“Bunda Nisa, tanaman bunganya mau ditaruh di mana ya?” Tanya anak kecil berusia sekitar empat setengah tahun yang sedang memegang pot berisi bibit bunga matahari di tangan anak tersebut. Danisa yang mendapati panggilan dari anak wanita yang sangat cantik dan energik itu pun menoleh mengulas senyum teduhnya. Dia yang baru mengisikan tanah bercampur dengan pupuk ke dalam pot-pot berukuran yang lebih besar untuk ditanam bibit-bibit bunga itu pun menepuk tangan agar tidak kotor. Dia bangkit dari duduknya, beralih menuju ke arah sang anak yang bernama Claudia yang telah memberikan bibit tanaman yang dia pinta sebelumnya. “Bawa sini, Sayang. Apa namanya akan Ibu pindahkan ke pot yang lebih besar, agar Bunga mataharinya ini bisa tumbuh subur dan bebas.” Danisa mengambil alih pot yang diberikan anak tersebut kemudian kembali ke tempatnya semula. Pot yang jauh lebih besar sudah siap dengan tanah dan pupuk di dalamnya. Danisa hendak memindahkan bibit bunga matahari yang Sudah tumbuh subur
“Aku ga mau makan! Apa Sus tidak dengar kalau aku dari tadi bilang tidak mau makan kalau bukan Dede yang suami.”Dia adalah Ariella Reynata, Putri kembar yang telah dilahirkan oleh Danisa beberapa tahun yang lalu di negara singa tersebut.Gadis kecil yang sangat energik dan sangat cerewet itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sejak di sekolah, dan Sesampai di rumah yang sudah melewatkan waktu makan siangnya. Ariella, yang lebih akrab dengan panggilan Ara itu sedang melakukan semoga makan siang.Dia sangat kesal, sudah tiga hari lamanya tidak berjumpa dengan sang ayah yang tengah sibuk bekerja. Daren harus berangkat pagi-pagi sekali sebelum anak-anaknya itu terbangun dari mimpinya, dan harus kembali pulang ketika dua malaikat kecilnya itu Sudah terlelap dalam mimpi di tengah malam yang gelap gulita.“Nona harus makan, jika tidak makan nanti cantik nona akan hilang. Nona kecil tidak mau kan jika wajah cantiknya nanti terlihat pucat.” Suster Ana, yang menjadi pengasuh Ariella
“Nanti akan saya sampaikan pada Pak Daren. Beliau baru akan makan, tolong untuk saat ini jangan diganggu dulu,” kata Leo pada sekretaris wanita yang begitu cantik dengan penampilannya. Dia sangat senang menunjukkan penampilannya yang terbuka, dan memang sengaja menunjukkan aset berharga yang dia punya itu pada Daren. Tentu saja, dia memiliki misi tertentu untuk bisa menarik perhatian pria yang bahkan saat ini jauh lebih kaku dan dingin dari sebelum Daren memiliki anak. “Tapi ini harus ditanda tangani segera, Pak. Berkas ini sedang ditunggu saat ini juga,” kata wanita yang bersikeras dengan berkas yang ada di tangannya. Dia sengaja ingin menggunakan sedikit waktu luang demi bisa menarik simpati sang atasan yang sedang sibuk beberapa hari ini di ruang dan kadang harus pergi ke luar kota untuk melakukan pertemuan penting yang tidak bisa diwakilkan pada Leo. “Apa kau tak dengar. Biarkan Pak Daren istirahat sejenak. Jangan ganggu dia dulu,” kesal Leo. Andai saja wanita yang saat in
Helena menatap kesal ke arah Leo yang telah berhasil mengacaukan rencana dirinya untuk lebih dekat bersama Daren, atasannya. Leo yang mendapati tatapan sengit dari Helena itu menatap tajam ke arah wanita yang sama dengannya saling menatap permusuhan. “Kau, kenapa juga tak suka sekali aku dekat dengan Pak Daren. Seharusnya sebagai orang terdekatnya, kau Justru harus mendukungku agar atasanmu itu tidak lama menduda.”Dengan rasa penuh percaya diri sama dia menjalankan kedua tangan di depan dada menatap kesal kepada Leo yang sudah berhasil menggagalkan rencananya tersebut.Leo yang melihat sikap penuh percaya diri dan rasa tak tahu malu yang ditunjukkan oleh Helena padanya itu pun menarik ujung sebelah bibirnya. Menatap remeh ke arah wanita yang sangat percaya diri itu di depannya. “Sudah aku perintahkan padamu. Kau tidak akan pernah berhasil untuk mendekati Pak Daren. Setiap dan sekarang usaha apapun yang kau lakukan untuk bisa mendapatkan Pak Daren. Aku akan pastikan, kau akan gaga
Setelah berbincang sejenak dengan sang putra, Daren segera melangkah menuju ke kamar Ariella berada. Tangan besar miliknya itu pun terulur dengan memberikan ketukan pelannya pada daun pintu yang masih tertutup rapat di hadapannya. Daren mengulang kembali ketukan yang dilakukannya itu, bersamaan dengan suara panggilan yang baru dia lakukan untuk memanggil putri kesayangannya. “Princess,” panggil Daren dengan suara pelannya. Kembali dia mengetuk, diiringi dengan panggilannya lagi untuk Ariella. Aiden pun mengikuti langkah sang ayah yang sedang berusaha membujuk saudara perempuannya itu yang sedang merajuk, hingga tak mau makan siang. Entah, sebab apa yang membuat saudaranya seperti itu. Karena, sikap Ariella biasanya yang selalu ceria, cerewet, dan sangat berisik di mana pun gadis kecil itu berada. “Aiden tak tahu sebab Ara bersikap seperti ini, Ded. Maaf, Aiden bukan kakak yang baik,” kata anak lelaki yang sejak tadi menatap usaha yang dilakukan oleh ayahnya itu belum juga membuah
Daren yang mendapati tingkah sang putri seperti ini semakin menjadi gemas dibuatnya. Tingkah random yang selalu Ara lakukan berhasil membuat pikiran jenuhnya itu menguar begitu saja oleh pekerjaan yang sedang ia hadapi beberapa hari terakhir. “Dad minta maaf, jika Dad tak bisa menjadi ayah yang baik. Ara bisa hukum Dad dengan apa pun yang Ara inginkan. Tapi, Dad mohon agar Ara tidak menyiksa diri, Ara harus tetap makan ya,” tutur Pria yang tak ingin menyerah dengan bujuk rayunya pada sang putri kesayangannya. tersebut.Aiden masih bergeming menatap putrinya tersebut. Bisa-bisanya Ara bersikap seperti itu pada sang ayah yang sudah dipastikan dia lelah dengan pekerjaannya saat ini. “Kau tak boleh bersikap seperti itu pada Dad, Ara. Dad pasti lelah bekerja saat ini. Dna itu semua Dad lakuakn untuk kita,” sela Aiden berusahha membujuk adiknay itu agar tidak terlalu berlebih marah pada sang ayah dengan tingkah kekanak-kanakan menurutnya itu. Ara memalingkan tatapannya, menatap pada sa
Keceriaan antara ayah dan kedua anak kembarnya itu pun memenuhi kamar yang bernuansa princess dan Detektif Conan tersebut. Daren mampu meluluhkan amarah sang putri yang baru saja merujuk padanya itu. Tak hanya itu, Aiden sesekali ikut bercanda bersama sang ayah dan Ara. Tetapi yang Aiden lakukan tidaklah secerewet Ara yang sedang mengubah makanan yang Daren siapkan untuknya. “Ara nanti mau beli gaun princess yang bawahnya lebar ya, Dad. Ara kan Tuan putri. Jadi, Ara harus terlihat sangat cantik di rumah ini,” kata Ara sambil tersenyum dan mengedipkan matanya genit lada sang ayah. Daren terkekeh pelan, mencubit gemas hidung putri kesayangannya itu akan tingkah yang Ara lakukan padanya. Aiden yang mendapati tingkah putrinya seperti itu dengan ayahnya hanya menghela nafas berat disertai gelengan kepalanya. “Gaun princess kau sudah banyak, Ara. Bahkan semua warna dan model terbaru kau sudah punya. Dan kau minta beli lagi,” tegur Aiden mengingatkan saudara kembarnya tersebut.
Di IndonesiaDanisa yang mendapat kabar dari sang adik tentang ibunya yang tiba-tiba lemas itu pun menjadi begitu sangat cemas. Bagaimana tidak, Pagi sebelum berangkat menuju ke sekolah untuk berjumpa dengan banyak anak didik di sekolahnya itu, dia tahu jika kondisi ibunya baik-baik saja. Kini, kabar yang dibawa Maya jika ibunya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Danisa segera bergegas menuju ke rumah yang ia bangun dan tidak terlalu besar di area lokasi sekolah yang ia punya. Sengaja membangun rumah yang tak jauh dari sekolah yang dirikan. Danisa berharap bisa sekaligus menjaga sang ibu yang kondisi kesehatannya memang masih membutuhkan perawatan khusus. “Ibu pagi tadi tidak apa-apa loh, Dek. Kok bisa ibu tiba-tiba ngedrop lagi?” tanya Danisa dengan kecemasan yang mengiring langkah menuju ke rumahnya. “Ibu nggak bisa diem, Mbak. Sudah dilarang pun ibu masih ngeyel loh. Mbak tahu sendiri kan bagaimana Ibu,” jawab Maya pada sang Kakak. Keduanya melangkah bersama, menuju