“Bantu, Mas? Dengan cara apa?” Menghilangkan perasaan cinta yang sudah terpendam lama tidaklah mudah. Terlebih lagi, Kala tampak tidak memiliki keinginan untuk melakukannya. Lelaki itu masih memuji Widi habis-habisan di dalam hatinya. Bagaimana Binar tahu? Karena setiap Kala menceritakan tentang mantannya, tampak begitu antusias. Sorot matanya berbinar cerah seolah dia tengah menceritakan kejadian yang begitu menyenangkan.Kala mengedikkan bahunya tak acuh. “Entah. Barangkali dengan membuat aku mencintaimu?” Binar menyeringai. “Aku bahkan nggak yakin Mas bisa mencintaiku.” Ingin menyudahi pembahasan itu, Binar beranjak dari sofa untuk masuk ke dalam kamar. Dia membutuhkan air dingin untuk mengguyur kepalanya supaya lebih segar dan menyingkirkan segala macam hal buruk yang ada di dalam pikirannya. Kala menatap kepergian Binar dalam diam. Perbincangan malam ini adalah sebuah perbincangan yang berat. Sebelumnya mereka bahkan tidak pernah mengusik apa pun antara kehidupan satu dengan y
“Aku hamil, Mas.” Hari sudah malam ketika Widi mengatakan itu kepada Kala. Kala yang tadinya tengah sibuk dengan laptopnya itu seketika mendongak dan sebuah tatapan terkejut dilayangkan untuk sang istri.“Hamil? Kamu hamil?” Kala meyakinkan sekali lagi dengan sebuah keantusiasan yang begitu tinggi. Berdiri dari kursi kerjanya kemudian mendekat pada Widi. “Sayang, kamu benar-benar hamil?” Kebahagiaan itu tampak begitu nyata. Kala merasakan jantungnya sudah berdetak berkali lipat dari sebelumnya. Akhirnya sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah. Akhirnya, buah cintanya dengan Widi pun muncul dan akan segera lahir dalam hitungan bulan. Akhirnya, setelah menunggu beberapa tahun, dia ada di fase ini. Namun pernyataan Widi selanjutnya membuat Kala menghentikan semua euphoria yang dirasakan.“Aku hamil anak orang lain. Selama ini, aku selingkuh.” Kala pada akhirnya tidak ingin mempercayai ucapan Widi. Perempuan itu pasti sedang bercanda. Bagaimana mungkin perempuan yang dicintai begit
“Apa yang membuat kalian akhirnya berpisah?” Kala dan Widi sudah selesai makan. Kini mereka duduk di depan televisi yang menampilkan acara satwa dan fauna. Kala duduk di satu sudut sofa, sedangkan Widi duduk di sudut yang lain. Kala sudah penasaran dengan alasan Widi yang bercerai dengan suaminya yang sudah membawanya jauh sampai ke luar Indonesia. Mendengar pertanyaan Kala, Widi sedikit muram. Tapi dia perlu mengatakannya. Perempuan itu menoleh menatap Kala yang ada di sisi kirinya. Tatapannya begitu lekat dan penuh cinta. “Aku senang kamu masih peduli denganku setelah semua yang terjadi dengan kita sebelumnya.” Widi tidak berbohong ketika perasaan hangatnya menjalar sampai ke tulang-tulangnya ketika Kala tampak memberikan perhatian lebih kepadanya. “Ada banyak ketidakcocokan sebenarnya. Dia terlalu mengekang. Tapi dia bahkan nggak mau kalau aku terlalu mencampuri urusannya. Dan juga, dia memiliki seorang perempuan lain yang membuatnya terlena.” Kala mendengarkan dengan seksama s
“Kak, ini udah terlalu malam. Biar aku yang antar.” Erza membujuk Binar. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua malam. Ibu tirinya pun memaksa Binar agar mau diantarkan oleh adiknya. Tapi Binar bersikeras menolak. “Za, aku nggak mau kamu kelelahan. Besok kuliah, kan?” tanyanya pada lelaki itu. “Kamu jaga Ayah aja. Kalau ada apa-apa kamu bisa bilang ke aku.” “Kalau Kakak nggak mau diantar, Kakak harus tetap di rumah sakit dan menginap. Besok pagi, Kakak baru pulang.” Binar tahu kekhawatiran Erza. Tapi Binar sudah sangat terbiasa dengan urusan seperti ini. Maka dia tetap pada pendiriannya untuk tetap pulang sendiri. Tanpa menunggu banyak waktu, dia pulang dengan ojek online yang sudah dipesannya. Erza bahkan tampak frustasi karena tidak berhasil membujuk kakaknya tersebut. Binar sekali lagi tidak ingin merepotkan orang lain. Selama dia bisa melakukan apa pun sendiri, dia tak akan meminta bantuan orang lain. Kecuali membuat anak, dia tidak bisa membuat anak seorang diri tanpa partn
Apakah Binar berhak marah ketika suaminya tengah bersama perempuan lain, mendapatkan perhatian dari perempuan lain, sedangkan sejak awal pernikahan mereka hanya ditujukan pada sebuah perjanjian saling menguntungkan. Binar berpikir dia tak berhak melakukannya. Terlebih lagi Kala memberikan akses kepada perempuan itu untuk masuk ke dalam kehidupannya. Seandainya Kala benar-benar ingin Binar membuatnya jatuh cinta, maka seharusnya Kala menutup aksesnya untuk perempuan mana pun. “Pagi, Mbak Bi. Kenapa sih? Kuyu banget kayaknya.” Anton menyapa dengan sebuah penilaian seperti biasanya. “Nggak papa, Ton. Gara-gara berangkat telat, macet udah nggak ketulungan. Ohya, nanti ikut meeting di luar ya. Sama aku.” “Lho … lho… kenapa aku, Mbak? Uli kan ada.” Anton yang selalu enggan keluar kantor itu segera menolak secara halus dengan mengajukan kandidat lain untuk menggantikannya. “Kan aku maunya kamu. Siapkan, dan kalau bisa deal. Kontraknya panjang itu.” Binar segera menuju mejanya tanpa men
“Permisi, Pak.” Suara Anton membuat perhatian Kala teralihkan. Dia baru saja makan siang ketika Anton masuk ke dalam ruangannya. Anton berjalan kemudian mendekat ke meja Kala. Tidak segera meletakkan dokumen kerja sama yang dibawanya namun dia melihat tiga kotak makan yang ada di meja bosnya tersebut. Satu kotak berisi nasi dan ayam goreng. Satu kotak lagi berisi kuah sayur. Satu lagi berisi irisan buah. “Waw.” Anton tersenyum bangga. “Mbak Bi memang totalitas.” Pergerakan Kala terhenti ketika ucapan itu terdengar di telinganya. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa tak bisa menelan makanannya. Mencoba bersikap biasa saja, Kala menatap Anton. “Apa yang mau kamu berikan ke saya?” tanya Kala setelah itu. “Bagaimana meetingnya?” Anton mengacungkan jempolnya. “Nggak perlu risau kalau sama Mbak Bi, mah. Kami dapat kerja sama dengan dua perusahaan sekaligus. Silakan Bapak periksa.” Anton meletakkan dua dokumen itu di atas meja. “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak.” “Kenapa kamu yang an
Binar mengingat kapan terakhir kali dia berhubungan badan dengan Kala. Mungkin satu bulan yang lalu sebelum masalah menyerang mereka. Sebelum Kala menjadi pembohong dan menyembunyikan hubungannya dengan Widi. Binar tidak begitu ingat kapan dia ‘melakukannya’ namun jika dia melihat kalender, maka dia sudah telat menstruasi selama dua minggu lebih hampir tiga minggu. “Tuhan, ini beneran ‘kan? Aku nggak sedang halusinasi?” Takut satu tes tidak cukup kuat untuk membuktikan, maka dia mengambil tes yang lain dan hasilnya benar-benar sama. Ada garis dua menandakan dia positif hamil. Binar tidak bisa menahan tangis yang keluar. Dia sebenarnya hanya iseng mengecek kehamilan hari ini. Bahkan saat dia baru saja pulang kerja, bukan di waktu pagi hari yang kata dokter hasilnya lebih paten. Perempuan itu mengelus perutnya dengan sayang dan tergugu di tempatnya. Dia duduk di lantai toilet dengan lima testpack di depannya yang menunjukkan garis dua. Binar luar biasa bahagia. Dia tidak pernah men
Binar memang tengah terbuai. Ketika dia sekarang memiliki janin di dalam perutnya, perasaan untuk memiliki keluarga utuh itu datang menyerangnya. Dia ingin memiliki suami yang mencintainya, memiliki anak-anak yang juga menyayanginya, membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia. Memangnya siapa yang tidak ingin memiliki semua itu? Meskipun Binar pernah berada dalam titik di mana dia ingin membekukan perasaannya, tapi kalau memang hubungannya dengan Kala bisa diatur ulang menjadi sebuah rumah tangga yang benar, kenapa tidak. “Aku akan membuatkan kamu susu hamil. Kamu tunggu ya.” Nyatanya, sebuah jawaban Kala yang berbelok itu menunjukkan jika Kala memang tidak ingin berusaha. Sepertinya, bayang-bayang masa lalu yang sekarang kembali ke dalam hidupnya itu membuat Kala semakin sulit untuk melupakannya. Binar mengelus perutnya dengan lembut. Mengatakan kepada anaknya jika mereka harus melewati semua ini bersama. Mulai sekarang, hidup Binar akan dicurahkan untuk anaknya. “Minumlah.”