"Turun! Turun sekarang!"
"Eh, apa kamu nggak mau turun untuk menemui pacar kamu di dalam.""Kenapa kamu banyak sekali bicara, aku bilang turun!"Terpaksa Aland sedikit membentak saat mereka sampai di depan rumah pak Susanto.Melihat sikap Kezia yang seolah ingin mengajaknya akrab justru membuat Aland muak, apalagi mengingat ucapannya, rasanya ingin segera menjauh dari wanita ini.''Iya, iya, aku turun! Dasar calon Adik Ipar sombong! Nggak sopan!"Brak!Bahkan Kezia menutup pintu mobil Aland dengan sangat keras yang membuat dada Aland bergemuruh kesal, tapi dia tahan sebisa mungkin dengan cara memejamkan mata sambil menarik nafas panjang.Mobil itu segera tancap gas pergi dari tempat itu.Tok! Tok! Tok!"Buka!""Buka ini aku Kezia!"Beberapa kali ketukan pintu terdengar sampai ke dalam, Kiara yang sedang berkumpul dengan anak dan kedua orang tuanya, memastikan bahwa memang ada"Ayah, aku dan Reza berangkat sekarang! Nanti Ayah tolong jemput Reza seperti biasanya ya Yah.""Kamu tidak perlu khawatir, Nak! Reza akan dengan Ayah dan Ibu di rumah, iya kan Za!"Anak kecil itu hanya tersenyum sambil mengangguk.Selesai sarapan pagi Kiara seperti biasa mengantar Reza untuk sekolah sebelum berangkat ke kantor.Walau terkadang situasi sekolah masih sepi, tapi Kiara harus bisa membagi waktu untuk memperbaiki kinerjanya di kantor.Baru saja dia bangun dari duduknya dan menggandeng tangan mungil Reza yang menggendong tas ransel bergambar Doraemon.Tiba-tiba Kezia bersuara sambil mengunyah makanannya. Wanita yang duduk sambil mengangkat satu kakinya ke atas seolah ada sesuatu yang belum sempat dia ucapkan sebelumnya."Heh, Kiara! Salam buat pacar kamu itu! Bilang makasih padanya karena semalam mengantar Kakak pulang!"Rasanya Kiara malas untuk menjawab ucapan Kezia."Iya, nanti aku sampaik
"Mas Satya!"Kezia yang semula berada di depan rumah sembari menyiram tanaman di halaman seketika membalikan badannya saat melihat Satya turun dari mobilnya.Kejadian itu masih membayang di pelupuk matanya, bagaimana laki-laki itu diam saat kakaknya mengusir.Sebagai seorang laki-laki, Satya seperti dak berdaya menghadapi Nasya yang suka semena-mena, dan anehnya Satya selalu patuh dengan apa yang dia ucapkan bahkan selalu nurut apa yang dia perintahkan."Key, Kezia tunggu! Tunggu, aku mau bicara denganmu!"Satya berusaha menarik tangan Kezia agar berhenti tapi genggaman tangan itu segera Kezia tepis dengan sedikit kasar."Lepasin! Lepasin tanganku! Mau apa kamu ke sini?""Kezia, Sayang aku ke sini untuk minta maaf! Tolong maafkan aku dan kita kembali lagi ke sana.""Nggak! Aku nggak mau kembali ke sana! Mas, kamu pikir aku betah tinggal satu atap dengan Kakak kamu yang egois itu?""Kemana kamu? Kemana s
Kring!Kring!Kring!Suara ponsel milik pak Bandi yang tergeletak di atas meja berdering kencang beberapa kali.Pak Bandi yang semula di toilet tak mendengar bunyi panggilan tersebut sampai dia selesai pun masih saja berdering.Merasa terganggu dengan suara dering tersebut, pak Bandi segera mengambil dan melihat siapa yang meneleponnya. Tampak sebuah kontak tidak asing menghubunginya."Kantor polisi!"Digeserlah tombol berwarna hijau ke atas hingga panggilan mereka kini tersambung."Halo, selamat siang, Pak!" ucap pak Bandi menyapa polisi tersebut."Selamat siang, bisa bicara dengan Pak Bandi? Ini dari pihak kepolisian!" suara pak polisi pada sambungan telepon."Iya dengan saya sendiri, bagaimana, Pak? Ada sudah ada kabar tentang laporan saya?"Bunyi masak kusuk orang bicara pada sambungan telepon membuat pak Bandi mengangguk entah apa yang sedang mereka bicarakan sampai panggilan it
"Kalau kamu biasa kenapa tidak kamu turuti saja apa maunya istri kamu! Lagi pula kalian menikah udah 3 tahun. Jadi wajar jika Kezia ingin memiliki rumah sendiri.""Mungkin jika kalian tinggal sendiri, Kezia bisa cepat hamil dan kalian cepat punya anak."Sambil duduk Satya menceritakan semuanya pada bu Citra tentang permintaan Kezia untuk kembali padanya dan di tanggapi baik oleh Mamahnya itu.Bu Citra merasa kalau apa yang di katakan Satya itu wajar, apalagi untuk anaknya yang sudah mampu membelikan rumah untuk masa depan keluarga kecilnya.Akan tetapi Satya sendiri berat jika harus meninggalkan kedua orang tuanya di sini, karena dia tau kalau kakaknya tidak begitu perhatian dengan mereka."Aku pikir juga begitu Mah! Tapi bagaimana dengan Mamah dan Papah di sini?"Bu Citra tersenyum sebelum menjawab ucapan anaknya, dia tau kalau Satya mengkhawatirkan keadaanya."Sat, kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal Mamah dan Papah,
"Selamat siang, kami dari pihak kepolisian apa bisa bertemu dengan Bapak Sean?""Tuan muda? Memangnya ada apa dengan Tuan muda Sean, Pak?" tanya Iyem, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah laki-laki gagah dengan berewok tipis itu."Maaf, Pak Sean terduga sebagai pelaku sabotase rem mobil milik Pak Aland, kami akan membawanya ke kantor sekarang, guna untuk di mintai keterangan!""Tuan, Tuan muda!"Merasa terkejut dengan apa yang di katakan oleh pak polisi, Iyem segera berlari sambil memanggil Sean dengan suara lantang.Bahkan Sean yang sedang tertidur di kamarnya pun terperanjat kaget, mendengar bising suara itu Sean justru menutup telinganya menggunakan bantal, tapi tetap saja panggilan itu tembus terdengar.Tok!Tok!"Tuan, Tuan muda Sean!"Beberapa kali Iyem mengetuk pintu tidak juga di buka olehnya, Iyem terus mengetuk pintu sambil memanggil namanya dan sukses membuat Sean terbangun."A
"Mau apa kamu ke sini, Mas? Bukankah sudah aku katakan kalau aku cuma mau kembali kalau kamu memberiku sebuah rumah! Aku nggak mau balik lagi ke rumah Mamah dan tinggal satu atap dengan Kakak kamu!"Mendengar ucapan Kezia, Satya hanya tersenyum sambil memandang lekat wajah cantik yang ada di hadapannya.Ekspresi Kezia yang semula ketus mendadak membelalakkan matanya senang saat melihat apa yang di tunjukan oleh suaminya itu."Sekarang lihat apa yang aku bawa! Tara..."Sebuah kunci rumah Satya tunjukan di depan mata Kezia yang spontan membuat dia menutup mulut dengan kedua tangannya.Betapa bahagianya Kezia kerena ternyata Satya menuruti apa yang dia inginkan."Ru-rumah? Jadi kamu benar-benar membeli rumah untuk kita, Mas?"Satya tersenyum dan mengangguk. Tak mampu untuk menyembunyikan rasa bahagianya, Satya meraih tubuh istrinya dan memeluknya dengan sangat erat.Perasaan rindu yang selama ini dia tahan kini sed
"Loh Mas, kok berhenti? Memangnya kita sudah sampai? Mana rumah kita?"Sedangkan Kezia melirik kanan kiri jalanan hanya terlihat toko dan tanah kosong di tepi jalan raya pada saat Satya menghentikan laju mobilnya."Sebentar lagi! Sekarang aku akan menutup matamu. Tutup mata kamu sekarang!""Eh, astaga, Mas! Kenapa harus tutup mata segala."Satya mengulurkan tangannya sambil membawa sebuah kain yang akan di gunakan untuk menutup mata istrinya.Mau tidak mau Kezia harus di tutup matanya oleh Satya sebelum mobil itu melaju kembali ke tempat tujuan.Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di sebuah rumah yang di beli Satya 2 hari yang lalu."Nah, sekarang sudah sampai! Ups, ayok kita turun! Pelan-pelan." ucap Satya memapah Kezia untuk turun dari mobil dan berdiri di depan rumah."Mana Mas, aku sudah nggak sabar lagi!""Dalam hitungan ke tiga, kamu boleh membuka mata! Satu, dua, tiga!"Kezia mem
"Yah, Bu, ada hal penting yang mau Kezia bicara dengan kalian."Pak susanto, bu Marwah dan Kiara yang kebetulan sedang berkumpul saling pandang satu sama lain."Kamu mau bicara apa, Key? Bicara saja, kami pasti dengar kok!""Besok aku mau pindah ke rumah baru, Yah! Mas Satya sudah membeli rumah untuk kita! Tadi sore aku dan Mas Satya datang ke sana untuk melihat rumah itu."Degh!"Benarkah? Syukurlah kalau begitu, Ayah ikut senang mendengarnya. Jadi kamu tidak perlu tinggal bareng dengan Kakak ipar kamu itu!""Iya, Bu, dan besok Mamah dan Papahnya Mas Satya bakal datang kemari untuk menjemput kita ke sana! Jadi aku minta kalian siap-siap sebelum mereka datang.""Kenapa mendadak seperti itu sih Kak! Aku kan belum izin kantor! Pak Aland bakal marah lagi kalau aku terlambat, atau cuti tanpa izin!" ucap Kiara menambahi."Kakak juga nggak nyangka kalau Mas Satya ternyata ngajak pindah secepat itu, Ki! Tapi ya memang