Pov Gita"Mel, aku ke toilet bentar ya," ujarku lalu bangkit dan beranjak menuju tolilet. Ketika aku berjalan menuju tolilet, terdengar suara Melly memanggilku. Aku menoleh padanya, dia melambaikan tangannya ke arahku agar aku kembali ke tempat duduk. Namun, karena aku terburu-buru, aku hanya menoleh ke arahnya sembari melemparkan senyum simpul. "Bentar," ucapku pelan, namun pasti Melly memgerti dengan apa yang kuucapkan, melalui gerakan bibirku. Beberapa menit kemudian, aku kembali ke tempat Melly duduk."Lama amat sih ke toiletnya. Lagian tadi disuruh balik kok malah ngeloyor aja pergi," gerutu Melly sembari mengerucutkan bibirnya. Dari raut wajahnya dia tampak kesal sekali."Memangnya ada apa sih, Mel?" tanyaku penasaran. "Tadi sepertinya aku lihat suamimu di sana, sama perempuan," ucap Melly seraya menunjuk ke arah dimana dia melihat Aldo."Gak mungkin, Aldo lagi di toko. Ada barang masuk. Dia udah izin sama aku tadi," terangku pada Melly. "Kayaknya aku gak salah lihat deh,
Aldo Ditangkap Polisi?Aku sedang menyisir rambut, ketika Aldo masuk ke kamar. "Sudah bangun, Sayang?" sapanya lalu mendekati dan ingin menciumku. Namun, aku mengelak."Mandi dulu, gih. Bau alkohol di badanmu belum hilang, membuat aku mual," ujarku masih terus menyisir rambut. Aldo tersenyum seraya menggaruk kepalanya. Lalu mengambil handuk yang tersangkut di di dinding dekat pintu kamar mandi. Dia langsung melaksanakan ritual mandinya.Aku beranjak ke luar kamar menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan, kulihat Bi Darmi sedang sibuk menata makanan di atas meja makan. "Masak apa, Bi?" tanyaku pada wanita paruh baya itu. Bi Darmi memang tinggal di rumah kami, karena dia darang dari kampung dan tak punya siapa-siapa di sini. "Masak nasi goreng kesukaan Ibu," sahutnya seraya tersenyum lebar. "Mayra sudah bangun?" tanyaku lagi. Selama ini, Mayra dan Bi Darmi tidur satu kamar, agar ada yang menjaga Mayra di malam hari. "Sudah, Bu. Dia sudah mandi. Itu lagi main boneka di dalam
Aldo Ditangkap Polisi 2Waktu terus berjalan, hingga akhirnya anak kami lahir, berjenis kelamin laki-laki. Kami sangat bahagia menyambut kehadiran putera kami tersebut. Aldo jadi semakin jarang ke luar rumah. Sampai detik ini, aku tidak mendapatkan kabar apa-apa tentang perselingkuhan yang mungkin dilakukan Aldo. Kata Indri, dia tidak pernah melihat atau mendengar Aldo menelepon dan menemui wanita lain. Mungkin semua yang dikatakan Aldo dulu adalah benar, dia tidak berselingkuh, hanya aku saja yang terlalu curiga. "Do, kita panggil satu orang baby sitter, ya. Aku bosenlah kalau tiap hari terus-terusan di rumah. Sekali-sekali, aku pengen juga kumpul sama temen-temenku," ujarku pada Aldo sewaktu kami sedang memandikan Farel. Ya, kami memberinya nama Farel. Usianya kini sudah tiga bulan. "Terserah kamu, Sayang. Aku setuju aja. Yang penting kamu bahagia," sahut Aldo seraya membelai lembut kepala ini. "Oke, nanti aku tanya Melly. Kemarin dia nawari baby sitter ke aku. Mudah-mudahan mas
Aku menjauhkan ponsel dari telingaku, menggenggamnya dengan sangat kuat sampai tangan ini terasa bergetar. Apa yang telah dilakukan Aldo sampai dia berurusan dengan polisi? Apa dia telah memasukkan barang curian ke toko? Atau apa?Tunggu...ada yang aneh, kenapa Aldo ditahan di kantor polisi di daerah sini? Bukankah dia sedang berada di luar kota? Ada apa ini? Apa ternyata Aldo sebenarnya sudah kembali ke sini? Trus dia membohongiku? Tapi, waktu ditelepon tadi dia mengatakan kalau dia baru bisa pulang besok. Ada apa sebenarnya? Apa yang sudah dilakukannya?"Git...Gita! Ada apa? Siapa yang ditahan?" Panggilan Melly membuyarkan lamunanku. Sahabat yang selama ini menjadi teman curhatku itu tampak khawatir melihat aku yang diam saja setelah menerima telepon dari polisi. "Aldo, Mel, Aldo ditahan di kantor polisi," sahutku lirih. Hatiku bergemuruh hebat. Aku belum yakin benar dengan kabar yang baru saja kuterima. "Kok bisa? Salah apa dia?" tanya Melly lagi, raut wajahnya juga menunjukkan
"Tunggu di sini saja, Bu. Saya akan membawa Pak Aldo ke sini,"ujar polisi tersebut seraya menunjuk ke dua buah bangku panjang yang dipisahkan oleh sebuah meja kayu di tengah-tengahnya. "Baik, Pak," sahutku, lalu aku duduk di salah satu bangku panjang tersebut.Aku mengitari ruangan ini d ngan pandanganku. Rasanya agak sedikit berbeda dengan ruangan yang berbentuk lorong tadi, terasa lebih l ga dan segar, mungkin karena ada fentilasi udaranya, walau hanya sedikit. Tak lama, polisi tadi datang bersama Aldo. Aldo langsung mengambil tempat duduk tepat di hadapanku. Wajahnya sangat memelas, dengan pakaian yang sangat lusuh dan rambut acak-acakan, dia menatapku sendu. "Git, tolong aku, Git! Keluarkan aku dari sini! Aku tidak bersalah, Git. Aku dijebak," ujarnya memelas. Aldo ingin meraih jemari tanganku, namun cepat aku menarik tangan dari atas meja. Tak sudi rasanya bersentuhan dengan lelaki kotor, yang sudah menghianatiku."Dijebak? Kau pikir aku percaya dengan semua omong kosongmu? D
Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap hendak berankat ke toko. Aku akan mengambil alih semua hal di toko. "Bi Darmi, saya langsung berangkat, ya. Saya sarapan di luar saja. Buru-buru soalnya. Tolong jaga dan awasi anak-anak, ya. Terutama,Ningsih, tolong awasi dia agar lebih teliti merawat Farel!" ujarku kepada Bi Darmi yang sedang mencuci piring di dapur."Iya, Bu. Ibu mau kemana? Pagi-pagi begini sudah siap-siap mau berangkat," tanyanya hati-hati."Saya mau ke toko. Mulai hari ini, saya yang akan menangani urusan toko," ujarku lagi."Oh, baik, Bu," sahutnya, dari raut wajah Bi Darmi sepertinya ada sesuatu yang ingin ditanyakan, tapi mungkin dia tidak nerani. "Ya, sudah, saya berangkat dulu ya." Aku bergegas berjalan menuju garasi mobil. Lalu pergi meninggalkan rumah.Susana di jalan raya sudah lumayan ramai. Aku berpacu dengan beberapa sepeda motor yang hilir mudik mengatar anak sekolah, ada juga yang membawa barang dagangan. Tak kalah sibuknya, truk-truk bermuatan baramg-barang yang
Sudah satu minggu aku menjalankan usaha toko materil ini sendirian. Indri yang kuharapkan dapat membantu tak lagi datang bekerja, bahkan kabarnya pun aku tidak tahu. Tak ada satu orang pun teman kerjanya yang mengetahui tentang kabar dan keberadaannya.Selama satu minggu aku memeriksa pembukuan yang Aldo buat, aku menemukan banyak kejanggalan. Uang yang diserahkan Aldo setiap hari, setelah toko tutup tak sesuai dengan barang-barang yang terjual pada hari itu. Sepertinya Aldo mengeluarkan banyak uang, tapi entah untuk apa. "Permisi, Bu. Ada dua orang lelaki mencari Pak Aldo," ucap Tio, salah seorang pekerjaku. "Siapa dan mau apa?" tanyaku heran."Tidak tau, Bu," sahutnya pelan."Ya, sudah. Suruh masuk saja!"Tio kembali bersama dua orang berpostur tegap tinggi, berpakaian preman dengan wajah yang sangar. Aku meminta Tio kembali ke pekerjaannya."Anda istrinya Aldo?" tanya salah seoramg dari mereka. "Kemarin, iya. Sekarang sudah tidak lagi. Karena saya sudah mengurus perceraian denga
"Persediaan obatmya masih ada, Bi?" tanyaku sembari berjalan menuju kamar Mayra."Sudah hanis, Bu. Tadi sudah saya minumkan, tapi tidak ada reaksi. Hanya sisa sekali minum itu aja," sahut Bi Darmi panik. "Ya, sudah kita bawa Mayra ke klinik. Ayo, Bi, cepat!" Aku dan Bi Darmi bergegas membawa Mayra menuju klinik. Namun, baru saja kami sampai di depan pintu, Mbak Ningsih berseru memanggil."Bu...Ibu! Farel muntah-muntah terus. Kasihan, badannya sampi lemas," teriaknya dari dalam kamar Farel.Ya Tuhan, masalah apa lagi ini. Kenapa di saat aku sedang banyak masalah, kedua anakku sakit secara bersamaan. "Bentar ya, Bi. Saya lihat Farel dulu," ujarku pada Bi Darmi. Wanita paruh baya yang sedang menggendong Mayra itu mengangguk lalu duduk di sofa bersama Mayra."Lihat, Bu! Farel muntah terus. Badannya juga terasa dingin," kata Ningsih begitu aku sampai di kamar Farel."Kita bawa Farel sekalian ke klinik. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Ayo, Mbak, kita bawa segera!" Tanpa pikir panj