Terpaksa Aland menelepon pak Diki untuk menjemputnya pulang karena dia sendiri tak mampu untuk pulang. Jangankan untuk menyetir mobil, berjalan lenggang saja Aland serasa tidak mampu akibat banyaknya minuman keras yang dia tenggak.
Pak Diki di buat terkejut ketika sampai lokasi dimana Aland duduk meringkuk dengan wajah babak belur."Ya Tuhan, Pak Aland mari Pak biar saya bantu."Berat tubuhnya membuat pak Diki sedikit mengeluarkan tenaga ketika menunda Aland untuk berdiri.Pemuda itu hanya diam, dengan lemah Aland menyenderkan kepalanya di senderan kursi belakang mobil sampai rumah dimana pak Diki harus memapah tubuhnya untuk masuk ke dalam kamar."Bik, Bik Inah tolong Bi!""Astaga Aden!"Bik Inah yang semula berada di belakang segera berlari menghampiri setelah mendengar teriakan dari pak Diki.Dia merasa heran karena sudah lama majikannya itu tidak mabuk-mabukan dan sekarang kebiasaan itu kambuh lagi."Udah nggak usah kamu urusi dia! Lagian kita kan nggak kenal siapa dia.""Mamah kamu pasti sudah menunggu di rumah, lebih baik kita berangkat sekarang."Satya yang semula penasaran dengan siapa yang ada di dalam mobil tersebut berniat untuk turun tetapi Kezia melarangnya dengan alasan bu Citra sudah menunggu yang sedari tadi menyuruh pasangan suami istri itu untuk datang ke rumahnya.Lama tak berkunjung dengan menantu satu-satunya ini membuat bu Citra rindu bertepatan dengan itu ada sesuatu yang mau dia bicarakan pada Kezia dan Satya.Terpaksa Satya menghentikan langkahnya dan masuk kembali ke dalam mobil, membiarkan Sean tetap berada di tempat itu."Kira-kira apa yang mau Mamah kamu bicarakan sama kita?" tanya Kezia penasaran.Sedang Satya hanya mengangkat bahunya tak mengerti pasalnya bu Citra tak mengatakan lebih dulu apa yang akan dia sampaikan malam ini."Ya Tuhan, semoga ini bukan pertanda yang buruk."Tak
Tengah malam terdengar suara guprak-gupruk dari kamar Kezia dan Satya, Kiara yang masih sibuk dengan laptop di kamarnya penasaran apa yang dilakukan oleh pasangan suami istri itu.Dari semenjak kepulangan Reza dari rumah sakit Kiara berusaha mencari pekerjaan lewat online dan offline tapi belum juga dia temukan yang pas.Dengan rasa penasaran yang begitu besar dia memutuskan untuk turun dan menghampiri ke kamar mereka tetapi kamar itu terlihat menutup, mana mungkin Kiara mengetuk pintu yang bisa kemungkinan mereka sedang asik di dalam sana."Aku nggak sabar pindah dari rumah ini Mas!"Kalimat pindah samar-samar didengar oleh Kiara yang berdiri di depan pintu. Namun dia tidak begitu yakin dengan kalimat yang baru saja dia dengar."Pindah? Kak Kezia mau pindah dari sini? Kenapa?"Kiara menghela nafas panjang karena merasa sedikit kebetulan, dengan cara seperti itu Kezia bisa jauh dari Reza, anaknya."Lebih baik aku tanyaka
"Kiara!"Kiara yang menggandeng tangan mungil Reza spontan berhenti dan menoleh ke belakang di mana Sean berdiri tegap sembari memandang.Laki-laki itu masih menyimpan tanda tanya besar perihal anak kecil yang memanggilnya dengan sebutan ibu.Batin Sean menerka-nerka status Kiara dan anak itu, apakah dia keponakannya, atau tetangga, ataukah anaknya. Sebelum Sean menemukan sendiri jawabannya dia terus saja mendekati Kiara."Sean, kamu sedang apa di sini?"Wajah Kiara terlihat mulai panik sesaat dia menoleh pada Reza seolah ingin menyembunyikan dia."Siapa dia? Siapa anak kecil ini?" Mata Sean menunjuk pada Reza yang memandang dengan muka datarnya."Dia ..., dia, dia Reza putraku! Kenapa Se? Eh, maksudku sedang apa kamu di sini?"Kiara terlihat salah tingkah karena kini selain pak Bandi ada seseorang yang mengetahui status dirinya."Anak kamu?""Hei jagoan kecil, siapa namamu?"Sean menu
"Aland!""Pak Aland!"Jawab Sean dan Kiara serentak. Tanpa terdengar langkah kakinya tiba-tiba saja pemuda itu sudah berada di antara mereka."Jadi begini cara kamu menghargai wanita yang kamu suka!""Aarrgghh! Jangan banyak bicara kamu!"Hiiiaaattt!Masih menyimpan dendam saat berada di club malam membuat Sean maju lebih dulu untuk menyerang Aland, tapi tidak segampang itu menyakiti CEO Mega Star Company hingga mereka adu pukul dan tendang sama-sama kuat.Saling menyakiti satu sama lain bahkan melupakan dasar persahabatan yang sejak dulu mereka bina.Hanya gara-gara seorang wanita persahabatan mereka menjadi hancur bahkan menyimpan dendam satu sama lain.Mendengar keributan yang lumayan lama membuat seorang warga yang melihat berteriak kencang yang mengundang warga yang lain untuk mendekat."Sedang apa kalian woy!" Beberapa warga seketika berkerumun dan menghampiri untuk melerai pert
"Pak Bandi tunggu!""Iya Pak Aland?"Pak Bandi yang semula melangkahkan kakinya ke depan mendadak terhenti saat Aland memanggilnya.Belakangan ini CEO-nya memang sulit di mengerti, jangankan memikirkan kerja samanya dengan Nasya, berkas-berkas yang seharusnya dia kerjakan pun kini menumpuk tak terurus."Ikut ke ruangan saya! Ada sesuatu yang mau saya bicarakan dengan anda."''Baik Pak.""Ada apa Bapak memanggil saya?" Mereka duduk berhadapan di depan meja kerjanya Aland, dengan penampilan Aland yang terlihat lusuh dan pucat.Bahkan mengurus dirinya saja Aland terlihat malas, bekas luka memar masih terlihat menggenang di pelipis matanya."Panggil Kiara ke sini! Suruh dia untuk bekerja kembali di sini!"Degh!"Nona Kiara?"Pak Bandi merasa heran padahal dari kemarin-kemarin dia ingin sekali membahas soal wanita itu tapi Aland selalu saja beralasan, tapi kenapa sekarang justru d
"Ya Tuhan, Pak Aland!"Tubuh pak Bandi bergetar seketika saat melihat mobil Aland yang mengguling di atas aspal.Pikirannya yang tidak fokus membuat dia terpental sejauh kurang lebih sepuluh meter dari mobilnya.Pak Bandi dan semua staf yang melihat segera berlari menghampiri untuk menolong dan menolong satu mobil lainnya sebagai lawan tabrakan mobilnya Aland."Pak, Pak Aland bangun Pak!" gumam pak Bandi sambil menepuk-nepuk pipi Aland tetapi tidak ada respon darinya."Kita bawa Pak Aland ke rumah sakit sekarang, Pak."Dua staf yang lain mengangkat tubuh Aland yang penuh dengan luka, salah satunya tangan dan kakinya yang cidera dan membawanya ke rumah sakit.Jalanan yang terlihat ramai membuat mereka memakan waktu cukup lama untuk sampai di rumah sakit. Biasanya hanya memerlukan waktu sekitar 10 menit dan sekarang sudah 15 menit mereka belum sampai juga di rumah sakit."Dokter, Dok tolong Dok!"Beberapa
"Ada apa ini, kenapa kalian malah ribut?""Istri kamu tuh Satya, masa aku suruh untuk foto copy berkas aja dia nggak mau! Aku tuh hari ini sibuk sekali.""Tapi Mas, Kak Nasya menyuruh aku untuk antar ke kantor juga! Wajar dong kalau aku keberatan!"Kedua perempuan itu kekeh dengan argumennya masing-masing, terutama dengan Kezia yang seolah enggan untuk di suruh-suruh oleh kakak iparnya karena dia merasa itu bukan tugasnya.Kezia berfikir kalau suruhan Nasya masih dalam batas kewajaran atau masih di dalam lingkungan rumah dia tidak akan keberatan, tetapi perempuan karir itu sering memerintah untuk hal di luar rumah, termasuk soal foto copy ini."Ya udah kamu lakukan saja! Nggak berat kan, cuma gitu doang!""Gitu doang? Kamu bilang gitu doang?"Berharap mendapatkan dukungan dari suaminya justru Satya menyuruhnya untuk nurut dengan apa yang Nasya perintahkan dan itu membuat Kezia semakin kesal.Rasa percaya dirinya
Ucapan Satya terhenti seketika saat bu Marwah datang menghampirinya. Kiara berusaha mengatur nafas dan raut wajahnya agar ibunya tak curiga."Aku em, aku habis meeting dengan seseorang dan kebetulan lewat sini, jadi aku mampir sebentar! Ibu apa kabar?"Lali-laki itu maju dan mengajak bu Marwah salaman. Alasan yang tepat membuat bu Marwah percaya begitu saja tanpa curiga sedikit pun pada menantunya itu."Oh iya, Kezia apa kabar? Dia baik-baik saja, bukan?""Istriku baik, Ibu! Dan syukurnya dia betah tinggal di rumah Mamahku. Kita berharap segera mendapat momongan setelah ini.""Ibu doakan aku dan Kezia agar segera mendapatkan momongan."Satya melirik pada Kiara pada saat mengucapkan kata momongan, dia pikir Kiara akan kesal terhadapnya, padahal Kiara tak perduli sama sekali dengan kehidupan rumah tangga mereka."Tentu saja Ibu doakan kalian. Syukurlah kalau Kezia betah tinggal di rumah orang tuamu! Kiara di mana Reza, ken