Share

7 - Sikap Mertua Yang Membingungkan

"Eh, ini menantu cantik yang bangun kesiangan, ya?" sapa seorang tetangga yang lewat di depan rumah Daffa.

Saat ini Daffa, Bulan dan Shalfa sedang memberikan perawatan untuk tanaman bunga milik Sonya yang ditanam di depan rumah.

"Tinggal di rumah mertua jangan suka bangun telat, lho. Untung mertuamu baik, kalau mertuamu Ibu, ugh! Sudah Ibu omeli dari pagi sampai pagi lagi," ujar ibu itu sambil terkekeh.

"Bu Aufa ngarang, ih! Siapa bilang Kak Bulan bangun kesiangan?" ujar Shalfa yang sedang menyiram bunga mawar.

"Kata mamamu tadi. Masa sih mamamu bohong?"

"Ah, Mama mah suka bercanda. Jangan percaya."

"Masa sih mamamu bohong, Shal?" goda ibu itu sambil melirik pada Bulan.

"Sudahlah, Bu Aufa, jangan ngurusin urusan orang. Urusin aja keluarga ibu sendiri," ujar Shalfa dengan malas.

"Wah, Shalfa kalau ngomong pedas ya? Ya sudah, Ibu mau pulang dulu. Mau masak ayam pop," ujarnya seraya berlalu dengan langkah sok anggun.

"Mama pasti keceplosan, Kak. Jangan marah sama Mama, ya? Mama baik kok. Pasti Mama nggak punya niat buruk untuk menjelekkan Kakak di depan orang lain," ujar Shalfa sambil menatap kakak iparnya dengan raut permohonan.

Bulan hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Hatinya benar-benar hancur. Ia pikir, ibu mertuanya baik. Ternyata kenyataannya tidak sebaik itu.

Mengapa tadi pagi tidak menegurnya secara langsung? Mengapa tadi pagi sok pengertian, tapi kenyataannya membongkar aib-nya di depan orang lain?

"Lagian Abang kok malah diem aja sih, bukannya belain Kak Bulan? Suami macam apa Abang ini? Nggak guna banget jadi suami," omel Shalfa.

"Tadi Abang shock banget, Shal, jadi nggak tau mau ngomong apa. Abang nggak ekspek kalau Mama sampai keceplosan ngomong ke Bu Aufa. Bu Aufa itu kan lambe turah berjalan di kompleks ini, Mama benar-benar gegabah, deh."

Shalfa dan Daffa terus berdebat. Bulan yang tidak kuat lagi menahan tangisnya, segera lari menuju kamar. Ia menangis sejadi-jadinya di dalam kamar.

Tak butuh waktu lama, Daffa langsung menyusul istrinya. Ia meminta maaf atas kesalahan ibunya. "Mama nggak ada niat buruk ke kamu, Lan. Mama cuma keceplosan. Maafin Mama, ya?"

"Kamu harus tau, tadi pagi Mama kamu baik banget ke aku. Manis banget. Seolah-olah nggak papa aku bangun siang. Tapi kenapa dia malah ceritain aibku ke tetangga? Aku malu, Daf! Malu!"

"Nanti kalau Mama sudah pulang kerja, aku bakal suruh Mama untuk minta maaf ke kamu," bujuk Daffa. Hari ini Sonya ada lembur, sehingga walaupun sudah pukul lima sore, tapi ibu dua anak itu belum juga pulang.

"Aku mau sendiri," lirih Bulan.

"Oke, aku keluar. Kamu tenangin diri dulu, ya. Aku mau bantuin Shalfa ngurus tanaman," ujar Daffa dengan nada rendah. Ia mengecup kening istrinya dalam, setelah itu barulah meninggalkan istrinya sendirian di dalam kamar.

Daffa Mahardika, seorang apoteker PNS di sebuah rumah sakit umum daerah. Sedangkan Putri Bulan, seorang bankir di bank pemerintah. Keduanya adalah teman satu kelas saat SMA.

Dulu, saat masih berseragam putih abu-abu, Daffa pernah menembak Bulan, tapi ditolak oleh Bulan karena saat itu Bulan sudah memiliki kekasih. Sekarang, saat keduanya sudah berusia matang, sama-sama tiga puluh dua tahun, keduanya disatukan dalam ikatan cinta yang suci dan sah. Ikatan pernikahan.

Sebenarnya mereka sudah lama putus komunikasi. Semenjak lulus SMA, mereka tidak pernah lagi berkomunikasi baik secara langsung maupun lewat media sosial. Pasalnya, saat itu Daffa merasa malu jika ingin menyapa Bulan terlebih dahulu. Bukan apa-apa, ia masih ingat rasanya ditolak, sehingga sangat canggung baginya untuk menyapa Bulan terlebih dahulu.

Beberapa bulan terakhir ini keduanya dipermukaan lagi lewat media sosial. Tanpa pendekatan bertele-tele, keduanya memutuskan mantap untuk menikah.

***

Begitu pulang dari kantor, Sonya langsung menemui menantunya. Sebelumnya ia sudah diberitahu oleh Shalfa dan Daffa tentang apa yang terjadi.

"Lan, Mama minta maaf. Mama nggak ada maksud mempermalukan kamu. Tadi Mama nggak sengaja keceplosan ngomong kamu bangun siang di grup W******p. Mama benar-benar nggak ada maksud buruk dengan kamu, Lan. Maafin Mama, ya?" mohon Sonya dengan sungguh-sungguh. Ia sungguh tidak ada niat untuk membongkar aib menantu. Ia sungguh keceplosan.

Tadi teman-temannya di grup menggoda, kalau sekarang hidupnya enak karena ada menantu yang bantu-bantu di rumah. Dan tanpa sengaja ia keceplosan menyinggung Bulan yang bangun kesiangan.

"Iya, Ma. Nggak papa kok. Aku yakin Mama baik," jawab Bulan sambil tersenyum paksa.

Sebenarnya Bulan belum bisa memaafkan mertuanya ini. Tapi mau bagaimana lagi, mertua beda dengan orang tua. Ia tidak boleh gegabah dalam memperlakukan mertua. Salah-salah bisa berakibat fatal.

"Peluk dulu dong kalau sudah maafin Mama." Sonya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

Bulan memeluk mertuanya dengan kikuk. Ini aneh. Sungguh perasaan yang aneh. Ia harus akting baik-baik saja padahal hatinya masih sakit.

"Mama janji, lain kali akan lebih hati-hati kalau ngomong," ujar Sonya.

"Iya, Ma," jawab Bulan sambil tersenyum paksa.

Bulan masih belum tahu bagaimana watak asli mertuanya ini. Apakah baik, apakah pura-pura baik, atau entah apa lagi. Biarkan waktu yang akan menjawabnya.

"Gitu dong, mau maafin Mama. Kan cantik," puji Sonya seraya melepaskan pelukannya dari Bulan.

***

Hai

Jangan lupa tinggalkan jejak di tulisan ini ya. Btw maaf kalau bab-nya agak membingungkan. Jadi kemarin itu aku sudah lolos pratinjau, tapi karena ada kesalahan teknis, jadi deh bab di novel ini dirombak ulang. Selamat membaca.

Luv,

Juni

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status