"Terima kasih untuk kunjungannya, Kak," ungkap Jaydan setelah semua acara dan segala masalah yang terjadi di dalamnya selesai.
Ada sedikit kekecewaan di hati Jaydan karena acara yang ia dan teman-temannya rancang tidak berjalan sesempurna bayangan. Kejadian peretasan kegiatan tadi cukup memalukan namun Jaydan juga tidak bisa berbuat apa-apa, semua sudah terjadi dan kasusnya sedang diusut. Aneh sekali, orang-orang jahil itu tidak terdeteksi keberadaannya sekali pun Jaydan dan tim sudah memeriksa cctv di setiap sudut ruangan.
"Sama-sama, Jay, aku juga senang bisa diundang ke sini. Kalau bukan karena undanganmu sepertinya butuh waktu lama untukku berkunjung."
Kedua laki-laki itu berjalan menuju pintu keluar, Jaydan ingin mengantar Axello ke tempat parkir setelah sebelumnya pria dengan gaya hair up itu menemui rektor kampus Nethern. Untuk melepas rindu dan mengobrol beberapa hal yang tidak Jaydan ketahui.
"Itu karena kakak sibuk sekali.
Angel tidak pernah berterima kasih atas hari-hari indah yang pernah dia miliki dalam hidup, namun khusus hari ini, gadis itu ingin mengucap syukur sebanyak-banyaknya pada Tuhan. Dia senang karena akhirnya setelah seminggu penuh melakukan kegiatan kampus, gadis itu akhirnya memiliki sedikit waktu untuk beristirahat di kamar asramanya. Meregangkan otot-otot, berbaring santai sambil asyik bermain ponsel yang dipinjamkan Jaydan. Gadis itu iseng membuka akun Stargram yang sudah lama ia tinggalkan. Ribuan notifikasi yang belum diperiksa muncul begitu akun itu dibuka. Angel sama sekali tidak berniat mencari tahu ujaran kebencian sekejam apa yang ada di sana, dia hanya iseng melihat postingan-postingan lamanya yang selalu mendapatlikedan komentar bejibun terlepas itu positif atau negatif. Orang-orang begitu memperhatikannya, mengenai apa yang dikenakan, apa yang dimaka
Perasaan rindu yang dirasakan Angel rupanya berbalas manis karena sepertinya Moca pun begitu merindukannya. Kucing berbulu putih itu langsung melompat ke arahnya begitu Angel masuk ke area ruang tamu di kediaman Jeyasa Kim, kakak kandung Jaydan sekaligus sulung dari keluarga Herlan Kim. Usianya baru 29 tahun, berprofesi sebagai pengacara di salah satu firma hukum prestisius. Jeyasa cukup ambisius dalam pekerjaannya, dia adalah pengacara yang tak patah arang dalam memenangkan kasus yang ia tangani. Profesionalitas dan kredibilitasnya sebagai seorang pengacara juga sudah terpercaya. Perkenalan singkat yang dilakukan Jeyasa sempat membangkitkan harapan Angel, memunculkan pertanyaan tentang bisakah Jeyasa membersihkan nama ayahnya dari tuduhan kasus korupsi? Namun tentu Angel tidak sampai hati menanyakan hal itu. Bagaimana pun mereka baru saling mengenal lima menit lalu. Rasanya tidak etis mengangkat pembicaraan yan
"Pakai ditanya lagi, aku yang mengundangnya." "Ahh, rupanya ini alasanmu menyuruhku cepat pulang dan menjemput Jaydan dari sarangnya?" "Mm, tapi bukan hanya itu, aku masih punya kejutan untuk kalian semua." "Apa?" tanya Axello penuh minat, Jeya tersenyum penuh rasa bahagia ke arah suaminya. Dia mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang kecil dari sakunya lantas diberikan pada Axello. Pria itu membukanya, melihat kejutan apa yang ada di balik kotak misterius tersebut. mata Axello melebar, ia mematung sesaat kemudian menatap istrinya penuh binar bahagia. "Kamu hamil?" pekik Axello membuat Emma dan Jaydan menatap cepat Jeya. Jeya mengangguk, dia tersenyum namun air matanya sudah turun mengekspresikan rasa bahagia yang tak terbendung. Setelah empat tahun pernikahan akhirnya Tuhan mempercayakan anugerah berharga itu dalam rahim Jeya. Axello langsung memeluk istrinya erat. Mengucap syukur karena Tuhan membalas penantian dan kesabaran mereka
Selesai makan malam, Jaydan mengajak Angel untuk bicara berdua di halaman belakang rumah kakaknya. Di sana ada sebuah tempat yang teramat nyaman untuk duduk-duduk santai saat langit secerah malam ini. Angel mungkin masih tidak mengerti mengapa dia berada di tengah-tengah keluarga bahagia ini, tapi dia sangat menikmati setiap momen yang dia alami di sini. Semua orang memperlakukannya dengan baik, bahkan ketika Herlan datang, pria itu tidak ragu menyapa Angel dengan akrab. Sepertinya keluarga Jaydan adalah keluarga paling sempurna yang pernah Angel lihat. Beruntung sekali lelaki itu, begitu pikir Angel. "Angel," panggil Jaydan ragu-ragu. "Ya?" sahut Angel sambil menoleh ke arah yang memanggil. "Maaf ya karena kakakku kau jadi terjebak di sini." Angel mengangkat satu sudut bibirnya, "Tidak apa-apa, aku senang be
"Kau tidak punya mobil?" ujar Angel tampak keberatan ketika Jaydan akan mengantarnya menggunakan motor. "Naiklah," titah Jaydan enggan menanggapi protes tersirat Angel. "Aku tidak pernah naik motor." "Naik atau kutinggal?" "Pinjam mobil kak Axello saja, kau bisa menyetir, kan?" kekeh Angel belum mau menyerah. Malam-malam naik motor trail, sepertinya itu bukan ide yang bagus. Bagaimana jika Angel masuk angin? Terlebih motor itu tampaknya tidak akan nyaman jika ditumpangi dua orang. "Sampai hitungan ketiga kau tidak naik, aku serius akan meninggalkanmu." "Tapi Jaydan—" "Satu ...." "Hei!" "Dua
"Aku lihat akhir-akhir ini kak Jaydan jadi semakin dekat ya dengan kak Angel," ungkap Naina yang akhirnya memiliki kesempatan untuk mengobrolkan hal ini setelah sebelumnya mereka sibuk membahas tentang organisasi. Saat ini keduanya sedang berada di ruang sekretariat, anggota yang lain sudah pamit lebih dulu untuk mengikuti kuliah atau melakukan hal lainnya di luar ruangan tersebut. hanya tersisa Naina dan Jaydan di sana, dan sepertinya mereka tidak akan beranjak dengan cepat. "Bisa dibilang kami memang mulai akrab." "Syukurlah, aku senang mendengar hubungan Kakak dan kak Angel sudah membaik. Kehadiran kak Angel di BEM membawa banyak perubahan positif ya, Kak. Ternyata kak Angel itu tidak sejahat yang orang-orang pikirkan." Jaydan tersenyum membenarkan tanpa ragu pernyataan itu, "Dia memang keras kepala tapi sebenarnya hatinya baik. Orangnya gengsian, mungkin itu yang membuatnya terlihat angkuh." "Aku juga bisa merasakan kebaikan kak Angel seja
Angel baru keluar dari perpustakaan, usai mengerjakan tugas kuliahnya dia berencana mengunjungi kedai Ibu Alessa. Keduanya sudah janjian dan berencana bertemu langsung di sana. Hari ini Alessa tidak ada jadwal kuliah, tadi dia ke kampus hanya untuk urusan di UKM Broadcasting lalu pergi lagi untuk kerja paruh waktu. Ini sudah pukul empat sore, seharusnya gadis itu sudah ada di kedai ibunya sekarang. Dalam perjalanan menuju pintu keluar, Angel tidak sengaja berpapasan dengan kedua sepupunya dan dua mantan temannya. Sejak insiden di kafetaria tempo hari, keempat orang itu memang tidak terlalu mengusik ketenangan Angel. Meski tentu saja cibiran dan ejekan tidak pernah berhenti mereka lontarkan di setiap pertemuan. "Minggir," usir Angel ketika Michelle, Austin, Hena, dan Renata menghadang jalannya secara bersamaan. "Mau ke mana sih Queen, bu
Raga Angel sedang berada di dapur kedai ibu Alessa, namun jiwanya melanglang buana entah ke mana. Gadis itu berdiri di samping sahabatnya sambil memegang pisau dan memotong daun bawang dengan tenaga yang tidak biasa—penuh emosi sampai menimbulkan suara yang sedikit menyeramkan menurut Alessa. Sejak awal kedatangannya Angel sudah memasang wajah muram. Ketika ditanya kenapa, Angel hanya menggeleng tanpa menjelaskan apa-apa. Alessa tidak memaksa, dia memberi Angel kesempatan untuk meredam emosi yang tampak menyala-nyala di matanya. Sayangnya, bukannya padam, menit demi menit berlalu tingkat emosi Angel justru kian menanjak. Tuk ... tuk ... tuk ... Pisau tajam itu dientak-entak pada talenan dengan kasarnya, mencincang daun bawang sampai tercacah mengenaskan. Jangankan menghasilkan potongan indah, bawang itu masih tersisa saja Alessa sudah bersyukur. "Mending kamu istirahat, An, aku bisa menyelesaikan semua ini sendiri." "Berdua lebih baik, Al," sa