Bab 62Leo dan Michelle memasuki ruang rias yang di dalamnya terdapat Lovita dan para penata rias lainnya.Sudah sejak tadi jantung Lovita berdebar kencang. Tubuhnya gemetar tanpa kendali. Bahkan tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin. Semua itu terjadi bukan karena belum makan, tapi karena Lovita terlalu khawatir."Hei, lo Lovita kan?" tanya Michelle begitu melihat Lovita ada di ruangan yang sama dengannya.Lovita terpaksa mengiakan walau sesungguhnya saat ini hatinya luar biasa sakit."Long time no see. Apa kabar lo, Lov?" tanya Michelle lagi dengan ramah seakan di antara mereka tidak pernah terjadi apa-apa. Dia juga memindai sekujur tubuh Lovita dari puncak kepala sampai bawah kaki."Never been better," jawab Lovita dengan senyum manisnya yang memperkuat pernyataannya barusan."Syukurlah. Lo gemukan ya sekarang." Michelle bisa melihat perubahan bobot tubuh Lovita sejak terakhir mereka bertemu."Mungkin karena sekarang hidup gue terlalu bahagia," kata Lovita. Sekali lagi menyu
Bab 63Lovita pikir setelah pengakuan paling jujur yang disampaikannya akan membuat Juna terkejut atau bahkan syok berat. Tapi yang dipikirkannya tidak terjadi. Juna malah tersenyum merespon yang membuatnya terheran-heran. Memangnya apa yang lucu? Lovita masih belum tahu letaknya di mana."Mas Juna nggak marah?" tanya Lovita takut-takut."Kenapa saya harus marah?" balas Juna ringan."Karena saya sudah berbohong. Apa Mas Juna nggak merasa ditipu?""Memangnya apa alasan kamu melakukannya? Kenapa kamu harus bohong, Lovita?""Saya nggak yakin akan diterima di sini kalau hamil, Mas.""Kamu salah. Di Best TV nggak pernah ada peraturan melarang para karyawannya untuk hamil kecuali laki-laki."Lovita refleks tertawa mendengar candaan yang diselipkan Juna di akhir ucapannya. Dirinya yang tadi merasa tegang kini menjadi sedikit lebih rileks."Selain itu apa ada alasan lain kamu menyembunyikan kehamilan itu?"Lovita tidak langsung menjawab. Hatinya dilingkupi perasaan bimbang. Haruskah ia juj
Bab 64"Lesu banget muka lo. Kenapa lagi sih?" Pertanyaan tersebut Lovita dengar begitu menginjakkan kakinya di rumah. Gina, sang sahabat tengah menatapnya dengan heran.Lovita mengempaskan diri dengan lesu di sofa di sebelah Gina. Berdetik-detik lamanya Lovita di sana tanpa mengeluarkan sepotong kata pun. Terang saja tingkah best friend forever-nya itu membuat Gina khawatir bukan main."Lov, is everything okay?" Gina menyentuh pundak Lovita. Sejak tadi Lovita lemas seperti kehilangan semangat hidup."Hari ini berat banget buat gue, Gin." Lovita mengeluarkan suara pada akhirnya."What happened? Cerita sama gue. Seberat apa pun gue bakal dengerin. Kalaupun nggak ada solusinya, at least lo ngerasa lega karena udah sharing."Gina benar. Meskipun nanti sahabatnya itu tidak bisa memberinya jalan keluar tapi setidaknya sesak di dada tidak lagi disimpannya sendiri."Tadi gue ketemu Leo. Dia nggak sendiri. Ada Michelle juga. Mereka syuting buat acara gosip gitu. Rumpi Sore-sore namanya.""Iya
Bab 65Hari ini sangat mendebarkan bagi Lovita. Masalahnya hari ini ia akan berterus terang pada semua orang mengenai keadaannya yang sebenarnya.Sejak menginjakkan kaki di halaman Best TV jantung Lovita menghentak dengan cepat. Berbagai kekhawatiran memenuhi kepalanya. Ia takut akan dicecar, dihakimi atau di-bullly habis-habisan atas ketidakjujurannya."Lesu banget lo, Lov, kayak orang puasa seminggu. Kenapa sih?" tegur Disa ketika melihat Lovita muncul.Lovita tersenyum bercampur ringisan."Eh, perasaan hari ini jadwal lo agak siangan deh. Kenapa udah datang jam segini?" tanya Disa yang baru menyadarinya."Suntuk gue di rumah.""Mending di sini nggak sih bisa ngeliat Mas Juna," timpal Disa dengan senyum menggoda.Lovita ikut tersenyum."Lov, lo nyadar nggak sih kalo Mas Juna suka sama lo?""Please deh, jangan aneh-aneh. Ntar kalo yang lain pada dengar bisa jadi fitnah." Lovita memutar bola matanya."Itu bukan fitnah hei! Itu faktanya."Lovita mengibaskan tangan, menghentikan raca
Bab 66Seluruh yang berada di pantry tentu saja kaget bukan main mendengar pengakuan lugas Lovita. Selama ini mereka pikir perempuan itu masih gadis. Nyatanya prasangka mereka meleset. Alih-alih masih sendiri Lovita malah sedang berbadan dua."Oh my God, oh my God, oh my God! Lo bilang apa tadi, Lov?" Nathan yang pertama kali memberi respon. Pria kemayu itu pucat pasi. Padahal seharusnya Lovitalah yang ketakutan."Lo nggak salah dengar. Gue memang hamil," aku Lovita sekali lagi yang membuat orang-orang ternganga."How could?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Disa. Gadis itu merasa betul-betul syok. Selama ini dirinya begitu dekat dengan Lovita. Tapi ternyata ia tidak benar-benar mengenal sang teman."Yang bener dong, Lov. Nggak lucu banget lo ngeprank-nya imbuh Laras sambil memijit-mijit dahi.Lovita tersenyum tipis. Ia sangat mengerti keheranan rekan-rekannya. Bisa dipahami mereka bereaksi seperti ini.Lovita pandangi teman-temanya tersebut satu demi satu. Entah apa penilaian mereka
Bab 67Tanpa terasa sudah memasuki bulan ke delapan usia kandungan Lovita. Perutnya yang semakin besar dan membola membuat Lovita mulai kesulitan berjalan.Lovita juga masih bekerja di Best TV. Dia butuh uang untuk hidup dan menghidupi anaknya nanti. Dia juga butuh biaya yang tidak sedikit untuk persalinan. Hanya dari sana sumber dananya. Sedangkan transferan uang dari Leo sudah berhenti sejak beberapa bulan yang lalu. Atau lebih tepatnya sejak hubungan mereka retak lalu lost contact hingga saat ini.Lovita masih sering melihat wajah Leo wara-wiri di media sosial. Atau terkadang jika saat weekend Lovita jalan dengan Gina ke mal, ia juga akan melihat wajah Leo di iklan pakaian, sepatu atau pewarna rambut. "Laki lo tuh, Lov," ujar Gina saat melihat poster Leo. Waktu itu mereka baru memasuki counter kosmetik. Wajah Leo terpampang besar mengiklankan sebuah produk lipstik. Di sana Leo terlihat benar-benar seperti wanita. Tidak ada yang menduga jika dia adalah laki-laki tulen kalau tidak ke
Bab 68"Kamu duduk aja, Lov. Biar saya yang urus," ujar Juna setelah mereka berada di apotik. Setelah mendapat resep dari dokter mereka langsung ke tempat itu untuk mengambil obat.Lovita mengedarkan mata mencari tempat duduk kosong. Sedangkan Juna meletakkan resep obat ke bagian penerimaan resep.Segala ucapan lelaki itu dan sang obgyn di ruangan dokter tadi masih membekas dengan jelas di benak Lovita. Dan itu membuat pipinya kembali hangat. "Emang biasanya nggak ramai ya, Lov?" Juna sudah kembali lalu duduk di sebelah Lovita."Apanya, Mas?""Orang yang ngambil obat di sini," jawab Juna sembari menyebar mata ke sekelilingnya. Sore itu suasana di apotik tidak terlalu ramai sehingga mereka dengan mudah mendapatkan tempat duduk."Random sih, Mas. Kadang ramai, kadang ramai banget. Dan kadang biasa aja kayak sekarang."Juna mengembalikan pandangan pada Lovita kemudian berkata, "Lov, mengenai perkataan saya di ruangan dokter tadi jangan diambil hati ya. Tadi saya hanya asal iyain aja.""
Bab 69Mobil yang dikendarai Juna berbelok memasuki kawasan sebuah pusat perbelanjaan besar. Di dalam sana terdapat berbagai tenant. Mulai dari pakaian, alas kaki, elektronik, kosmetik, sampai perlengkapan bayi. Setelah mendapat tempat parkir Juna membukakan pintu mobil untuk Lovita. Pria itu mengulurkan tangannya, membantu Lovita keluar dari sana. "Kita makan dulu atau shopping?" Juna menanyakan tujuan mereka sembari meninggalkan area parkir.Sejujurnya Lovita lapar. Tapi kalau dia menerima ajakan Juna pasti lelaki itu lagi yang mentraktirnya. Beberapa kali mereka makan bersama Juna selalu menolak untuk dibayari. Setiap kali Lovita hendak mengeluarkan uang Juna lebih dulu mengambil dompetnya."Saya lapar sih, Mas, dan mau makan dulu. Tapi kalau kita makan ada syaratnya, Mas."Dahi pria yang sedang melangkah bersamanya berkerut mendengar ucapan Lovita."Syarat apa, Lov?" tanyanya heran."Saya yang traktir," ucap Lovita lugas.Seketika tawa Juna berderai."Syaratnya kok gini banget?