiri shock disana seperti orang bodoh.Esther yang menyadari bahwa mereka belum tahu keberadaannya langsung mengambil seribu langkah hendak pergi sebelum akhirnya dia mendengar suara Vinson dari balik bahunya. “Lihat siapa yang mengintip kita, apa kau menginginkannya juga Esther?”Sadar bahwa pria itu tidak akan melepaskannya, pada akhirnya meski masih dalam kondisi kaget bercampur malu Esther menghadap pria itu dan memandang nyalang kepadanya. “Bukannya kau berpacaran dengan Nelsy?” balas gadis itu.Sebetulnya itu bukan urusannya, hanya saja dia kesal
Gaara sebenarnya sama sekali tidak punya niat untuk mengejar perempuan yang telah memicu kehebohan di kafetaria, tetapi naasnya dia malah mendapati perempuan itu bersandar pada loker miliknya. Kebetulan area loker saat itu sepi, hanya ada dua atau tiga orang saja dan itu pun sibuk dengan urusan masing-masing. Namun begitu orang menyadari keberadaannya kebanyakan dari mereka memilih kabur atau pura-pura tidak melihat. Gaara sendiri tidak mengerti mengapa semua orang bersikap demikian, tetapi lebih dari itu dia tidak mau ambil pusing.Begitu Gaara mendekat, gadis itu sama sekali tidak bergeming, bahkan dia mungkin tidak menyadari kehadiran Gaara sama sekali. Karena itulah Gaara sengaja membuka lokernya yang kebetulan bersisian sampai menimbulkan bunyi cukup nyaring yang membuat gadis itu sedikit terlonjak.Dari ekor matanya Gaara bisa melihat bahwa dia agak panik dan cepat-cepat membuka loker miliknya juga, mencoba untuk menyembunyikan wajahnya. Buat Gaara sejujurnya itu hiburan tersend
Saat itu memasuki jadwal Esther berbelanja kebutuhan dapur mingguannya. Makanya pagi-pagi sekali Esther sudah membawa mobil kesayangannya untuk berbelanja. Tetapi di perjalanan dia menyadari bahwa kilometer SUV-nya telah mencapai sepuluh kilo meter lebih. Disaat yang bersamaan pula dia merasakan bahwa setir mobilnya terasa menjadi dua kali lipat lebih berat dari biasanya. Berdasarkan pengalamannya, itu berarti bahwa sang Land Rover kesayangannya sudah perlu di servis.Karena itulah disinilah dia sekarang, memarkir Discovery 4-nya di dalam sebuah bengkel lalu bergegas turun dan menyapa seorang montir yang telah menjadi langganannya sejak lama. Wajah pria paruh baya itu langsung berseri menyadari kehadiran Esther di bengkel mobilnya. “Selamat siang Nona Esther,” sapanya sambil membungkukan badan sebagai tanda menghormatinya membuat Esther tersenyum canggung.“Sudah saya bilang Paman tidak perlu sampai harus membungkuk seperti itu, anggap saja saya seperti pelanggan biasa,” kata Esther s
Seringai pria itu makin melebar ketika melihat wajah Esther tersentak dan bersemu merah. “Y—ya? Err … m—maksudku tidak begitu, tapi …ugh!” Dia menghela napas frustasi dan diam beberapa saat seolah sedang mengumpulkan kata-kata dikepalanya. Kelihatannya dia cukup jengkel lantaran dia tiba-tiba jadi gagap sendiri. “Jika kau tidak keberatan,” pungkas gadis itu pada akhirnya, terlihat agak malu-malu.Jika mengabaikan cara berpenampilan Esther, Gaara sebetulnya suka padanya karena semakin berinteraksi dia punya sisi yang … lucu? Dia memang kalah dari Elise Northway. Pembawaannya juga tidak sebersinar Nelsy sang bintang kampus. Tetapi Esther punya sesuatu yang membuat atensi Gaara terhadapnya selalu utuh.Dia suka ketika melihat bibir gadis itu bergerak ketika bicara dan gugup sendiri apalagi ketika dia gelisah. Dia bahkan menemukan dirinya turn on hanya karena menyadari gadis itu kerap membasahi bibirnya setelah menggigitnya sendiri. Seperti dia sedang mengundang Gaara untuk mencicipi bibi
Gaara mengangkat bahu. “Lalu kau sendiri bagaimana?”“Apanya yang bagaimana?” sahut Esther tidak mengerti.Gaara memutar mata mendengar jawaban gadis itu. “Hobimu.”Esther sejujurnya tidak menduga bahwa celetukan pertamanya akan benar-benar menghasilkan sebuah konversasi dua arah seperti ini. Dia bahkan tidak sama sekali berpikir bahwa Gaara akan kembali bertanya. Tetapi setitik harapan setidaknya tumbuh berkat itu, sebab sepertinya laki-laki itu menunjukan adanya sedikit ketertarikan pada pembicaraan iseng ini atau mungkin ini caranya menghargai.“Aku suka masak,” sahut Esther mengingat kegiatan yang membuat dirinya senang. Ada beberapa memang, tetapi akhir-akhir ini dia kerap kehilangan selera untuk melakukannya. “Aku juga suka seni …”Sepertinya gadis ini tipikal anak yang dicekoki banyak hal oleh orangtuanya sejak masih belia, pikir Gaara.“Ah … dan kurasa aku juga suka berenang. Sebenarnya lebih kepada aku suka dengan air,” tambah Esther lagi sambil tersenyum lemah. Untuk yang te
“Kau bilang ide yang bagus kan sebelumnya? Jadi ayo kerumahku dan berenang,” ujar pria itu lagi dengan santai.Esther hanya bisa menganga, dia menatap langit yang sudah mulai berubah warna menjadi oranye di luar sana. “Aku memang bilang kalau itu ide yang bagus, tapi bukan berarti aku mau berenang sekarang juga.”“Besok kan kau tidak ada kelas,” sahut pria itu singkat, yang sekali lagi membuat Esther hanya bisa mengerjapkan matanya.Bagaimana dia tahu soal itu?Namun sebelum dia bisa mengeluarkan suaranya lagi untuk protes, mereka sudah masuk ke dalam gerbang kediaman keluarga Maxwell yang megah. Mau menolak atau kabur juga rasanya percuma, toh laki-laki itu yang memegang setir mobilnya sekarang. Belum lagi dia jadi ingat perkataan si paman montir soal Gaara yang pemaksa. Sudah jelas keputusan pria itu menjadi sesuatu yang sifatnya mutlak.Gaara keluar lebih dulu dari mobilnya, sementara Esther masih sibuk melepas sabuk pengaman. Esther pikir laki-laki itu akan meninggalkannya, tetapi