"Kiara!"
Kiara yang menggandeng tangan mungil Reza spontan berhenti dan menoleh ke belakang di mana Sean berdiri tegap sembari memandang.Laki-laki itu masih menyimpan tanda tanya besar perihal anak kecil yang memanggilnya dengan sebutan ibu.Batin Sean menerka-nerka status Kiara dan anak itu, apakah dia keponakannya, atau tetangga, ataukah anaknya. Sebelum Sean menemukan sendiri jawabannya dia terus saja mendekati Kiara."Sean, kamu sedang apa di sini?"Wajah Kiara terlihat mulai panik sesaat dia menoleh pada Reza seolah ingin menyembunyikan dia."Siapa dia? Siapa anak kecil ini?" Mata Sean menunjuk pada Reza yang memandang dengan muka datarnya."Dia ..., dia, dia Reza putraku! Kenapa Se? Eh, maksudku sedang apa kamu di sini?"Kiara terlihat salah tingkah karena kini selain pak Bandi ada seseorang yang mengetahui status dirinya."Anak kamu?""Hei jagoan kecil, siapa namamu?"Sean menu"Aland!""Pak Aland!"Jawab Sean dan Kiara serentak. Tanpa terdengar langkah kakinya tiba-tiba saja pemuda itu sudah berada di antara mereka."Jadi begini cara kamu menghargai wanita yang kamu suka!""Aarrgghh! Jangan banyak bicara kamu!"Hiiiaaattt!Masih menyimpan dendam saat berada di club malam membuat Sean maju lebih dulu untuk menyerang Aland, tapi tidak segampang itu menyakiti CEO Mega Star Company hingga mereka adu pukul dan tendang sama-sama kuat.Saling menyakiti satu sama lain bahkan melupakan dasar persahabatan yang sejak dulu mereka bina.Hanya gara-gara seorang wanita persahabatan mereka menjadi hancur bahkan menyimpan dendam satu sama lain.Mendengar keributan yang lumayan lama membuat seorang warga yang melihat berteriak kencang yang mengundang warga yang lain untuk mendekat."Sedang apa kalian woy!" Beberapa warga seketika berkerumun dan menghampiri untuk melerai pert
"Pak Bandi tunggu!""Iya Pak Aland?"Pak Bandi yang semula melangkahkan kakinya ke depan mendadak terhenti saat Aland memanggilnya.Belakangan ini CEO-nya memang sulit di mengerti, jangankan memikirkan kerja samanya dengan Nasya, berkas-berkas yang seharusnya dia kerjakan pun kini menumpuk tak terurus."Ikut ke ruangan saya! Ada sesuatu yang mau saya bicarakan dengan anda."''Baik Pak.""Ada apa Bapak memanggil saya?" Mereka duduk berhadapan di depan meja kerjanya Aland, dengan penampilan Aland yang terlihat lusuh dan pucat.Bahkan mengurus dirinya saja Aland terlihat malas, bekas luka memar masih terlihat menggenang di pelipis matanya."Panggil Kiara ke sini! Suruh dia untuk bekerja kembali di sini!"Degh!"Nona Kiara?"Pak Bandi merasa heran padahal dari kemarin-kemarin dia ingin sekali membahas soal wanita itu tapi Aland selalu saja beralasan, tapi kenapa sekarang justru d
"Ya Tuhan, Pak Aland!"Tubuh pak Bandi bergetar seketika saat melihat mobil Aland yang mengguling di atas aspal.Pikirannya yang tidak fokus membuat dia terpental sejauh kurang lebih sepuluh meter dari mobilnya.Pak Bandi dan semua staf yang melihat segera berlari menghampiri untuk menolong dan menolong satu mobil lainnya sebagai lawan tabrakan mobilnya Aland."Pak, Pak Aland bangun Pak!" gumam pak Bandi sambil menepuk-nepuk pipi Aland tetapi tidak ada respon darinya."Kita bawa Pak Aland ke rumah sakit sekarang, Pak."Dua staf yang lain mengangkat tubuh Aland yang penuh dengan luka, salah satunya tangan dan kakinya yang cidera dan membawanya ke rumah sakit.Jalanan yang terlihat ramai membuat mereka memakan waktu cukup lama untuk sampai di rumah sakit. Biasanya hanya memerlukan waktu sekitar 10 menit dan sekarang sudah 15 menit mereka belum sampai juga di rumah sakit."Dokter, Dok tolong Dok!"Beberapa
"Ada apa ini, kenapa kalian malah ribut?""Istri kamu tuh Satya, masa aku suruh untuk foto copy berkas aja dia nggak mau! Aku tuh hari ini sibuk sekali.""Tapi Mas, Kak Nasya menyuruh aku untuk antar ke kantor juga! Wajar dong kalau aku keberatan!"Kedua perempuan itu kekeh dengan argumennya masing-masing, terutama dengan Kezia yang seolah enggan untuk di suruh-suruh oleh kakak iparnya karena dia merasa itu bukan tugasnya.Kezia berfikir kalau suruhan Nasya masih dalam batas kewajaran atau masih di dalam lingkungan rumah dia tidak akan keberatan, tetapi perempuan karir itu sering memerintah untuk hal di luar rumah, termasuk soal foto copy ini."Ya udah kamu lakukan saja! Nggak berat kan, cuma gitu doang!""Gitu doang? Kamu bilang gitu doang?"Berharap mendapatkan dukungan dari suaminya justru Satya menyuruhnya untuk nurut dengan apa yang Nasya perintahkan dan itu membuat Kezia semakin kesal.Rasa percaya dirinya
Ucapan Satya terhenti seketika saat bu Marwah datang menghampirinya. Kiara berusaha mengatur nafas dan raut wajahnya agar ibunya tak curiga."Aku em, aku habis meeting dengan seseorang dan kebetulan lewat sini, jadi aku mampir sebentar! Ibu apa kabar?"Lali-laki itu maju dan mengajak bu Marwah salaman. Alasan yang tepat membuat bu Marwah percaya begitu saja tanpa curiga sedikit pun pada menantunya itu."Oh iya, Kezia apa kabar? Dia baik-baik saja, bukan?""Istriku baik, Ibu! Dan syukurnya dia betah tinggal di rumah Mamahku. Kita berharap segera mendapat momongan setelah ini.""Ibu doakan aku dan Kezia agar segera mendapatkan momongan."Satya melirik pada Kiara pada saat mengucapkan kata momongan, dia pikir Kiara akan kesal terhadapnya, padahal Kiara tak perduli sama sekali dengan kehidupan rumah tangga mereka."Tentu saja Ibu doakan kalian. Syukurlah kalau Kezia betah tinggal di rumah orang tuamu! Kiara di mana Reza, ken
"Aku minta maaf! Bener apa kata Mamah, mungkin aku salah. Seharusnya aku membiarkanmu untuk istirahat terlebih dahulu! Mas aku minta maaf."Saat situasi sudah terlihat sunyi tanpa suara dari mereka, Kezia menurunkan egonya untuk minta maaf setelah mendapat nasehat dari mamah mertuanya.Walau ragu dia mencoba mengulurkan tangannya untuk mengajak Satya bersalaman. Mengingat kesalahannya juga Satya membalas uluran tangan tersebut dan berusaha menarik nafas panjang agar tidak ada lagi percekcokan di antara mereka.''Ya sudah, kita lupakan saja masalah ini. Aku juga minta maaf, mungkin aku terlalu kesal dengan orang itu."Degh!Kezia memicingkan matanya saat Satya mengucapkan orang itu, kenapa dia tidak menyebutkan namanya dengan siapa dia di luar tadi.Hal itu membuat Kezia semakin penasaran, rasanya masih banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan tetapi Kezia tahan agar Satya tak kembali kesal padanya."Mas, setiap pekerjaa
Satu bulan di rumah sakit tidak ada perubahan sama sekali pada diri Aland walau sudah di panggilkan kedua orang tuanya yang meluncur dari kota Paris sekalipun dia tetap diam di atas berankar rumah sakit.Berbagai cara telah mereka lakukan salah satunya memanggil dokter spesialis dari luar negeri pun tidak ada respon darinya yang membuat semua yang menemaninya merasa bingung.Hampir saja mereka menyerah dan pasrah dengan keadaan tetapi tiba-tiba terlintas di otak pak Bandi akan sesuatu hal yang belum mereka coba sebelumnya."Non Kiara! Apa kita coba panggil Nona Kiara kesini? Mungkin dengan kedatangan dia, Pak Aland bisa merespon?""Kiara? Siapa dia Pak Bandi?" ujar pak Riswandi dan bu Dinata penasaran.Mereka terperangah dengan nama yang baru saja dia dengar ini, pasalnya Aland tak pernah bercerita sedikit pun tentang nama ini walau di dalam telepon."Mantan sekretaris Pak Aland, Nyonya. Dia di pecat oleh Pak Aland gara-gara terl
"Mari kita ke sana Pak.""Nona Kiara serius?"Wajah pak Bandi berbinar bahagia saat Kiara berkenan untuk datang menemui Aland, dia mengira kalau Kiara akan menolaknya.Sesampainya di rumah sakit, dari kejauhan tuan Riswandi dan nyonya Dinata memandang siapa yang berjalan bersama pak Bandi menghampiri dirinya.Mereka sedikit ragu melihat penampilan Kiara yang biasa saja, tidak ada yang special dari wanita ini. Sampai mereka bicara dalam hati."Apa spesialnya wanita ini, mana mungkin Aland sadar hanya karena wanita seperti ini."Tetapi mereka tak mau mendahului kenyataan sebelum melihat sendiri hasilnya."Permisi Tuan, Nyonya perkenalkan dia Nona Kiara yang aku ceritakan tadi.""Selamat siang, Tuan, Nyonya.""Siang Kiara. Pak Bandi mungkin sudah menceritakan semuanya pada kamu, ya begitu keadaan Aland saat ini. Kamu masuk saja dan lihat sendiri keadaanya.""Saya permisi, izin tengok keadaan Pak A