Share

Chapter 4 : School

Pagi-pagi sekali Dara sudah menggerutu di toilet, pasalnya baju olahraga yang dia tinggalkan di loker tiba-tiba sudah basah dan bau amis, padahal baju tersebut pagi ini akan dia gunakan untuk mengikuti pelajaran olahraga. Jelas sekali kalau ini adalah perbuatan jahil dari orang lain.

Satu hal yang tidak orang-orang ketahui, Dara selama ini tidak seceria dan sebahagia yang terlihat. Dia mungkin sangat bahagia karena di sayangi oleh orang tuanya dan juga keluarganya yang sangat kaya. Tapi, tidak semua orang di sekolahnya menerima dia dengan baik. Diam-diam selalu ada yang merundung nya meski secara tidak langsung.

"Tampaknya kebencian orang-orang sudah semakin dalam." sindir seorang anak perempuan yang baru saja masuk kedalam toilet dan melihat apa yang tengah Dara lakukan.

"Bukan urusanmu." jawab Dara ketus.

"Tentu." jawabnya enteng. "Aku sarankan kau harus berhenti berpura-pura menjadi orang yang paling bahagia." sebuah tawa mengejek ditunjukkan anak itu untuk Dara. 

"Tutup mulutmu Jenny!" desis Dara yang semakin kesal setelah mendengar ucapan Jenny.

"Entah kenapa ku rasa aku punya firasat kalau di masa depan kita akan terus bertentangan." tanpa menunggu dengan apa yang akan Dara katakan selanjutnya. Jenny segera keluar dari toilet.

Setengah jam kemudian, semua anak-anak sudah masuk kedalam kelas karena jam pelajaran akan segera di mulai termasuk Dara dan Jenny. Dara membeli baju baru di koperasi sekolah karena bajunya benar-benar tidak bisa di gunakan lagi. 

Sebelum mereka mulai olahraga di lapangan, Seorang guru meminta kelas Dara untuk masuk kelas terlebih dahulu karena ada pengumuman yang akan disampaikan. Guru tersebut mulai menjelaskan tentang Program Kerja Lapangan (PKL) yang akan mereka laksanakan mulai minggu depan. Sebagai informasi tambahan sekolah X-1 yang merupakan sekolah swasta punya aturan dan standar sendiri. Anak-anak kelas X, pada semester 2 akan melakukan PKL selama 3 bulan. Hal itu dilakukan agar proses belajar mereka seimbang antara teori dan praktik. 3 hari mereka di sekolah, dan 3 hari lainnya mereka langsung praktik di lapangan.

Sistem sekolah X-1 memang berbeda dengan kebanyakan sekolah pada umumnya karena sekolah tersebut hanya di khususkan untuk anak-anak dari kalangan atas dan anak-anak dengan otak cerdas. Mereka punya kurikulum tersendiri yang hampir 100% berbeda dengan kurikulum sekolah sederajat. X-1 lebih berperan seperti 'pabrik' ketimbang sekolah, hanya saja jika pabrik memproduksi barang sementara X-1 memproduksi kemampuan manusia untuk mempersiapkan para penerus bisnis keluarganya. 

Masing-masing dari mereka akan ditempatkan sesuai dengan minat, bakat dan latarbelakang mereka tapi keputusan terbesar tetap bergantung pada hasil akademik. Latar belakang menjadi hal yang sangat penting, jika nilai akademik mereka tidak mendukung latar belakang keluarganya, maka anak tersebut diwajibkan untuk mengikuti kelas tambahan untuk mengejar standar yang ditetapkan. Namun ada beberapa murid yang akan mendapat hak istimewa. Diantaranya murid yang masuk 5 peringkat terbaik dan juga murid yang merupakan donatur terbesar sekolah. Mereka bebas memilih dengan siapa dan akan dimana mereka melakukan PKL.

Jenny dan Dara adalah salah dua diantara anak-anak istimewa itu. Dara karena ayahnya merupakan donatur terbesar sekolah, sedangkan Jenny adalah keduanya. Dia si nomer dua peringkat sekolah dan nomer 3 donatur.

"Nah anak-anak kalian sudah paham bukan aturan-aturan nya? Satu posisi kosong pemilik hak istimewa adalah milik Juni, tetapi karena dia sedang melakukan pertukaran pelajar, maka penggantinya lah yang akan menempati posisi tersebut. Dan Juni sudah meminta pihak sekolah untuk menempatkannya di kelompok Jenny dan Dara dengan kata lain kalian bertiga akan satu kelompok." jelas sangat guru.

"Tapi Mr., Dara sudah memilih perusahaan dan aku juga tidak mau sama Jenny." protes Dara sambil menunjuk Jenny yang masih anteng di pojok kelas.

"Maaf Dara, tapi Juni ada di nomer 1 baik secara prestasi maupun donatur. Dan permintaannya adalah yang paling utama yang harus kami turuti. Kalian akan PKL di hotel Produce milik tuan Dareen Tucker." jelas sang guru.

"Astaga, pergi ya pergi saja. Kenapa sih si Juni itu harus meninggalkan amanat yang gak masuk akal." gerutu Dara yang masih tetap belum nerima keputusan sekolah. Ditambah lagi tempatnya PKL adalah perusahaan milik ayahnya sendiri. Sepertinya ayahnya benar-benar serius dengan keputusannya. Dareen memang tidak pernah main-main dengan perkataanya. 

Sedangkan Jenny hanya menghela nafas malas. "Ck. Tunggu saja saat kau kembali Juni sialan."

"Baiklah. Jenny, Dara, Elfredo, Minie dan terakhir Khesa kalian akan satu kelompok." ucap sang guru.

Poor untuk Jenny, yang dia dihindari justru ada di kelompoknya semua.

"Mr., siapa itu Khesa?" tanya Minie yang sejak tadi hanya merebahkan kedua kakinya diatas kedua kursi yang disatukan.

Pandangan semua orang kini mengarah kepada Minie. Mereka baru menyadari kalau ada nama asing yang disebutkan. Nama tersebut juga terdengar seperti nama Asia. 

"Khesa Devano, dia siswa pertukaran, penggantinya Juni. Hari ini kalian akan bertemu dengannya, dia masih berada di ruang kepala sekolah." jawab sang guru, yang sekaligus menjawab kebingungan anak-anak di kelas tersebut. "Mr. harap kalian akan akrab dengannya."

Dengan berakhirnya pengumuman tersebut, maka kelas merekapun segera berhamburan keluar menuju lapangan olahraga. 

✿✿✿✿✿

Dara dan Emma kini tengah menikmati makan siang di kantin, sejak tadi wajahnya masih merengut kesal akibat keputusan sepihak gurunya.

"Sudahlah ra, lagipula di sana ada Edo," Emma sedikit iba, pasalnya Dara akan satu kelompok dengan Jenny yang selalu mengatakan kata-kata menusuk padanya, dan juga Minie yang sering mengganggu mereka.

"Tidak bisa begitu, maaa. Aku tidak mau bersama mereka." rengek Dara sambil mengacak-ngacak makanan.

"Kamu pikir aku mau satu kelompok dengan anak manja yang bisanya hanya merengek dan menangis?" gebrak Minie di meja yang Dara dan Emma tempati.

"Yak sialan. Kau ini tidak punya sopan santun sekali!" teriak Dara yang tidak terima acara makannya di ganggu.

"Sopan santun? Dara Tucker yang terhormat, aku bukan anak konglomerat sepertimu, sorry kalau aku tidak kenal sopan santun." Minie tersenyum miring kepada Dara.

"Minie, jangan mengganggu Dara," Emma memberanikan diri untuk bicara.

"Well, si cupu sedang mencoba menjadi pahlawan kesiangan?" Minie tertawa mengejek. "Aku tidak mengganggunya." jawabnya dengan sedikit menyebalkan. "Yang seperti ini baru disebut mengganggu." Minie menumpahkan jus pisang ke baju Dara. Lalu tertawa puas.

"Sudah puas?" ucap seseorang yang baru saja berdiri diantara mereka.

Minie menatap orang di sampingnya dengan nyalang. "Kau berbicara padaku?" tanyanya sarkas.

"Kau tidak harus menjadi kaya untuk tahu sopan santun, ku rasa rumah dan sekolah sudah mengajarkan itu." jawabnya tanpa peduli dengan Minie yang sudah menggertakkan giginya.

"Siapa kau? Berani sekali ikut campur." desis Minie yang mencoba mendorong orang tersebut namun berhasil di tahan. "Aku? Namaku Esa, ah maksudku Khesa Devano." ucap Esa datar kemudian menyerahkan sapu tangan kepada Dara. "Bersihkan bajumu."

"Oh, kau murid transferan itu. Hahha, lucu sekali ternyata aku akan satu kelompok dengan sampah-sampah seperti kalian." ucap Minie dengan tawa yang di buat-buat.

"Kau!" tunjuk Dara pada Minie saking kesalnya.

"Sudahlah hentikan. Sebaiknya kita pergi dari sini." Esa menarik tangan Dara untuk meninggalkan kantin. Dia tidak mau semakin menjadi tontonan orang-orang karena kini kantin sedang ramai. Dara yang hendak protes pun mengurungkan niatnya dan mengikuti Esa.

Sesuatu dalam dadanya berdenyut mendapati Esa yang peduli padanya, belum lagi saat melihat senyuman Esa untuk pertama kalinya membuat pipi Dara tiba-tiba memerah. Selama ini Dara tidak pernah mendapat pembelaan seperti itu dari orang lain, Emma satu-satunya teman dekat dia tidak mampu memberikan perlawanan kepada orang-orang yang mengganggunya, karena Emma sendiri lebih butuh perlindungan daripada Dara. 

Diujung kantin seseorang yang sejak tadi menonton drama mereka hanya tersenyum miring. "Kita bertemu lagi."

✿✿✿✿✿

"Kak

aku minta maaf harus meninggalkanmu seperti ini, aku benar-benar khawatir tentang Esa," ucap Anna yang kini sibuk memasukkan pakaiannya kedalam koper. 

"Aku tidak apa-apa Na. Aku justru mengkhawatirkan mu, kau benar tidak apa-apa ke Btistol sekarang?" tanya Tomo dengan nada khawatir. 

"Aku akan baik-baik sajaLagipula dengan penampilanku yang seperti ini, tidak akan ada orang yang akan mengenaliku." Anna tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Tomo.

"Hentikan tingkahmu, aku geli." Tomo melempar bantal kearah Anna. 

"Hey, aku sekarang Na Yuta seorang pria single daddy yang memiliki satu putra. Pria tampan pemilik toko roti." Anna tertawa puas. 

"Hentikan sialan, kau benar-benar membuatku mual." Tomo menutup mulut Anna. 

"Tapi kakmenurutmu bagaimana penampilanku? Aku serius." tanya Anna yang saat ini memang sedang menggunakan kemeja sedikit kebesaran dipadukan dengan celana bahan yang tingginya sebatas mata kaki. 

"Emmm, cukup baik. Aku akui kau tampak seperti pria tapi bukan pria tampan melainkan pria manis. Tapi berhenti menatapku dengan tatapan seperti itu, serius aku mual." Tomo meringis. 

"Baiklah." Anna tertawa sambil merangkul bahu Tomo seperti seorang pria pada umumnya. 

"Akan aku bunuh kau sialan." Tomo menjambak rambut pendek Anna dengan keras.

Dan terjadilah aksi saling jambak antara dua sahabat tersebut. 

✿✿✿✿✿

Raiden memasuki ruangan Dareen dengan setumpuk berkas di tangannya. 

"Ini adalah berkas anak-anak yang akan PKL di hotel kita." ucap Raiden dan meletakkan berkas tersebut di meja Dareen. 

"Kau sudah memeriksanya?" tanya Dareen yang masih setia menatap layar komputer dihadapannya. 

"Ya, termasuk punya Dara. Kurasa mereka tidak akan menyulitkan, mengingat prestasi dan latar belakang mereka. Ah ada satu murid transfer, dia pengganti anak tuan Hans. Prestasinya cukup menakjubkan dan dari fotonya dia sangat tampan."

"Aku tidak butuh informasi yang terakhir itu." ujar Dareen ketus. 

"Visual juga merupakan point plus bos." canda Raiden yang masih terkekeh. Tapi sebenarnya tidak salah, karena untuk bekerja di hotel sepertinya wajah punya nilai tersendiri terlebih jika ditempatkan di bagian pelayanan atau receptionist. 

"Terserah. Kau urus saja semua, jadwalkan aku untuk bertemu mereka lusa nanti."

"Oke, aku akan mengatur semuanya. Tapi kenapa aku ingin bertanya serius, bolehkah?" Raiden meminta ijin Dareen. 

"Apa?"

"Kenapa kau tiba-tiba membuka PKL di hotel kita? Bahkan selama ini kita tidak pernah membuka magang sama sekali. Apa semua ini karena Dara?"

Dareen menghela nafas pelan. "Benar, aku melakukan semuanya untuk putriku. Aku harus mengawasi dia secara langsung. Tidak hanya fisik, tapi aku juga harus mengetahui secara langsung kemapuan Dara." jawaban Dareen masih sama seperti tempo hari saat Raiden bertanya.

"Dara baru 15 tahun, kurasa kau tidak perlu terlalu terburu-buru untuk mempersiapkannya. Dan hey, sejak kapan seorang CEO turun langsung hanya untuk siswa PKL? Kau akan menjadi perbincangan hangat bos." ucap Raiden. 

Dareen memutar bola matanya. "Dan kau pikir aku peduli?" 

"Baiklah, aku tidak akan pernah bisa bicara denganmu jika sudah menyangkut Dara." Raiden menyerah, bos sekaligus sahabatnya itu memang sangat overprotective terhadap sang putri.

*

*

*

- T B C -

With Love : Nhana

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status