"Fatma, aku minta maaf gara-gara aku bayi kita sampai meninggal," ucap Ahza sambil duduk di kursi khusus penunggu pasien, kali ini di ruangan hanya ada mereka berdua, Daijah dan Fatan sedang keluar sebentar."Ini takdir Allah, sudahlah ga usah lebay." Suara Fatma terdengar sangat dingin.Sementara di hadapan pintu Wirda berdiri mematung, dadanya mulai panas lagi, ia ingin pergi. Namun, hatinya tak rela jika harus membiarkan Ahza berduaan dengan mantan istrinya.Bagiamana kalau mereka sampai balikan kembali?"Kita sudah resmi bercerai baik secara agama maupun secara negara, tinggal menunggu surat dari pengadilan keluar saja jadi, lebih baik kamu pulang, Mas.""Aku harus apa untuk menebus semua kebodohanku selama ini, Fatma?" Ahza gusar ia mengusap wajahnya berkali-kali."Yang harus kamu lakukan adalah pergi dari hidupku sejauh mungkin, dan jangan pernah menggangguku lagi.""Kenapa begitu? apa karena kamu mau menikah lagi?" Fatma melirik merasa heran dengan perkataan mantan suaminya itu
Dengan tegak Ahza melangkah perlahan, kedua pasangan itu terkejut. Namun, mereka berusaha untuk terlihat biasa saja, mencoba mengulas senyum walau secara paksa."Kamu bilang apa tadi?!" Suara Ahza pelan tapi penuh penekanan, kedua pasangan itu saling beradu pandang."He he he, kami lagi ngobrol aja kebetulan kita baru belanja, kamu sudah pulang biasanya 'kan suka malam pulangnya?" Adiguna berusaha mengalihkan perhatian, akan tetapi, Ahza sama sekali tak terkecoh."Ga usah basa-basi! Aku sudah dengar semuanya tadi!" Mata Ahza tajam menyorot mereka berdua.Sepasang suami istri itu menunduk dengan mata yang terus mendelik ke kiri dan kanan.Sial! Adiguna merutuk dalam hati."Kamu denger apa, Ahza?" Ardila berusaha bersikap setenang mungkin."Aku dengar jika kamu yang sudah menipu ayahku hingga dia kena serangan jantung, setelah itu kamu bisa menikmati uang Ayahku dan seluruh hartanya, begitu 'kan?" Ahza bertepuk tangan perlahan, hari ini ia merasa beruntung karena dengan mudah bisa meng
Satu bulan sudah semenjak Ahza kehilangan calon bayinya, sejak itu ia tak pernah mengunjungi Fatma dan kedua anaknya lantaran bergelut dengan kesibukan.Hari-hari dilalui dengan rasa sepi, hadirnya Wirda tak dapat mengeluarkannya dari ruang kesunyian. Tak dapat dipungkiri Wirda begitu ceria. Namun, itu tak bisa membuat hati Ahza berbunga.Wirda memilih bertahan dengan Ahza walau kedua orang tuanya selalu menyuruh untuk berpisah, apalah daya cinta dalam hatinya sangat besar, hingga ia tak peduli dengan hasutan kedua orang tuanya."Mas, aku tuh pengen banget momong bayi, aku sudah rindu.""Mas juga pengen banget di rumah ini ada canda dan tawa anak-anak." Permasalahan bisnis yang menghabiskan waktu, juga kasus kematian sang ayah beberapa tahun silam masih belum jua menemukan titik terang, itu semua cukup menguras fikirannya, menjadikan jiwa dan raganya menjadi lelah, hingga ia tak sempat berkunjung menemui sang buah hati."Gimana kalau kita ke dokter kandungan, Mas, aku mau promil, sup
Senja sudah mulai muncul. Namun, Ahza tak kenal lelah mencari tahu keberadaan Fatma, hampir semua kerabatnya ia datangi, tapi tak ada satupun yang tahu di mana keberadaannya, tak dihiraukan ponsel yang sejak tadi berdering, entah berapa puluh kali ia merijek panggilan Wirda.Ia sudah berusaha mengunjugi appartemen Fatan, tetapi semuanya tetap sia-sia, lelaki itu sudah lama mengosongkan appartemennya.Tidak kenal lelah, Ahza pun mendatangi kantor milik Fatan, dan lagi-lagi ia harus menelan kekecawaan saat karyawannya mengatakan jika Fatan sudah dua minggu tidak ke kantor semua pekerjaan di handle oleh orang kepercayaannya.Seribu cara Ahza membujuk Pak Danu--orang kepercayaan Fatan-- akan tetapi, pria itu tetap mengatakan jika dirinya tak mengetahui keberadaan Fatan, entah dia berbohong atau memang benar-benar tidak mengetahui.Fatma benar-benar pergi tanpa meninggalkan jejak sedikitpun, Ahza merutuk dirinya sendiri, begitu bodoh! dan begitu tak tahu diri, seharusnya ia menemui Fatma s
Dalam waktu dua Minggu ini Wirda sudah mendatangi dua orang dokter kandungan. Namun, hasilnya tetap sama, peluangnya untuk bisa mengandung sangatlah kecil.Hal itu membuat wanita berumur dua puluh lima tahun itu menjadi murung, wajahnya nampak pucat tanpa make-up, semangat hidupnya menurun drastis.Terlebih Ahza juga selalu banyak diam, fikiran lelaki itu berputar memikirkan Fatma dan kedua anaknya yang tak kunjung ditemukan.Baik Wirda ataupun Ahza tak ada yang merasa bahagia kali ini, mereka tenggelam dalam penyesalan masing-masing.Belum lagi masalah restoran yang semakin kacau karena dikendalikan oleh Adiguna, lelaki tua itu memanfaatkan keterpurukan Ahza untuk menguras uangnya sebanyak mungkin.Seperti hari ini mereka berdua sedang menyantap sarapan pagi, nasi goreng yang sudah di sajikan oleh ART terasa hambar di lidah keduanya."Mas, pokoknya aku pengen punya anak, bila perlu kita berobat ke luar negri," celetuk Wirda menghentikan makan dan menatap wajah suaminya.Ahza mendesah
Ia merasa jika dirinya lebih pantas dibanding Wirda, Zahira menatap tubuh Wirda dari atas ke bawah, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.Bener-bener engga banget!."Oh ya dimana Faisal?" Ahza mencoba mengalihkan perhatian."Aku sudah bercerai lama darinya, Za." Wanita itu sedikit menunduk lalu tersenyum kembali dengan percaya diri.Entah mengapa ada rasa yang menggebu kembali di dalam dada Zahira ketika melihat tatapan mata Ahza, dahulu ia berusaha keras mengubur rasa cintanya tapi kini, rasa itu seolah akan tumbuh kembali."Oh, sudah lama?" tanya Ahza penasaran, semenjak ia menikah dengan Fatma dan sejak itu pula Ahza tak lagi mendengar kabar tentang Zahira, wanita itu menghilang tanpa jejak.Tentu saja Zahira sengaja lakukan itu untuk mendamaikan hatinya, bagaimanapun juga merelakan Ahza menikah dengan Fatma itu tidak mudah."Emm ... ada lah sekitar dua tahunan, aku juga ga punya anak, Za," jawabnya seraya mengaduk-ngaduk minuman menggunakan sedotan."Sabar ya, mungkin kalian ga
Sinar mentari pagi mulai memancarkan sinarnya, udara Puncak Bogor yang dingin pun menyelimuti dinginnya hati Ahza dan Wirda yang mulai membeku.Sejak hilangnya kabar tentang Fatma dan kedua anaknya lelaki berparas tinggi itu memang lebih banyak diam, rasa sesal telah menghantui hari-harinya.Meski begitu, Wirda selalu berusaha mengubah suasana diantara mereka, walau Ahza sangat jarang sekali merespon.Dalam hatinya Wirda merintih merasa kesepian dan terbelenggu dalam ikatan pernikahan, cinta Ahza yang dulu begitu menggebu kini, seolah terkikis dimakan waktu.Khayalan indah yang selama ini didamba seolah hanya angan-angan semata, impiannya bisa merajut kasih hanya berdua bersama Ahza ternyata tak seindah yang dibayangkan.Fatma telah pergi begitu pula dengan cinta Ahza seolah ikut pergi bersama bayangan masa lalunya, terlebih sekarang hadirnya Zahira yang cukup mengusik ketenangan hati, wanita yang kerap berhijab modis itu hampir selalu menghubungi Ahza.Wirda tidak suka itu. Namun, ap
Matahari sudah hampir tenggelam, tetapi Ahza masih berada di perjalanan, suasana akhir pekan memang kerap kali membuat jalanan jalur puncak Bogor menjadi macet.Pandangannya lurus ke depan, alunan musik pop menghiasi Indra pendengarannya, rasa lelah dan kepala terasa pening bercampur menjadi satu.Tak terasa mobilnya sudah terparkir di carport, deru mesin mobil membuat Wirda dan mamanya celingukan ke arah luar, gegas Wirda menghampiri untuk membukakan pintu."Mas duduk dulu ya." Wirda menuntun Ahza untuk duduk bersamanya."Ini loh aku sudah punya kontak yang bisa membantu kita mengadopsi seorang bayi, mereka juga kirim photonya, lucu-lucu lho." Wirda memamerkan beberapa lembar photo bayi.Ahza terdiam, badan capek dan pegal ditambah mendengar ide konyol Wirda membuat emosinya melonjak naik, bukannya menyambut suami dengan secangkir teh hangat atau kopi, ini malah meracau tidak karuan.Ahza memijat pelipisnya yang terasa pusing, semenjak Fatma pergi tidak ada lagi orang yang menyambut