"Kiara! Kiara di mana kamu!"
Teriak Kezia dari luar begitu lantang sampai terdengar ke dalam dimana ibunya sedang memasak di dapur.Suara yang begitu keras membuat bu Marwah terpaksa mematikan kompornya sesaat dan menghampiri anaknya itu."Kezia, ada apa kamu teriak-teriak memanggil Kiara! Dia belum pulang kerja!""Ibu tau kenapa aku kesal padanya? Kiara bikin ulah yang membuat suami dan iparku kesal, Bu!""Maksud kamu? Ibu nggak percaya! Kiara tidak mungkin berbuat jahat pada siapa pun termasuk suami dan ipar kamu itu.""Aku tidak ada urusan sama Ibu! Yang aku cari itu Kiara, mana dia?""Astaga, bukan kah Ibu sudah mengatakan kalau dia belum pulang kerja? Masa kamu nggak percaya sama Ibu!"Baru selesai ibunya berbicara, terlihat sebuah taksi yang berhenti di depan rumah mereka.Kezia membuka matanya lebar-lebar saat melihat Kiara yang turun dari taksi tersebut dengan dandanan formal. Karena yang KeziaPak Susanto dan bu Marwah siap mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh Kiara.Mereka berfikir sepertinya ada hal penting yang mau Kiara bicarakan, dan berharap bukan hal buruk yang akan dibicarakan."Ada apa Ki? Kamu membuat Ibu takut saja!""Eh, tidak! Apa yang perlu ditakutkan, Bu! Aku cuma mau bilang kalau yang membayar total biaya rumah sakit dan yang memindahkan Ibu ke ruang VIP, ternyata bukan Pak Aland."Degh!Padahal Kiara sudah mengatakan pada ayah dan ibunya kalau kemungkinan besar yang melakukan itu adalah Aland.Pasalnya tidak ada yang tau selain dia kalau bu Marwah di rawat di ruangan itu. Pak Susanto dan bu Marwah saling pandang sesaat. Pernyataan Kiara membuat mereka semakin khawatir."Kalau bukan Pak Aland, lalu siapa, Kiara?" tanya bu Marwah dengan wajah memucat."Aku juga nggak tau, Bu. Pak Aland bilang tidak tau menahu tentang semua itu! Mungkin ada orang lain yang berniat membantu Kita,
"Mas Satya jahat! Aku kecewa sama dia!""Nggak!"Sempat Kezia berhenti di samping mobil yang biasa dia gunakan, tetapi mengingat mobil itu pemberian dari suaminya, dia memutuskan untuk pergi tanpa membawa barang apa pun darinya.Sambil menangis dia berjalan menyusur trotoar jalan raya, tak perduli dengan kemungkinan yang bisa terjadi padanya. Penghinaan itu terasa sangat menyakitkan baginya.Bagaimana mungkin Satya diam saat saat Nasya mengusirnya, lalu untuk apa dia memanggil pada saat Kezia pergi."Memang benar apa yang di katakan oleh Ayah, mereka memang egois! Mereka tak pernah tau bagaimana perasaanku selama tinggal di sana."Setelah tangisnya mereda, Kezia baru menyadari kalau jarak dirinya kini telah jauh dari sana sini, jauh dari rumah Satya, jauh pula dari rumah ayahnya.Melihat kanan kiri jalan yang terlibat sepi membuat dia semakin bergidik ngeri."Ya Tuhan, aku harus kemana sekarang! Tidak mungkin ak
"Turun! Turun sekarang!""Eh, apa kamu nggak mau turun untuk menemui pacar kamu di dalam.""Kenapa kamu banyak sekali bicara, aku bilang turun!"Terpaksa Aland sedikit membentak saat mereka sampai di depan rumah pak Susanto.Melihat sikap Kezia yang seolah ingin mengajaknya akrab justru membuat Aland muak, apalagi mengingat ucapannya, rasanya ingin segera menjauh dari wanita ini.''Iya, iya, aku turun! Dasar calon Adik Ipar sombong! Nggak sopan!"Brak!Bahkan Kezia menutup pintu mobil Aland dengan sangat keras yang membuat dada Aland bergemuruh kesal, tapi dia tahan sebisa mungkin dengan cara memejamkan mata sambil menarik nafas panjang.Mobil itu segera tancap gas pergi dari tempat itu.Tok! Tok! Tok!"Buka!""Buka ini aku Kezia!"Beberapa kali ketukan pintu terdengar sampai ke dalam, Kiara yang sedang berkumpul dengan anak dan kedua orang tuanya, memastikan bahwa memang ada
"Ayah, aku dan Reza berangkat sekarang! Nanti Ayah tolong jemput Reza seperti biasanya ya Yah.""Kamu tidak perlu khawatir, Nak! Reza akan dengan Ayah dan Ibu di rumah, iya kan Za!"Anak kecil itu hanya tersenyum sambil mengangguk.Selesai sarapan pagi Kiara seperti biasa mengantar Reza untuk sekolah sebelum berangkat ke kantor.Walau terkadang situasi sekolah masih sepi, tapi Kiara harus bisa membagi waktu untuk memperbaiki kinerjanya di kantor.Baru saja dia bangun dari duduknya dan menggandeng tangan mungil Reza yang menggendong tas ransel bergambar Doraemon.Tiba-tiba Kezia bersuara sambil mengunyah makanannya. Wanita yang duduk sambil mengangkat satu kakinya ke atas seolah ada sesuatu yang belum sempat dia ucapkan sebelumnya."Heh, Kiara! Salam buat pacar kamu itu! Bilang makasih padanya karena semalam mengantar Kakak pulang!"Rasanya Kiara malas untuk menjawab ucapan Kezia."Iya, nanti aku sampaik
"Mas Satya!"Kezia yang semula berada di depan rumah sembari menyiram tanaman di halaman seketika membalikan badannya saat melihat Satya turun dari mobilnya.Kejadian itu masih membayang di pelupuk matanya, bagaimana laki-laki itu diam saat kakaknya mengusir.Sebagai seorang laki-laki, Satya seperti dak berdaya menghadapi Nasya yang suka semena-mena, dan anehnya Satya selalu patuh dengan apa yang dia ucapkan bahkan selalu nurut apa yang dia perintahkan."Key, Kezia tunggu! Tunggu, aku mau bicara denganmu!"Satya berusaha menarik tangan Kezia agar berhenti tapi genggaman tangan itu segera Kezia tepis dengan sedikit kasar."Lepasin! Lepasin tanganku! Mau apa kamu ke sini?""Kezia, Sayang aku ke sini untuk minta maaf! Tolong maafkan aku dan kita kembali lagi ke sana.""Nggak! Aku nggak mau kembali ke sana! Mas, kamu pikir aku betah tinggal satu atap dengan Kakak kamu yang egois itu?""Kemana kamu? Kemana s
Kring!Kring!Kring!Suara ponsel milik pak Bandi yang tergeletak di atas meja berdering kencang beberapa kali.Pak Bandi yang semula di toilet tak mendengar bunyi panggilan tersebut sampai dia selesai pun masih saja berdering.Merasa terganggu dengan suara dering tersebut, pak Bandi segera mengambil dan melihat siapa yang meneleponnya. Tampak sebuah kontak tidak asing menghubunginya."Kantor polisi!"Digeserlah tombol berwarna hijau ke atas hingga panggilan mereka kini tersambung."Halo, selamat siang, Pak!" ucap pak Bandi menyapa polisi tersebut."Selamat siang, bisa bicara dengan Pak Bandi? Ini dari pihak kepolisian!" suara pak polisi pada sambungan telepon."Iya dengan saya sendiri, bagaimana, Pak? Ada sudah ada kabar tentang laporan saya?"Bunyi masak kusuk orang bicara pada sambungan telepon membuat pak Bandi mengangguk entah apa yang sedang mereka bicarakan sampai panggilan it
"Kalau kamu biasa kenapa tidak kamu turuti saja apa maunya istri kamu! Lagi pula kalian menikah udah 3 tahun. Jadi wajar jika Kezia ingin memiliki rumah sendiri.""Mungkin jika kalian tinggal sendiri, Kezia bisa cepat hamil dan kalian cepat punya anak."Sambil duduk Satya menceritakan semuanya pada bu Citra tentang permintaan Kezia untuk kembali padanya dan di tanggapi baik oleh Mamahnya itu.Bu Citra merasa kalau apa yang di katakan Satya itu wajar, apalagi untuk anaknya yang sudah mampu membelikan rumah untuk masa depan keluarga kecilnya.Akan tetapi Satya sendiri berat jika harus meninggalkan kedua orang tuanya di sini, karena dia tau kalau kakaknya tidak begitu perhatian dengan mereka."Aku pikir juga begitu Mah! Tapi bagaimana dengan Mamah dan Papah di sini?"Bu Citra tersenyum sebelum menjawab ucapan anaknya, dia tau kalau Satya mengkhawatirkan keadaanya."Sat, kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal Mamah dan Papah,
"Selamat siang, kami dari pihak kepolisian apa bisa bertemu dengan Bapak Sean?""Tuan muda? Memangnya ada apa dengan Tuan muda Sean, Pak?" tanya Iyem, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah laki-laki gagah dengan berewok tipis itu."Maaf, Pak Sean terduga sebagai pelaku sabotase rem mobil milik Pak Aland, kami akan membawanya ke kantor sekarang, guna untuk di mintai keterangan!""Tuan, Tuan muda!"Merasa terkejut dengan apa yang di katakan oleh pak polisi, Iyem segera berlari sambil memanggil Sean dengan suara lantang.Bahkan Sean yang sedang tertidur di kamarnya pun terperanjat kaget, mendengar bising suara itu Sean justru menutup telinganya menggunakan bantal, tapi tetap saja panggilan itu tembus terdengar.Tok!Tok!"Tuan, Tuan muda Sean!"Beberapa kali Iyem mengetuk pintu tidak juga di buka olehnya, Iyem terus mengetuk pintu sambil memanggil namanya dan sukses membuat Sean terbangun."A