Pernikahan hanya demi menuntaskan janji mampu membuat Saraswati merasa lelah, menguras batin, dan tersiksa. Memiliki suami yang begitu dingin dan tak peduli sama sekali, bukanlah impian dari seorang wanita. Semua wanita ingin memiliki seorang suami yang mencintainya, bukan malah membenci. Sungguh, menyesakkan tatkala sang suami membawa wanita lain ke rumah sendiri dan bermain ranjang di sana. Mengkhianati janji suci pernikahan mereka, hingga membuat Saraswati tak mampu bertahan. Rasanya seperti ingin mati, jika harus melihat perselingkuhan dan pengkhianatan tersebut. Namun, jika ia mengakhiri semuanya, maka bencana besar akan terjadi.
Lihat lebih banyak"Rasanya sepi, Ras. Enggak ada kamu di kantor." Saras tersenyum kecil mendengar kelakar dari Marcello. Kepala tertunduk menghirup bau Caramel Latte pesanannya. Lalu menyeruput dengan pelan. Niat hati ingin menghilangkan beban pikiran, malah bertemu dengan Marcello yang sehabis meeting dengan klien. "Masih ada pegawai yang kompeten kali di sana. Lagian ya kalo dipaksain, nanti malah rentan keguguran. Sayang banget soalnya," ucap Saras sembari mengelus perutnya yang sebentar lagi akan buncit. Marcello menanggapi dengan tawa kecil. Seharusnya Kabir kala itu bersyukur memiliki Saras. Ah, sudah pada dasarnya skenario Tuhan, tidak ada yang tahu akan seperti apa ke depannya. "Ras ...." Marcello memanggil, ragu ingin bertanya kepada wanita itu. Dipendam, rasanya akan penasaran. Bertanya, takut membuat Saras tersinggung. Sebab, pertanyaan yang akan diajukan bersifat pribadi dan terkesan sudah berada di jalur masing-masing. "Kenapa?" Saras bertanya, menatap Marcello sekilas. Lalu mengedark
Saras tersenyum miris melihat berbagai foto mesra dan penuh kemewahan dari akun media sosial Fadhilah. Ada sedikit rasa cemburu di hati melihat keduanya kini telah resmi bersanding sebagai suami-istri. Saras bukannya tidak bisa mengiklaskan laki-laki itu, hanya saja ia tak suka melihat orang yang sudah membuatnya terluka berbahagia di sana. Tangan mengelus perut yang sebentar lagi akan terlihat membuncit. Bibir tertarik ke atas membentuk senyuman kecil. Tak terasa ia melalui hari-hari sendirian, tidak terlalu sendirian. Dibantu oleh kedua orang tua, yang nekat keduanya ingin menetap di Jakarta. Saras senang, di sini merasa dimanjakan. Tidak hanya sang mama kandung, mama mertuanya juga sering datang menjenguk sambil membawakan berbagai jenis makanan. Katanya, untuk anak Saras. "Ras, kamu yakin mau lanjut kerja?" tanya Lia yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah. Saras yang sedang asik menyantap rujak buatan sang mama mertua ralat mantan mertua, berhenti sejenak. Setelah dipikir-pik
Saras terdiam, pandangannya begitu lekat menatap manik mata Gemintang. Ulu hati terasa sesak, ia penasaran dengan alasan apa yang Gemintang sembunyikan sampai memilih pergi meninggalkan tanpa sebuah pesan. Namun, rasa sakit ditinggalkan, juga patah hati berbulan-bulan, membuat ia enggan mendengarkan. Akan tetapi, kala melihat binar sendu dan penuh harap dari laki-laki itu, membuat hati Saras goyah. "Aku sudah memaafkanmu, tetapi aku tidak bisa memberimu kesempatan untuk mengisi ruang di hatiku. Dulu, aku sudah memberimu kesempatan itu, tetapi kamu malah pergi meninggalkan begitu saja. Jujur Gem, aku enggak mau sakit hati untuk kedua kalinya," ucap Saras menarik sudut bibir dengan tipis, ia tidak yakin jikalau itu sebuah senyuman. Gemintang mengerti, ia terlalu pengecut untuk sekadar menyapa kembali. Atau bahkan mengirimi Saras pesan sebelum pergi. Ia hanya tak mau, Saras mengetahui bagaimana latar belakang keluarganya. Apalagi Saras merupakan anak yang bahagia memiliki keluarga utuh.
Satu bulan berpisah dengan Saras membuat Kabir mau tidak mau mengiakan permintaan sang ibu, yang meminta untuk menikahi Fadhillah demi anak yang tengah dikandung. Berat rasanya mengiakan permintaan itu, apalagi sekarang Kabir benar-benar sudah jatuh cinta kepada Saras. Mengapa semua yang terjadi terasa tidak adil untuk Kabir. Penyesalannya masih menyelimuti benak. Tatapan mata begitu kosong ke arah depan tak terelakkan. Batin bertanya-tanya bagaimana kabar Saras di sana. Apakah wanita itu hidup dengan baik? Lalu siapa yang memenuhi momen ngidam dari wanita itu? Banyak sekali pertanyaan yang berputar di kepala tentang sosok wanita yang mulai mengambil tempat di hati Kabir. Pertemuan kemarin dengan Gemintang, mampu membuat Kabir menyimpulkan. Bahwa Saras merupakan wanita yang sulit digapai kembali. Kabir sadar, sudah banyak luka yang ditorehkan pada hati wanita itu. Kabir merasa malu kepada dirinya sendiri, andaikan saja dulu ia lebih bisa menghargai dan juga membuka mata tentang rasa
Saras merasa senang bisa kembali bekerja. Berkutat dengan naskah serta obrolan singkat dengan teman sekantor. Terlebih lagi Marcello mau menerima dirinya kembali. Membuat Saras merasakan suasana berbeda. "Jangan terlalu kecapean, Sar. Umimu menitipkan pesan bahwa kamu jangan terlalu capek," ucap Marcello yang berdiri di samping meja Saras.Saras mengulas senyum kecil. Ia sudah mendengar kalimat itu sebanyak lima kali. Marcello tidak henti-hentinya menasihati, tidak hanya Marcello saja. Tejana yang sedang bekerja di kantor seberang pun turut menasihati via telepon. Beruntung Saras memiliki orang-orang baik seperti mereka. Apalagi mereka seakan-akan tahu bahwa ia tidak ingin mengungkit tentang masalah penceraian itu. Mereka seakan bungkam, tidak bertanya lebih. Membuat Saras jadi lebih merasa nyaman menjalani hidup yang sekarang. "Kamu udah ingetin aku lima kali, lho. Bahkan Tejana pun udah ingetin lewat W*. Kamu enggak capek, bulak-b
Setelah resmi bercerai dengan Kabir, kehidupan Saras kembali seperti dulu. Dikhawatirkan oleh kedua orang tua, bahkan diperhatikan begitu sayangnya. Sampai ummi dan abbi memilih untuk tetap tinggal di Jakarta daripada harus balik kampung meninggalkan Saras sendiri. Awalnya Saras meminta keduanya untuk pulang, tetapi paksaan dari ummi membuat ia pasrah.Seperti hari ini, Haer tampak sibuk membuat susu hamil untuk Saras. Padahal Saras bisa membuatnya sendiri. Akan tetapi, lelaki paruh baya itu tetap ingin membuat. Katanya, takut Saras kelelahan, tak ada yang dilakukan oleh Saras selama dua hari ini selain di rumah. Kedua orangtuanya benar-benar sangat mengkhawatirkan dirinya yang sedang hamil muda."Habiskan susunya, Ras. Biar cucu Abi kuat," komentar Haer mengulas senyum kecil menatap Saras yang tengah menenggak susu buatannya.Saras menyeka sisa air susu di sudut bibir, menatap Haer dengan seulas senyum
Sidang terakhir penceraian Saras dan Kabir kini berjalan dengan lancar serta tanpa halangan. Kini keduanya sudah resmi berpisah, menjalani kehidupan masing-masing tanpa terikat ikatan lagi. Kabir merasa hancur saat ini, ia hanya mampu menatap Saras dari kejauhan dengan sorot mata penuh penyesalan. Kata maaf yang pernah terucap seakan tak berarti. Tak ada maaf untuk laki-laki berengsek seperti dia. "Bagaimana rasanya berpisah di saat hati masih menginginkan dia?" Suara dari Lia mengejutkan Kabir, hingga membuat laki-laki itu menyeka air mata tanpa sadar. Tanpa dijawab pun Lia pasti sudah tahu bagaimana rasanya serta hancurnya perasaan Kabir kali ini. Sontak saja Kabir memeluk tubuh sang ibu dengan erat, menumpahkan buliran bening tanpa suara. Mengapa penyesalan selalu datang diakhir? Tepat di kala hati menginginkan orang terkasih agar tetap tinggal. Lia melepaskan pelukan tersebut menangkup wajah anak laki-lakinya dengan sayang. Mencoba mengu
Kondisi Kabir benar-benar kacau saat tahu bahwa sidang penceraian kedua berjalan dengan lancar. Sementara dirinya sama sekali tidak menghadiri sidang tersebut. Kabir tak sanggup apabila hadir di sana, ia merasa malu, dan ia takut tidak bisa melepas Saras. Lima botol vodka yang dibeli oleh Marcello, kini sudah habis tanpa sisa. Tempat Marcello menjadi sasaran berdukanya Kabir. Bahkan ia tak segan-segan merepotkan sang sahabat. Menjadikan laki-laki itu sebagai tempat berkeluh-kesahnya. "Pulang sana! Jika kau terus-terusan begini, percuma saja, tidak akan ada yang berubah," ucap Marcello menatap iba kepada Kabir. Marcello sempat terkejut dengan apa yang diceritakan oleh Kabir. Bahwa Saras menceraikannya dan tahu tentang perselingkuhan itu. Di satu sisi ia merasa senang melihat Saras mau melepaskan laki-laki berengsek seperti Kabir, tetapi di sisi lain ia merasa kasihan dengan kondisi Kabir yang sekar
Kabir begitu terkejut mendengar kabar penceraian dengan Saras. Padahal baru kemarin ia mendapati kabar bahwa Saras hamil dan akan memulai semuanya dari awal lagi. Namun, sekarang, ayah mertua serta ayahnya kompak menginginkan keduanya untuk bercerai. Sungguh, Kabir benar-benar terkejut bahkan tidak menyangka mereka menginginkan sebuah kehancuran dari hidup Kabir. "Kenapa harus bercerai, Sar?" Tentu saja Kabir tidak rela bila harus melepaskan Saras. Seorang wanita yang merupakan permata di mata laki-laki lain. Ia sedang mencari jalan keluar dari masalahnya, tetapi ia tidak ingin melepaskan Saras. Sedari pagi sampai sore lagi, Kabir benar-benar uring-uringan meminta penjelasan pada Saras. Ditambah sang ibu dan ayah tidak mau membantu Kabir untuk mengobrol pada Saras. Apalagi ayah dan ibu mertuanya terlihat tak menyukai dirinya. Bahkan kemarahan terpatri di wajah orang tua itu. Kabir merasa bahwa ini
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.