Keenan mendengkus, lalu berdiri. Ia pergi ke sudut, menjauhi Zia. Rumah itu hanya dua lantai, tapi atapnya seperti gedung banyak lantai, sepertinya pemiliknya berniat membangun lebih tinggi. Di sekitar rumah Eleanora dan Devan hanya rumah ini yang paling tinggi, sekitarnya masih satu lantai dan masih tampak seperti bangunan awal, rumah subsidi sederhana.Pertanyaan Keenan sebelumnya bukan sengaja ia ucapkan, hal itu spontan terpikir olehnya agar gadis itu—ah Keenan tidak tahu Zia masih gadis atau tidak, tapi kalau Zia benar pelacur seperti yang diakui, berarti Zia bukan lagi gadis—wanita itu merasa risih dan menjauh darinya. Keenan tidak menyangka Zia akan menjawab enteng dan berakhir menggodanya kembali.Semua kebetulan antara dirinya dan Zia terasa aneh. Kedekatan ini bermula ketika Zia beberapa kali datang ke minimarketnya. Berpakaian minim dan bau alkohol, menggoda Keenan yang menjadi kasir. Bahkan j
"Dia bicara apa itu?" Eleanora memicing menatap layar yang menampakkan Devan tengah melayani seorang pria tua yang sangat Eleanora kenali.“Tidak tahu. Mau tanya Devan?”Eleanora menggeleng. “Tidak bisa, nanti dia makin curiga.” Eleanora membanting tubuhnya ke sandaran kursi. Ia menutup matanya, tampak frustrasi.Bukan maksud ingin menutupinya dari Devan, tapi Eleanora sungguh malu mempunyai ayah seperti itu yang membuat masa lalunya suram, juga ia tidak mau lagi berhubungan dengan orang itu. Hidup di dekat ayahnya tidak akan pernah bisa tenang.“Aku ingin ketemu dia.” Eleanora berdiri, sudah waktunya Devan pulang. “Besok, kamu yang tentukan tempatnya.”Keenan hanya mengangguk, ia mengikuti Eleanora di belakang. Wanita itu mengubah eskpresinya di depan Devan. Berpura-pura terlihat baik-baik saja.***
Sejak Eleanora mendatangi ayahnya tempo hari, tidak ada lagi terlihat Diego Lim ataupun anak buahnya di sekitar Eleanora.Eleanora berharap ayah kampretnya itu mempertimbangan kemauannya. Sedikit banyak Eleanora berharap ada sedikit rasa sayang Diego Lim untuknya dengan melepaskan Eleanora untuk menjadi orang biasa.Meski merasa benci sampai ingin muntah, tetapi ternyata ada sedikit harapan yang terselip di sudut hatinya. Rasa bencinya teramat besar sampai harapan kecil itu tidak terlihat."Ayo kita bikin usaha saja, Sayang!" ajak Eleanora untuk kesekian kali pada Devan.Sekarang Devan seperti sudah melupakan mimpinya menjadi karyawan kantoran yang pergi rapi pulang juga rapi dengan gaji yang banyak di awal bulan. Laki-laki itu sekarang tampak nyaman menjadi pramuniaga di minimarket Eleanora yang dikelola Keenan.Sampai sekarang pun Devan tidak tahu
Mata Eleanora tidak berhenti melotot melihat belasan video-video pendek yang ada di aplikasi media sosial bernama Igeh. Lama-lama bibirnya mengerucut kesal. Dadanya panas melihat video-video itu.Eleanora melirik Devan yang juga sedang asik dengan ponsel. Ia mendengkus, mengapa Devan tidak pernah bersikap manis atau romantis padanya seperti laki-laki di drama korea atau video-video pendek yang tadi ia lihat.Bahkan saat di atas tempat tidur pun, menurut Eleanora, Devan tidak pernah bersikap manis, tetapi agresif. Eleanora benar-benar membangunkan singa yang sedang tidur.Dalam drama korea yang manis atau video-video pendek itu, para lelakinya pasti berlaku manis dengan memberikan bunga, dikasih hadiah, diajak makan malam romantis, diajak jalan-jalan, dikasih pujian dan lain-lain. Namun Devan tidak seperti itu padanya. Eleanora iri setelah mati pada perempuan-perempuan itu."Sayang!
"Bagaimana mereka?""Saat ini Devan masih bekerja di minimarket kepunyaannya Nona Eleanora, tapi ia sedang mencoba berjualan pakaian bekas."Diego Lim tertawa menghina mendengar kata-kata terakhir ajudannya. "Tidak berkelas." Ia kembali mengisap lagi cerutunya, kakinya ia arahkan ke salah satu pelacurnya untuk dipijat. Padahal ia lebih menikmati sentuhan-sentuhan yang diberikan oleh perempuan itu."Awasi lagi mereka dari jauh. Jangan sampai seperti anak buahmu yang bodoh itu dan ketahuan. Tunggu sampai Devan merasa berhasil dengan usahanya, lalu hancurkan.""Tapi Tuan, modal yang dipakai adalah uang milik Nona 0⁰Eleanora.""Lebih bagus. Eleanora tidak akan menangis hanya karena uang yang tidak seberapa itu, tapi laki-laki itu pasti akan terguncang mentalnya."***"Sayaang!""Sudah dong, El, sudah. Kala
Hari ini Devan libur melakukan siaran langung, ia berencana menyusuri kota, khususnya pasar tradisional yang menjual barang-barang bekas, mana tahu ia mendapat pakaian yang bagus.Devan pergi seorang diri dengan motornya. Hatinya tengah senang. Kalau bukan karena Eleanora yang memaksanya, tentu ia tidak akan seperti ini sekarang.Sekali live, semua yang ada di etalasenya ludes dibeli. Jujur ia kewalahan, tetapi ia tidak mengeluh sama sekali. Kemarin semua jualannya habis, dan ia masih harus menunggu dua hari lagi untuk ball pesanannya datang.Devan baru tahu kalau menjual secara online di salah satu e-commerce media online yang saat ini tengah hipe bisa sangat menguntungkan. Bagaimana tidak hanya beberapa kali ia menggunakan iklan media sosial itu, namanya langsung banyak dikenal orang. Penonton siaran langsungnya bisa mencapai ribuan orang. Tiga gari pertama Devan sangat kaku, tapi setelahnya ia sudah bisa t
Sudah lima hari ini Devan terus diam. Lelaki itu sangat murung, dan tidak mau melakukan apa pun. Hanya suara azan yang mampu membuatnya bergerak. Namun setelah selesai solat, calon ayah itu kembali melamun.Sehari setelah kabar mengejutkan itu, Eleanora sengaja membiarkan suaminya seperti itu. Karena ia tahu apa yang tengah dialami suaminya sangat tidak mudah.Lalu hari berikutnya Eleanora baru membujuk Devan untuk semangat, untuk mengikhlaskan, untuk bangkit. Namun, sampai hari ke empat, Devan masih terus diam.Eleanora sampai ragu untuk memberitahu tentang berita kehamilannya. Ia takut Devan malah merasa lebih tertekan karena mereka akan mempunyai anak yang mana membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga, Eleanora memutuskan untuk menyembunyikan sampai setidaknya Devan terlihat baik-baik saja."Sayang!" Eleanora memanggil kesekian kalinya di hari ini. Dan belum di respon
Eleanora menghela napas. Ia tahu sejak awal siapa kakak ipar Devan itu. Orang tua mereka sama-sama punya kekuasaan, tetapi mereka berada di menara yang berbeda. Berbeda dengan ayah Eleanora yang seorang mafia, pebisnis dunia gelap, yang semua kekayaannya diperoleh dari cara yang tidak halal, juga merupakan seorang pengikut iblis yang tidak segan menghabisi siapapun yang menghalangi rencananya.Sedangkan orang tua Azalea adalah pengusaha sukses yang namanya sangat bersih dari cara-cara kotor. Terkenal sebagai pengusaha paling jujur se-Asia Tenggara yang memperoleh keuntungan dengan cara paling bersih.Bisa dikatakan, Eleanora dan Azalea sama-sama putri. Namun kedua sangat berbanding terbalik. Azalea sangat putih bersih dan harum, sedang Eleanora penuh dengan lumpur hitam yang berbau.Eleanora masuk ke dalam rumah, dan Devan sudah terduduk tetapi masih diam dengan tatapan kosong. Eleanora sedih melihat Devan ya