"Kalau dipikir-pikir ya, sayang...aku yang tinggal bersama Ayah Damar dengan kehidupan yang keras, aku jadi kenyang makan asam garam kehidupan. Aku jadi merasakan bagaimana rasanya menjadi orang susah, orang miskin, selama bertahun-tahun lamanya sebelum akhirnya aku tahu bahwa ternyata aku bukan lah anak kandung Ayah Damar, melainkan adalah anak dari orang kaya raya."Nadine balas mengangguk. Kembali merasa kasihan sekaligus bangga dengan suaminya. Tapi semuanya telah terbayar sekarang. Kehidupan Aliando berubah seratus delapan puluh derajat. Bahkan, Aliando bisa membeli seisi dunia yang dia mau. Nadine juga jadi senang dan lega disaat bersamaan saat mendengar kalau pada akhirnya kedua orang tuanya Aliando luluh dan memandang kebaikan Pak Damar selama ini. Aliando telah mendapat kabar dari Ayah Damar, Pak Irawan, mau pun dari Papanya sendiri jika Ayah Damar sudah diberi rumah dan mobil mewah. Rencananya pula, Ayah Damar akan diberi pekerjaan, ditawari berbisnis, supaya kehidupann
Nadine tampak tidak tenang di tempat duduknya karena dia tengah mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf soal sikap dan perlalukannya dulu kepada Pak Damar.Pak Damar lalu beralih menyapa Nadine. Keduanya berbasa-basi singkat. "Saya senang sekali mendengar kalau kabar Ayah Damar dalam keadaan sehat dan baik-baik saja." Kata Nadine sambil mengulas senyum. Dia sudah bisa menguasai diri lagi. Pak Damar mengernyit. Hei, Nadine baru saja memanggilnya dengan panggilan 'Ayah'? Tentu saja hal itu membuat Pak Damar heran. Pasalnya, selama ini, Nadine tidak pernah memanggilnya begitu. Nadine lalu bangkit dari sofa, meraih tangan Pak Damar -hal itu membuat Pak Damar semakin heran -tapi dia membiarkan Nadine melakukan hal itu. Kemudian, Nadine mencium punggung tangan Pak Damar. Hei, bahkan sekarang, Nadine mencium tangannya? Bersikap sopan padanya?Kepala Pak Damar seketika itu langsung dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan. Pak Damar beralih menatap Aliando, seakan minta penjela
Dika turun dari mobil, detik berikutnya, terdengar suara keras yang berdebam.Pasalnya Dika menutup pintu setengah membantingnya dengan segala emosi yang tengah carut marut. Setelah berpikir bahwa mungkin saja ada orang yang tidak suka dengan kesuksesan dirinya, mungkin ada rival bisnisnya diluar sana yang ingin menghancurkan bisnisnya. Hingga akhirnya melakukan sesuatu pada bisnisnya. Oke. Sepertinya pemikiran Dika ini terlalu percaya diri. Tapi hal itu memang kerap terjadi di dalam dunia bisnis berbisnis. Pasti ada orang yang tidak suka. Rival bisnis. Namun ketika Dika memikirkan hal itu, nama Aliando lah yang pertama kali muncul di benak. Dika langsung memikirkan ancaman Aliando pada malam sewaktu pesta di rumahnya yang entah kenapa ancamannya itu benar-benar menjadi kenyataan sekarang. Awalnya Dika tidak terlalu mengindahkan ancaman itu, tidak dia ambil pusing, dia menganggap ancaman Aliando itu hanya gertak sambal saja. Tapi setelah apa yang kini terjadi pada restorannya, me
"Kamu terlalu menikmati kesuksesanmu, kamu terlalu besar kepala...mentang-mentang kamu udah jaya, udah berada di atas, terus kamu jadi lupa segalanya. Lupa daratan. Bertindak sesuka hati dan semena-mena.""Aku sih...hanya menyentil sedikit saja restoranmu itu, Dik...membantumu merobohkan restoranmu yang memang sudah mau tumbang itu dan dalam sekali sentilan jari saja, maka, boom. Hancur sudah!" Kata Aliando lagi sambil memperagakan dengan jari telunjuknya dengan seringaian lebar yang tampak menghiasi bibirnya. Kemudian, dia terkekeh pelan. Dika seketika itu merasakan dadanya sesak bukan main.Dika terus menghembuskan napas dengan berat untuk melegakan sesak yang tengah melanda. Sudah jelas sekarang kalau Aliando adalah orang yang sudah membuat restorannya bangkrut.Kini Dika tengah kalut bukan main. Rasa-rasanya dia mau menangis saja setelah mendapati dirinya yang telah hancur lebur. Tapi Dika mendadak teringat sesuatu. Soal masalah pada bar-nya. Apakah itu juga ulah Aliando? Piki
Aliando dan Nadine tengah kompak memandang Dika dengan dingin dan sinis. Lega rasanya setelah Aliando mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini dia pendam kepada sahabat yang tidak tahu diri itu. Puas diwaktu bersamaan setelah mendapati Dika pada akhirnya menyesal.Nadine juga sama lega dan puasnya seperti yang tengah dirasakan suaminya dengan apa yang tengah dilakukan oleh Dika saat ini. Nadine adalah saksi yang melihat bagimana menjengkelkannya Dika. Itu yang mereka harapkan pula, yang mereka berdua tunggu-tunggu ; moment Dika yang pada akhirnya meminta maaf, memohon-mohon, menyesal dan bertekuk lutut. "Aku sungguh menyesal, Al dengan perbuatanku ke kamu saat aku sudah sukses, aku sungguh menyesal karna aku enggak mau menganggap kamu sebagai sahabatku lagi disaat aku udah berada di atas." Ucap Dika dengan suara dan bibir bergetar, dengan kepala yang tertunduk dalam-dalam dan dengan sekujur tubuh yang tengah gemetaran hebat.Aliando dan Nadine kompak mendengus, kembali menang
Arjuna menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Kemudian, dia melanjutkan bicara. "Mulai sekarang, Mama jangan kasar-kasar lagi sama Aliando...perlakukan Aliando dengan baik, selayaknya sebagai seorang menantu...kamu dengar sendiri, kan barusan, Ma? Apa yang telah dilakukan oleh Aliando terhadap bisnis temannya itu?!" Kinanti terdiam, tidak langsung menjawab, lidahnya mendadak kelu, masih menatap sang suami sambil memikirkan perkataannya itu. "Papa yakin sekali, Ma kalau pasti...Aliando sakit hati dengan perlakuan kita dulu ke dia, terus, mungkin saja dia akan membalasnya!" Ucap Arjuna dengan pandangan lurus ke depan. Kinanti melotot, entah kenapa, bulu kuduknya langsung meremang -seketika. "Jangan nakut-nakutin Mama dong, Pa. Kan Mama jadi takut." Kinanti mendadak panik. Mengigit bibirnya kuat-kuat. Arjuna menghela napas. Menoleh ke samping lagi. "Papa tidak bermaksud mau menakut-nakuti, Mama. Memang kenyataannya begitu, kan? Dulu kita jahat sekali sama Al.
Begitu Raisa tiba di ruangan tempat penyusup itu diintrogasi, lelaki tadi yang melaporkan kejadian itu kepada Raisa -yang merupakan kepala tukang pukul -segera membukakan pintu untuk Raisa. Kepala tukang pukul itu mempersilahkan, Raisa pun melangkah masuk ke dalam. Sementara sekretarisnya -yang tadi langsung sigap mengikuti CEO cantik itu saat Raisa kelur dari ruang meeting -tidak ikut masuk, menunggunya di luar. Atas permintaan Raisa. Setelah kepala tukang pukul itu masuk, pintu kembali ditutup.Di dalam ruangan itu, ada lima tukang pukul yang berjaga, di tengah-tengah mereka terdapat seorang lelaki yang didudukan di kursi dengan tangan dan kaki terikat. Kondisinya buruk dan mengenaskan. Wajahnya sembab dan mulutnya berdarah. Kemeja yang dia kenakan juga tampak kotor oleh bercak darah -sepertinya para tukang pukul itu telah mencoba membuatnya bicara sebelumnya -tapi tidak berhasil. Raisa berjalan menghampiri lelaki itu, berdiri dengan jarak sekitar dua langkah dari posisi lel
Tiba-tiba terdengar seruan seseorang yang berasal dari arah rumah di samping rumah kontrakan Pak Damar ini. Tak berapa lama, seorang Bapak-Bapak menyembul keluar dari dalam rumah itu, berseru dari teras, bilang kepada mereka, kalau Pak Damar sudah tidak menempati rumah kontrakan tersebut. Sudah pindah. Arjuna dan Kinanti tersentak, kemudian saling pandang.Hah? Pindah? "Maaf...kalau boleh tau...Pak Damarnya pindah ke mana ya, Pak?" Tanya Arjuna. "Pak Damar pindah ke perumahan Garden Saphire Pak."Arjuna dan Kinanti mangguk-mangguk, berpikir sejenak. Bapak itu lalu melambaikan tangan, terkekeh. "Sekarang Pak Damar udah jadi orang kaya, Pak. Makanya udah tidak mengontrak rumah lagi. Udah bisa beli rumah sendiri!" Arjuna dan Kinanti tambah kaget setelah mendengar hal itu.Keduanya kembali saling pandang, seakan sedang menyamakan frequensi. Pak Damar sudah jadi orang kaya sekarang? Berita mengejutkan apa lagi ini?Seketika kepala mereka jadi tambah berat, nyut-nyutan, perasaan