“Ayah, Thalita sudah pulang,” kata Thalita seraya mencium tangan ayahnya, diikuti oleh Diko.“Malam Om, perkenalkan saya Diko temannya Thalita,” ujar Diko memperkenalkan dirinya.“Malam, tumben kamu bawa teman laki-laki pula, jangan bilang kalau kalian ...” goda pak Tio seraya tersenyum genit pada anaknya.“Apa sih Ayah, Diko ini atasan aku di kantor tempat aku bekerja sekarang. Diko aku ajak mampir karena sudah mengantar aku pulang, kasihan kan kalau langsung pulang begitu saja jadi aku ajak mampir dulu ke sini,” kata Thalita menjelaskan.“Iya ... iya Sayang, justru ayah senang kamu sudah mau membawa teman pria kamu ke rumah ya nak Diko,” sahut pak Tio seraya melirik Diko.“Oh, iya Om,” jawab Diko seraya tersenyum malu-malu.“Ya sudah aku mau menidurkan Daniel dulu ya di kamarnya, Diko aku tinggal sebentar tidak papa ya?” tanya Thalita lalu dijawab dengan anggukan oleh Diko.“Oh ya Nak Diko, om permisi juga mau ke kamar mandi ya. Kamu santai saja dulu di sini, nanti kita makan
“Dek ... ke sini sebentar,” panggil Vino dari dalam rumah.“Iya kak, aku permisi sebentar ya,” pamit Thalita lalu dijawab dengan anggukan oleh Diko.“Belum pulang juga teman kamu? Ngobrolin apa aja sih kalian lama sekali,” tanya Vino penasaran.“Apa sih kak Vino kepo sekali, jadi ada apa panggil aku kemari?” tanya Thalita balik.“Tidak ada apa-apa sih, hanya ingin tahu saja. Apa dia menyatakan perasaan ke kamu? Kok sepertinya serius sekali dari tadi,” bisik Vino seraya memperhatikan Diko dari dalam rumah.“Kak Vino, kalau tidak ada hal yang penting lebih baik kakak tidur ya. Temani kak Dara itu, kasihan di kamar sendirian. Jangan kepoin aku terus,” usir Thalita.“Kamu ini sama kakak sendiri juga, kakak di sini mau melindungi kamu kalau misal dia macam-macam nanti.”“Macam-macam bagaimana, orang kita cuma ngobrol biasa. Dan lagi pun aku bisa teriak kan nanti, jadi tidak usah khawatir ya udah sana masuk kamar, bye,” ujar Thalita seraya keluar dari rumah dan menghampiri Diko lagi.
Mendengar ucapan Thalita, membuat Diko mengernyitkan keningnya. “Sedikit? Setelah semua yang aku lakukan kamu masih tidak percaya?” tanya Diko tidak mengerti dengan isi hati wanita di depannya.Thalita tersenyum. “Tadinya aku percaya tapi kamu cepat marah sih, jadi ya batal percayanya,” ucapnya dengan bercanda.“Jadi? Kamu percaya aku sayang sama kamu? Kamu sudah mau membuka hati untuk aku kan?” tanya Diko tak sabar.Thalita mengangguk. “Iya Diko ... aku sudah percaya kalau kamu memang sayang sama aku, aku juga mau mencoba untuk membuka hati buat kamu. Tapi kamu harus janji ya, jangan pernah buat aku kecewa. Karena sekali kamu lakukan itu, aku akan susah untuk percaya lagi sama kamu.”Dengan cepat Diko menyanggupi permintaan Thalita. “Iya aku janji, aku janji tidak akan membuat kamu kecewa. Terima kasih ya kamu sudah mau membuka hati untuk aku,” ujar Diko tidak dapat membendung lagi senyumnya.Malam itu mereka habiskan dengan menikmati waktu berdua, berdansa, bercerita, dan makan
“Maaf ya.” Thalita melepas pelukan Diko. “Tapi untuk apa aku harus kasih tahu kamu, kamu kan bukan siapa-siapa aku.”“Kalau begitu jadikan aku seseorang yang harus tahu di mana pun kamu berada, apa yang kamu lakukan, dengan siapa kamu pergi.”“Maksud kamu?” tanya Thalita tidak mengerti dengan maksud Diko.“Jadilah kekasihku, Thalita. Aku tahu aku bukan tipe pria romantis yang mungkin diimpikan para wanita. Tapi aku tulus sayang sama kamu, apa kamu ... mau terima aku jadi kekasihmu?” pinta Diko memegang kedua tangan Thalita seraya menanti jawaban.Hening...Thalita tidak menyangka akan secepat ini Diko memintanya untuk menjadi kekasih. Baru saja ia berniat membuka hatinya, namun Diko telah masuk terlalu dalam ke hatinya. Membuat Thalita tak mampu menolak untuk menerima cinta Diko, meski hatinya menerima namun tidak dengan otaknya. Keduanya belum sejalan, ia memutuskan untuk memikirkannya terlebih dulu karena saat ini ia masih tetap ingin fokus untuk penyembuhan ayahnya. Selain i
Thalita mengikuti perintah Aulia untuk duduk, di sebelahnya ada Diko dan pak Arya di seberang mereka. Sedangkan Aulia masih sibuk di dapur membuatkan minum untuk semuanya, Thalita ingin membantu tapi dilarang sehingga ia menurut saja menunggu bersama Diko dan papanya.Papa Diko sudah pensiun, namun karena jenuh dan tidak ada kesibukan sehingga beliau masih senang berkeliling kota untuk mengunjungi setiap cabang perusahaannya. Mama Diko pun demikian, di usianya yang sudah menginjak kepala 5 beliau masih aktif mengunjungi setiap yayasan yang didirikan oleh Papa Diko untuk membantu anak-anak terlantar agar mempunyai kehidupan yang lebih baik.“Kamu jangan marah lagi ya dengan Diko, dia hanya menuruti permintaan kami saja,” ujar Aulia membuka pembicaraan.Thalita mengangguk seraya tersenyum. “Iya Bu,” sahutnya.“Jadi tujuan kami memanggil Nak Thalita kemari karena ingin berterima kasih,” kata pak Arya.“Berterima kasih untuk apa ya, Pak?” tanya Thalita tidak mengerti.“Karena berkat
Diko dan Thalita berpamitan untuk pulang, Diko segera melajukan mobilnya karena hari sudah hampir gelap dan sinar bulan mulai menampakkan cahayanya. “Terima kasih ya Diko, sudah membawaku bertemu orang tua kamu. Maaf kalau tadi aku sedikit sebal dengan kamu, karena kamu sudah membohongi aku,” ujar Thalita membuka pembicaraan. “Tidak apa-apa sayang, justru aku yang meminta maaf karena sudah membohongi kamu. Aku minta maaf ya,” kata Diko tulus dan dijawab anggukan oleh Thalita. “Bagaimana tadi, apa kamu senang bertemu mama dan papaku?” tanya Diko dengan melirik ke arah Thalita sambil menyetir mobilnya. “Iya aku senang, mama dan papa kamu baik sekali sama aku. Berkat mama kamu, aku jadi bisa merasakan kasih sayang seorang ibu yang belum pernah aku dapatkan,” ujar Thalita lirih dengan mata yang berkaca-kaca. “Tidak masalah, Sayang.” Diko menggenggam tangan kanan Thalita. “Kamu bisa anggap mamaku seperti mama kamu juga ya,” lanjutnya. “Apa boleh seperti itu?” tanya Thalita. Diko meng
“Ya, dia sudah hidup bahagia dengan Vino suaminya sekarang. Jujur aku sangat mencintai Dara Pa, itu yang membuat aku dendam padanya karena telah memutuskan sepihak hubungan kami dulu. Dan lewat Thalita, aku bisa melampiaskan dendamku pada mereka,” ujar Diko lalu memberikan minuman pada papanya.Mendengar sendiri ucapan dari mulut Diko, membuat Thalita sekarang percaya dengan yang dikatakan Joe padanya saat di kantin. Hatinya terasa sakit, ia sudah mempercayakan Diko untuk menjaga hatinya agar tak dilukai namun yang ia lakukan ternyata salah. Tak seharusnya ia menerima cinta Diko yang hanya ingin memanfaatkan hubungan keluarganya dengan Dara yang ternyata mantan kekasih Diko.“Jadi kak Dara itu mantan kekasih Diko, kenapa mereka tidak pernah memberi tahu aku,” batin Thalita kecewa.Air mata tak dapat dibendung lagi dan mengalir begitu saja ke pipinya, segera Thalita pergi ke ruangannya agar Diko tak mengetahui bahwa ia sudah mendengar semuanya. Ia merasa marah dan sangat kecewa, Dik
“Tunggu, tadi kata kamu kopinya habis?” cegah Diko sebelum Thalita masuk ke kamar.“Oh ... itu tidak sengaja ketemu di dalam toples tadi,” sahut Thalita ketus lalu masuk ke kamarnya.Diko menggelengkan kepalanya, merasa heran dengan tingkah kekasihnya yang tiba-tiba seperti marah kepadanya namun ia belum tahu apa penyebabnya.“Maafkan anak om ya Diko, sepertinya dia lelah makanya sampai izin pulang kerja lebih awal.”“Tidak masalah Om, saya sangat mengerti. Biarkan saja Thalita beristirahat, saya akan berbicara dengan dia nanti.”Selama Thalita beristirahat, Diko tetap setia menunggu hingga sore hari sampai Vino dan Dara pulang dari restoran mereka. “Wah sepertinya ada tamu spesial nih, sudah lama Diko?” sapa Vino ramah.Mendengar nama Diko, membuat Thalita terbangun dari istirahatnya. “Diko? Jadi dia belum pulang juga,” batin Thalita lalu beranjak akan keluar kamar.“Apa kabar Diko?” sapa Dara yang terdengar oleh Thalita hingga membuatnya mengurungkan niat untuk keluar kamar