Suara ketukan pintu membuat Krystal yang tertidur pulas di atas sofa empuk langsung membuka kedua matanya. Perlahan Krystal mengerjapkan mata beberapa kali kala mendengar suara ketukan pintu itu.Tampak kening Krystal mengerut ketika ada yang mengetuk pintu. Ya, ingatan Krystal langsung berputar kejadian beberapa jam lalu—di mana dirinya berdebat dengan Kaivan meminta Kaivan untuk pulang. Menangis dari pagi membuat Kystal akhirnya ketiduran di atas sofa. Bangun-bangun kepalanya sudah sedikit sakit.“Krystal?” Suara gedoran pintu dari luar bersamaan dengan memanggil nama Krystal. Sontak Krystal langsung menyadari kalau yang datang bukanlah Kaivan.“Aryan? Itu kamu?” tanya Krystal seraya bangkit berdiri dan mendekat ke arah pintu.“Iya, ini aku, Krys.” Aryan menjawab dari luar kamar.Krystal mendesah pelan. Rupanya yang menggedor pintu adalah Aryan. Bukan Kaivan. Paling tidak saat ini, Krystal tidak harus berdebat. Jujur saja, Krystal lelah jika harus berdebat dengan Kaivan. Meminta Kai
“Nyonya Citra, Anda bisa sakit kalau terus menangis seperti ini.” Marike—asisten Citra menegur Citra yang sejak tadi tidak henti menangis. Sejak di mana Citra bertemu dengan Kaivan—wanita itu tidak henti menangis.“Marike, apa yang harus aku lakukan sekarang? Kaivan membenciku,” isak Citra dengan air mata yang tak henti berlinang membasahi pipinya.Marike terdiam sejenak melihat keadaan Citra. Ada rasa iba dalam dirinya. Sudah lebih dari dua jam, tapi Citra tak kunjung berhenti menangis. Bossnya ini akan selalu menyalahkan diri atas apa yang terjadi. Padahal, apa yang terjadi sudah terjadi. Tidak akan pernah berubah. Namun setidaknya bisa diperbaiki. Walau kemungkinan utuh tidaklah mungkin.“Nyonya, apa Anda tidak mau menemui Nyonya Krystal? Paling tidak Anda menjelaskan dan juga meminta maaf padanya, Nyonya,” kata Marike memberikan saran pada Citra.“Kaivan melarangku menemui Krystal, Marike. Padahal aku ingin sekali bertemu dengannya. Paling tidak sebelum aku meninggalkan Indonesia,
“Untuk apa kamu ke sini, Citra?”Suara Krystal bertanya dengan nada dingin pada Citra yang ada di hadapannya. Ya, wanita yang datang pada Krystal saat ini adalah Citra. Sorot mata Krystal menghunus begitu dingin dan tajam pada Citra. Tampak raut wajah tak suka akan kedatangan Citra begitu terlihat di wajah cantik Krystal.“Krystal, boleh kita bicara sebentar?” tanya Citra dengan pelan seraya menggigit bibir bawahnya.“Maaf, aku sibuk.” Krystal hendak menutup pintu kamar hotelnya, namun gerak Krystal terhenti kala Citra menahan pintu itu.“Krys, aku mohon. Berikan aku waktu sebentar,” pinta Citra dengan tatapan penuh permohonan pada Krystal.“Apa maumu, Citra? Jangan menggangguku!” seru Krystal.“Please, Krystal. Aku mohon. Ini terakhir kalinya aku menemuimu. Aku berjanji padamu,” ucap Citra dengan nada penuh permohonan.Krystal mengembuskan napas kasar. Detik selanjutnya, Krystal terpaksa menganggukan kepalanya. Dia membiarkan Citra melangkah masuk ke dalam kamar hotelnya. Terlihat se
Krystal menatap nanar tiket pesawat yang telah dikirimkan oleh Maya lewat email pribadinya. Tampak raut wajah Krystal muram. Ada keraguan dalam dirinya meninggalkan Jakarta. Sebenarnya Krystal tahu dirinya sangatlah egois. Dia seperti lari dari masalah. Namun, Krystal melakukan ini demi kandungannya. Terakhir dokter mengatakan kandungannya lemah. Tujuan Krystal pergi karena ingin menenangkan hati dan pikirannya. Terlalu banyak masalah yang terjadi, membuat Krystal benar-benar rasanya tak sanggup. Krystal tidak mau berbohong kalau kejadian di mana dirinya melihat Kaivan dan Citra berciuman tak bisa dilupakan begitu saja. Kebohongan Kaivan, membuat hati Krystal sangat hancur. Andai Kaivan menceritakan ini sejak awal maka Krystal tak akan pernah sesakit ini. Hal yang paling dibenci adalah dibohongi. Krystal merasa tidak pernah dianggap oleh Kaivan.Krystal menyeka air matanya yang mulai jatuh berlinang membasahi pipinya. Dia terisak pelan. Detik selanjutnya, Krystal mengambil pena dan se
PranggggSebuah gelas sloki terlempar ke dinding, pecahannya jatuh memenuhi lantai marmer itu. Doni yang ada di ruangan itu hanya bisa menundukan kepalanya, tidak berani menatap Kaivan yang tengah memendung amarah. Umpatan kasar lolos dari mulut Kaivan. Tak segan-segan bahkan Kaivan nyaris menyenai gelas sloki itu ke kepala Doni. Terlihat jelas amarah di wajah Kaivan. Sejak tadi bahkan Kaivan terus menghunuskan tatapan tajamnya pada Doni.“Kenapa kamu masih belum menemukan keberadaan Krystal, Doni! Aku tidak ingin mendengar alasanmu! Cepat temukan istriku detik ini juga! Kalau kamu masih belum juga menemukannya lebih baik angkat kaki dari perusahaanku!” seru Kaivan dengan nada tinggi bercampur dengan geraman kemarahan.Ya, sudah dua hari Kaivan mencari-cari keberadaan Krystal. Namun, Kaivan tidak menemukan hasil. Ponsel Krystal mati sehingga GPS istrinya itu tidak bisa terlacak. Bahkan ketika Doni melacak kartu debit yang terakhir digunakan Krystal, hanya terdeteksi Krystal pergi ke s
Nihiwatu Beach, Sumba, Nusa Tenggara Timur.Deburan ombak menyapu hingga ke dasar pantai. Air laut berhasil menyentuh long dress berwarna putih yang dikenakan Krystal saat ini. Ya, kini Krystal tengah menyisir bibir pantai. Wanita itu melangkah dengan pelan. Sesekali Krystal melihat kakinya yang sudah penuh dengan pasir. Tatapan penuh kekaguman Krystal muncul kala melihat keindahan mengagumkan dari Pantai Nihiwatu. Sebuah pantai yang terletak di Sumba, Nusa Tenggara Timur ini begitu indah. Lautnya masih sangat biru dan jernih. Bahkan pengunjung pun hanya bisa dihitung dengan jari. Tak banyak orang tang tahu, Indonesia memiliki surga yang luar biasa indah. Jika kebanyakan orang lebih sering mengunjungi Bali sebagai pusat di mana para turis berdatangan, lain halnya dengan Krystal yang memilih untuk berada di Sumba, Nusa Tenggara Timur.Tepatnya ketika pertama kali Krystal tiba di Sumba, Nusa Tenggara Timur—Maya teman baiknya menawarkan Krystal untuk tinggal di sebuah resort Pantai Nihiw
Krystal tersenyum melihat matahari terbit bersinar menyinari Sumba, Nusa Tenggara Timur—tempat di mana dirinya berada. Kini Krystal tengah duduk di balkon kamarnya, menatap keindahan langit cerah. Pagi ini, Krystal sengaja untuk bangun lebih awal demi melihat matahari terbit. Entah kenapa selama berada di Sumba, Krystal selalu menyukai melihat matahari terbit dan bersinar. Rasanya setiap kali melihat itu semua membuat hati Krystal menjadi lebih tenang, dan nyataman. Seakan Krystal tengah menikmati liburan tanpa ada yang mengganggunya.Ya, ketika tiba di Sumba, Nusa Tenggara Timur ini—Krystal tidak lagi melihat internet. Krystal bahkan sengaja mematikan ponselnya sejak di mana dirinya meninggalkan Jakarta. Krystal memang memiliki ponsel baru. Semua itu tentu berkat Maya yang membantunya. Maya yang membelikan ponsel baru dan nomor baru untuk Krystal. Hanya saja, Krystal memilih untuk tak menghidupkan ponsel barunya itu. Krystal begitu nyaman dengan suasana yang ada di Sumba, Nusa Tengga
Sudah lebih dari dua minggu, Kaivan mencari keberadaan Krystal tapi tetap tidak ditemukan. Segala umpatan dan makian selalu keluar dari mulut Kaivan untuk Doni yang tak becus dalam bekerja. Bahkan untuk pertama kalinya Kaivan mencari sesuatu dengan turun tangan sendiri sendiri. Kaivan tak bisa hanya duduk diam dikala sang istri belum kunjung ditemukan. Ya, Kaivan sampai mendatangi Maya dan Nadia hanya untuk memberikan ancaman tegas pada Maya dan Nadia kalau sampai Maya dan Nadia terlibat dalam menyembunyikan Krystal maka Kaivan akan menuntut kedua wanita itu. Namun, kenyataannya Maya dan Nadia tetap mengatakan tidak tahu apa pun. Hal yang membuat Kaivan yakin bahwa Maya dan Nadia tahu adalah ketika Kaivan melihat jelas mata Maya dan Nadia yang tampak panik. Jika mulut bisa berbohong, lain halnya dengan mata yang tidak akan bisa menutupi kebenaran.“Shit!” Kaivan mengumpat seraya mengendurkan dasinya. Kini ruang kerja Kaivan tampak berantakan. Pecahan vas bunga bercampur dengan pecahan