Danisa terburu-buru berlari ke arah pintu keluar rumahnya. Maya yang melihat sang kakaknya meminum teh hangat yang dibuatkan olehnya itu pun menoleh cepat, sebab Danisa belum menyentuh sarapan yang sudah dia siapkan bersama si mbak yang sudah memasakkannya.“Mbak, nggak sarapan dulu to?” Tanya Maya, sang adik dengan sedikit menaikkan intonasi nada suaranya saat melihat Danisa semakin menjauh darinya tersebut. Tanpa menghentikan pergerakan dirinya yang sedang mengambil sepatu untuk dikenakan olehnya di ruang tamu itu pun dan bisa menjawab teriakan yang dilakukan oleh Maya, adiknya.“Nanti saja, Dek. Mbak sedang terburu-buru,” jawabnya. Danisa langsung meninggalkan rumah, berlalu menuju ke yayasan yang takbjauh dari tempat tinggalnya itu. Di halaman rumah, langkah Danisa harus kembali terhenti saat mendapati sang ibu yang berjalan menuju ke arah rumahnya itu.Denisa menghampiri ibunya untuk berpamitan kepadanya. “Danis kesiangan, Bu. Danis verangkat dulu ya,” pamitnya.Dia mengambi
Mendapati nama Restu disebut membuat Danisa pun bertanya pada sang ibu.“Ibu bertemu Restu?” tanyanya penasaran pada ibunya.“Iya, tadi pagi setelah mengantar Claudia, Nak Restu kembali lagi dan memberikan ibu buah-buahan,” terang sang ibu menyampaikan jika Restu datang dan mengantar buah-buahan lagi untuk ibunya. Danisa terdiam, dia jadi tahu sebab Restu tahu jika dirinya belum sempat sarapan karena kesiangan bangun. “Restu?” tanya Danisa dengan rasa penasaran yang terjadi padanya. Dia pun mendekat ke arah dimana sang ibu yang sedang duduk bermain dengan Claudia dan anak asuhnya yang lain itu. Sang ibu mendongak, menatap dan tersenyum lembut ke arah putri sulungnya itu. “Ya, tadi Nak Restu datang dan lihat ibu mau siapkan makan untukmu. Dan dia bilang, biar dia saja yang kirim makanan untukmu. Jadi, ibu ya nggak jadi siapkan,” jawab ibunya dengan enteng. Tak ada kecanggungan sedikitpun yang terjadi pada wanita renta itu, sebab dia berpikir jika yang Restu lakukan akan memberikan
Danisa mengamati Restu dan Claudia yang berbisik-bisik di hadapannya itu. Sikap yang Restu tunjukkan atas putrinya itu berhasil menarik rasa ingin tahunya. Sesekali tawa kecil mereka terdengar, membuat Danisa semakin penasaran. Ada apa sih di antara mereka berdua? Dan yang paling penting, apa yang sedang mereka rencanakan sebenarnya. Mengapa terlihat seperti ingin menyembunyikan sesuatu dari dirinya?Sejak kedatangan Restu dan Claudia yang sempat ingin mengatakan sesuatu padanya tak jadi. Bertambah Restu yang terlihat membisikkan sesuatu pada Claudia itu berhasil menarik rasa penasarannya. Claudia terlihat sibuk membisikkan rencana mereka. Sesekali mereka mencuri pandang ke arah Danisa, tatapan mereka penuh misteri. Danisa mencoba untuk tidak peduli, tapi rasa penasarannya terus mengusik."Ada apa sih kalian berdua bisik-bisik?" tanya Danisa akhirnya, tidak tahan lagi dengan rasa penasarannya. Dari pada penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh Restu dan Claudia, Danisa memilih
Danisa melangkahkan kakinya dengan ragu menuju ruang tunggu tamu. Jantungnya berdebar kencang, rasa gugup dan penasaran bercampur aduk di dalam dirinya. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti ini, sebab sebelumnya saat ada tamu dia tidak pernah seperti ini. Kali ini, ada yang berbeda. Danisa pun tidak tahu sebab apa yang membuatnya menjadi berdebar tiba-tiba. Dia pamit meninggalkan Restu dan juga Claudia yang akan pamit pada ibu Dnisa. Sedang Danisa memilih untuk menemui langsung tamu yang akan mendaftar di yayasan tempatnya. “Aneh sekali. Kenapa tiba-tiba saja jantungku berdebar seperti ini.” Danisa hanya mampu membatin dalam hatinya, dengan langkah yang seolah menjadi lama yang tak kunjung tiba di ruang tunggunya. Setiba di ruang tunggu, langkah Danisa pun memelan. Saat kedua matanya itu menatap punggung pria yang sedang berbicara melalui ponsel yang dia tempelkan tepat di samping kepalanya. Debaran dalam dadanya semakin bergejolak hebat. Danisa pun belum mengerti sebab ap
Pria yang telah memiliki dua anak itu masih mampu menunjukkan sikap tenangnya pada kedua buah hatinya. Dia pun memberikan senyum tipis pada Ara yang terlihat murung dari tatapan mata yang dia tunjukkan pada ayah tercintanya itu. Daren mensejajarkan tinggi pada sang buah hati. Mengusap surai indah yang tergerai panjang milik Ara, dengan kepang lucu yang sangat menggemaskan itu. Ara melirik ke arah Danisa yang berdiri menatap dirinya dengan tatapan sendu dan mata yang mulai berkaca-kaca. Kemudian beralih menatap sang ayah, yang sebelumnya bertanya kepadanya. “Yes, but ….”“Halo, senang berjumpa dengan anda.”Bukan Ara yang berkata dengan begitu ramah. Melainkan, Aiden yang sejak tadi diam itu tiba-tiba sudah berada dalam jarak yang sudah dekat tanpa orang-orang dewasa itu sadari telah mengulurkan tangan mungilnya dengan tatapan yang begitu tenang menyambut ramah Danisa. Danisa terkesiap, dengan sikap yang ditunjukkan oleh anak lelaki itu. Dengan cepat, dia memalingkan wajah, membua
BAB 1"Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus segera bayar sewa tempat tinggal ini sekarang juga!" Tegas seorang wanita bermata sipit. Usianya yang lebih tua beberapa tahun dari Danisa, namun nasib yang jauh berbeda darinya. Jika Danisa menjadi orang yang berlagak sok kaya. Maka, wanita di hadapannya itu adalah seorang juragan apartemen yang memiliki hampir 20 unit di tempat Danisa tinggal. Danisa mendadak cemas, karena bingung dengan keadaan yang terjadi. Kini, wanita di hadapannya datang kembali menaagih dan tidak ingin lagi memberikan dia waktu untuk bisa menunda sewa bayar yang dia tempati."Saya mohon! Kasih saya waktu, satu hari saja. Besok pagi saya akan bayar lunas." Lagi Danisa kembali memelas. Bukan ia tak punya uang, memang kehidupan glamor yang biasa dilakukanlah yang berhasil membuat diirnya terjebak dalam situasi rumitnya sekarang. Ya, anggap saja Danisa yang salah dalam memilih pertemanan. Seharusnya yang ia lakukan berteman dengan orang yang sejajar. Tapi, demi g
BAB 2Danisa terdiam beberapa saat dengan apa yang diminta oleh sang atasan untuknya tiba-tiba.Tidak ada angin dan tak ada hujan. Tiba-tiba saja atasannya itu mengajak menikah dan minta anak darinya. Memangnya gampang orang punya anak, menikah langsung bisa jadi.“Bagaimana?” tanya Daren ketika tidak mendapati respon apa pun dari sekretarisnya itu.“Bapak tidak salah makan ‘kan? Atau Bapak sedang sakit?”“Saya serius.”Daren menatap serius pada Danisa yang tak percaya pada ajakan yang telah ia lakukan. Tak tahu Daren harus melakukan apa, maka ia berniat memberikan tawaran sekretarisnya itu untuk menikah dengannya. Danisa bisa melihat wajah serius dari sang atasan. Tapi baginya itu adalah tawaran yang tidak masuk akal. Danisa pun tak berniat untuk menerima tawaran dadakan yang menurutnya itu di luar logika.“Maaf tapi saya tidak bisa, Pak. Saya belum punya planning untuk menikah, lagi pula saya juga tidak ingin punya anak. Apa tidak sayang dengan tubuh saya yang akan menjadi gemuk d
Sesuai dengan janji yang Danisa miliki. Saat jam kerja berakhir, Danisa buru-buru berkemas, mengabaikan Daren yang baru saja keluar dari ruang kerjanya bersama dengan Leo yang mengekor di belakang sang atasan. “Pak, saya ada urusan yang penting. Semua pekerjaan saya sudah selesai. Jadi saya pulang dulu ya,” pamit Danisa menampilkan deretan gigi putihnya pada dua orang yang menjadi atasannya itu.Daren bergeming, sama sekali tidak menanggapi apa yang danisa lakukan. Hanya Leo yang membalas senyum rekan kerjanya yang terlihat sudah rapi dan akan meninggalkan ruangannya itu.“Hati-hati. Kamu nggak mau ikut ketemu Mr. Mark malam ini,” jawab Leoo pada Danisa.“Bapak saja. Saya ada yang lebih penting, lagi pula urusannya kan sama Pak Leo dan Pak Bos,” balas Danisa, melirik pada Daren yang masih fokus dengan benda pipih di tangannya.Danisa melambaikan tangan ketika tak mendapat tanggapan lagi dari Leo. Ia ingin bersiap dengan rencana seratus juta yang akan ia dapatkan dalam semalam. Tak sa