“Berhenti berpura-pura di depanku, Sialan! Aku tahu kamu yang membakar rumahku!!”Suara bentakan Kaivan begitu keras membuat Livia bungkam seribu bahasa. Tampak wajah Livia yang pucat pasi. Lidah wanita itu kelu. Tenggorokannya tercekat tiba-tiba kala mendengar ucapan Kaivan.“M-Membakar rumahmu? Aku tidak mengerti dengan ucapannmu, Kaivan! Jangan sembarangan menuduhku!” Dengan wajah yang pucat, Livia mati-matian berpura-pura seolah dirinya tak bersalah. Wanita itu mengangkat wajahnya seakan dia tak terima disalahkan.Tatapan Kaivan menyorot tajam dan bengis pada Livia. Dia melangkah mendekat. Reflek, Livia segera memundurkan langkahnya ketika Kaivan mendekat padanya. “K-Kamu salah alamat! Aku tidak tahu apa maksudmu, Kaivan!” Livia kembali berusaha membela diri. Hingga saat tubuhnya terbentur ke meja, Livia tak bisa lagi mundur. “Pergilah, Kaivan … hari ini aku, akh—”Livia meringis kesakitan kala tiba-tiba Kaivan mencengkram kasar rahangnya. Begitu keras seperti ingin meremukan rah
Kaivan berlari masuk ke dalam rumah sakit. Raut wajahnya tampak begitu panik. Ya, sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, pikiran Kaivan tak henti memikirkan hal buruk terjadi pada istri dan anaknya. Rasa takut menelusup ke dalam dirinya. Berkali-kali Kaivan menepis pikiran buruk yang mucul, tapi tak dipungkiri pikirannya tak mampu berpikir jernih ketika dirinya dilanda ketakutan hebat.Saat Kaivan tiba di depan ruang rawat Krystal, dia hendak masuk ke dalam. Namun, langkah Kaivan terhenti kala Aryan mencegahnya.“Lepaskan aku! Aku ingin menemani Krystal!” seru Kaivan dengan tegas.“Dokter sedang memeriksa Krystal, Kaivan. Tenangkan dirimu.” Aryan berujar seraya menyentuh kedua bahu Kaivan. Menenangkan teman baiknya itu. “Percaya, Krystal dan anakmu akan baik-baik saja.”Tubuh Kaivan seakan melemah. Syarafnya seolah tak berfungsi lagi. Kaivan tak menjawab ucapan Aryan. Dia hanya melihat Krystal dari balik kaca ketika sang dokter tengah melakukan pemeriksaan. Mata Kaivan memanas. Kaiv
Kaivan menatap sang dokter yang tengah memeriksa keadaan Krystal. Tepat di saat Krystal sudah membuka mata, Kaivan segera memanggil dokter. Ya, meski awalnya Krystal mengatakan tidak mau dirinya memanggil dokter tetapi Kaivan tidak akan tenang jika dokter belum melakukan pemeriksaan ketika sang istri sudah membuka mata. Pemeriksaan dokter kali ini membuat Kaivan menjadi lebih membuat Kaivan tidak terlalu cemas seperti sebelumnya. Kini Kaivan telah melihat kembali pancaran dari manik mata indah milik sang istri. Suara lembut Krystal kembali dia dengar. Sungguh, tidak ada yang membuat Kaivan bahagia selain melihat Krystal ada di sisinya.Saat sang dokter, sudah selesai memeriksa keadaan Krystal; Kaivan langsung menghampiri sang dokter.“Bagaimana keadaan istriku?” tanya Kaivan seraya menatap lekat sang dokter. Nada bicaranya dingin dan tersirat menuntut agar sang dokter segera memberitahunya.Sang dokter tersenyum. “Tuan Kaivan … jujur saya tidak menyangka Nyonya Krystal bisa secepat i
“Pulanglah, Sherly … hari ini aku masih sibuk. Besok malam aku akan menemuimu.” Suara Liam terdengar pelan dan tersirat tegas mengusir wanita bernama Sherly yang ada duduk di pangkuannya itu. Namun, sayangnya Shery malah semakin bergelayut manja pada Liam. Seolah wanita itu tidak mau pergi.Ya, tepatnya hari ini di saat Liam baru saja menyelesaikan meeting; tiba-tiba wanita yang bernama Shery ini menghampirinya. Well, tepatnya teman kencan Liam ini selau saja memaksa Liam untuk datang ke apartemen. Sejak kehamilan Livia; Liam memang jarang berkencan dengan wanita lain. Bukan tanpa alasan, tetapi karena Liam sedang malas. Lepas dari itu, Liam juga tidak ingin menjadi incaran paparazzi. Lebih baik dia menghindar dari media yang selalu mengincar gossip tentang dirinya. Dan hal itu pun yang membuat Liam mengurangi bertemu dengan teman kencannya. Akan tetapi, jika teman kencannya yang menghampirinya; tentu saja Liam tidak akan mungkin menolak. Tidak mungki seekor harimau akan menolah jika
“Ka Aryan? Kamu di sini?” Suara Felicia terdengar pelan dan sedikit terkejut Aryan masuk ke dalam ruang rawatnya. Ya, hari ini Felicia sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Tadi malam Aryan hanya mampir sebentar ke ruang rawatnya untuk mengatakan bahwa dirinya sudah diperbolehkan pulang. Felicia pikir hari ini Aryan tidak akan lagi ke ruang rawatnya. Akan tetapi apa yang Felicia pikirkan adalah salah. Kenyatannya, Aryan ada di hadapannya.Senyuman samar di wajah Aryan terlukis. Pria itu melangkah mendekat pada Felicia dan duduk di tepi ranjang. “Maaf tadi malam aku tidak bisa menjagamu. Tadi malam ada beberapa urusan yang harus aku kerjakan.”Tadi malam Aryan memang tidak bisa menjaga Felicia sepanjang malam. Bukan tidak mau tapi ada hal yang harus dia kerjakan.Felicia mengangguk. “Tidak apa-apa, Ka. Aku mengerti. Harusnya aku yang berterima kasih karana kamu menjagaku salama aku di rumah sakit,” ucapnya lembut dan hangat.Felicia pun paham kalau Aryan sibuk. Pasalnya, Aryan d
“Liam Baskara. Liam Baskara mencari Anda, Tuan.”Kaivan terdiam sejenak kala mendengar ‘Liam Baskara’ mencarinya. Sepasang iris mata cokelatnya terpancar begitu dingin. Raut wajah tampak tak bersahabat begitu terlihat.“Katakan padanya, aku akan menemuinya nanti. Minta dia untuk menunggu,” ucap Kaivan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Penjaga itu menundukan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Kaivan, Krystal, Aryan, dan Felicia.Tampak Krystal menautkan alisnya, menatap Kaivan dengan tatapan bingung. Ya, Krystal tidak mengenal nama ‘Liam Baskara’ itu kenapa dia memberikan tatapan bingungnya. Lain halnya dengan Aryan dan Felicia yang menunjukan wajah terkejutnya mendengar nama ‘Liam Baskara’ mencari Kaivan.“Ka, untuk apa Liam Baskara mencarimu?” tanya Felicia seraya menatap Kaivan. Nada bicaranya terdengar begitu penasaran kenapa bisa ‘Liam Baskara’ mencari kakaknya. Terlebih saat ini kakaknya tengah berada di rumah sakit. Andai kat
“Kai?” Suara lembut Krystal memanggil Kaivan yang baru saja melangkah masuk ke dalam ruang rawatnya. Sesaat Krystal tampak menatap lekat-lekat Kaivan. Raut wajah sang suami terlihat berbeda dari sebelumnya. Wajah sang suami saat ini terlihat begitu dingin dan sorot mata yang tampak habis marah. Akan tetapi kenapa Kaivan marah? Bukankah tadi Kaivan bertemu dengan teman bisnisnya? Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Krystal. Namun Krystal tidak mungkin langsung mempertanyakan apa saja yang ada di dalam benaknya saat ini.“Di mana Aryan dan Felicia?” Kaivan mendekat pada Krystal. Lalu duduk di samping sang istri. Ya, di ruang rawat itu hanya ada Krystal yang ditemani oleh dua orang pelayan. Namun, tepat di saat Kaivan masuk ke dalam ruang rawat Krystal; para pelayan itu segera pamit undur diri.“Aryan sudah mengantar Felicia pulang, Kai. Aku yang meminta Aryan untuk mengantar Felicia. Aku tidak tega kalau Felicia masih harus menungguku, Kai. Felicia pasti lelah dan ingin segera ist
Sebuah mobil sport yang dilajukan Liam meluncur membelah kota Jakarta dengan kecepatan di atas rata-rata. Sepasang iris mata Liam terhunus tajam menatap ke hamparan jalan yang luas. Fokus pria itu melihat ke arah jalanan. Akan tetapi, pikirannya tampak tengah memikirkan sesuatu hal. Tentu dipikiran Liam saat ini adalah Livia. Hingga detik ini Liam tidak menyangka Livia berani berbuat nekat membakar rumah Kaivan, bahkan membuat istri dan adik Kaivan harus menjadi korban. Andai posisi itu dibalik, Liam pun tidak akan pernah mungkin melepaskan pelaku. Namun, kali ini Liam tetap harus membela Livia meski dalang kejahatan pada semuanya adalah Livia.“Sialan!” Liam memukul setir mobilnya. Ketika dia tengah memikirkan Livia, sekelebat ingatan Liam muncul tentang dirinya dan Kaivan yang tadi sempat berdebat. Ini sudah Liam duga, dia yakin Kaivan tidak akan pernah mungkin membebaskan Livia. Pun Liam tak memungkiri apa yang dilakukan Livia telah kelewatan batas.Didetik selanjutnya, Liam mengam