"Aku tidak merasa mengirimkan undangan untukmu memangnya siapa yang akan mengirimnya, kau pikir kau penting, untuk apa aku mengundang pengacau ke pesta kebahagiaanku?" tanyaku yang emosi sekali melihat kardus barang dirusak olehnya."Kalau bukan kau, siapa lagi selain pria kurang ajar itu kalian berdua sepertinya kompak ingin mengolok-olokku sehingga sampai mengundang ke acara kalian. Kau liat nama yang tertera, itu namaku.""Kenapa kau begitu tersinggung. Mungkin orang punya niat baik dengan itu. Dengan mengajakmu datang ke pesta kami, mungkin Mas Eko berniat berdamai dan ingin melanjutkan hidup dengan baik, kenapa kau selalu berpikiran negatif tentang sikap orang lain?""Bagaimana aku bisa berpikiran positif setelah apa yang dia lakukan padaku tempo hari! aku benar-benar muak padanya," Jawab Mas alvin sambil menggeram, ia menahan napasnya yang memburu oleh emosi yang membuncah."Kau ini penuh dendam ya Mas?" gumamku sambil menggeleng."Bagaimana tidak, ia mencurimu dariku!" Jawabny
Mendengarnya, emosiku membuncah, bukan main sakit hati dan geramnya diri ini mendengar Mona ingin mengambil alih hak anak anak. Masih tidak sampai di akalku bagaimana dengan beraninya dan tanpa rasa sungkan sedikit pun bertanya tentang hal itu.Kupandangi wajahnya, wanita itu tersenyum tipis sambil mengalihkan pandangan pada anaknya, sikapnya yang defensif dan mencoba mencari perlindungan dengan cara memandangi bayi itu, berharap bahwa aku jatuh Iba padanya, hanya berujung kekesalan yang semakin murkanya diri ini."Apa katamu?" Aku mendekat, dia mundur dengan wajah cemas, sementara aku semakin maju untuk memberinya pelajaran.Kuraih bagian leher baju wanita itu, mencengkeram lalu menariknya lebih dekat denganku, dia ketakutan, menahan napas sambil mencoba menyeimbangkan anak yang ada di pelukannya."A-apa yang ingin Mbak lakukan?""Dengar ya, aku tahu seberapa banyaVk gaji mantan suamiku, sejauh apapun dia pergi, tanggung jawabnya tetap melekat pada anak anak kami, beraninya kau, Jala
"Apa?""Iya, Mona meminta untuk mencegah anak anak menerima nafkah pemberian darimu, apakah aku harus diam saja?" Tanyaku sambil mengangkat dagu, pura pura berani padahal takut sekali."Kenapa dia sampai bicara seperti itu?""Karena ingin menguasai semua yang kau miliki untuk dia dan anaknya. Apa kau tidak peka?!""Tapi itu mustahil....""Mustahil apanya, dia memang datang dan mengatakan itu, kalau tidak percaya tanya saja langsung, jangan hanya mendengar satu pihak saja," jawabku sambil memegangi tanganku yang sakit akibat cengkramannya. Kesal sekali rasanya, ketika aku yang tidak menyulut masalah malah dipermasalahkan."Kalau begitu aku akan bicara kepada Mona?""Lalu bagaimana dengan tanggung jawabmu yang sudah mendorong dan menyakitiku aku tersungkur dan barang-barangku terjatuh ke lantai. Apakah kau tidak akan bertanggung jawab dengan itu?!""Maafkan aku," ucapnya lirih. Dia segera berinisiatif untuk membereskan kardus-kardus yang terjatuh lalu merapikannya kemudian mendekat pada
Beberapa saat aku terdiam sembari memperhatikan Mas ALvin yang perlahan-lahan menjauhi tempat pesta ini."Kenapa kau terdiam?" tanya Mas Eko saat memperhatikan perhatianku teralihkan."Aku kembali mengingat beberapa kejadian dalam hidupku, rentetan kesakitan dan kesulitan, tapi malam ini semuanya terbayarkan dengan kebahagiaan yang luar biasa.""Oh ya?""Ya, dan aku ingin sekali mengatakan padamu dari hatiku yang terdalam, bahwa aku berterima kasih pada Tuhan telah mendatangkan dirimu dalam hidupku," balasku sambil membisikinya di telinga kirinya."Terima kasih sayang," ujarnya sambil sekali lagi mencium pipi.Usai sesi dansa dan bersulang, aku minta izin untuk menepi sebentar, beralasan ingin membaur dengan tamu padahal aku hanya ingin keluar mencari angin segar. Kuseret gaun mewah panjang yang kini membungkus tubuhku, bukan cuma corak dan bahan yang mewah, di gaun itu ada gengsi, martabat dan kehormatan keluarga Mas Eko, jadi, aku harus memperlakukannya dengan Istimewa."Mau keman
Pagi begitu berbeda rasanya setelah malam panjang yang bertabur kebahagiaan, meriahnya acara pertunangan semalam dan berbagai keromantisan yang terjadi antara aku dan Mas Eko membuat diri ini tak bisa berhenti tersenyum."Bunda, boleh minta susu?""Boleh," jawabku pada Gema."Bunda terlihat senang dan terus tersenyum," goda Rina sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya."Ya Alhamdulillah.""Bunda cantik dan bahagia semalam ya, tapi sayang Papa enggak."Hah, aku terkejut mendengar kalimat anakku. Jadi, semalam ia sempat melihat ayahnya? Sungguh itu mengejutkan sekali. "Apa, kalian bertemu ayah?""Ya, kami ketemu dengannya, cuman ayah enggak nyapa, hanya ngeliat dari jauh saja.""Lalu, kenapa kalian tidak menyapa duluan?""Malu, juga banyak orang nyapa kami, jadi gak enak sama suasana juga."Aku langsung tergelak mendengar jawaban anakku, lucu dan terdengar dewasa sekali, tidak enak dengan suasana."Tidak ada suasana yang akan berubah Anda kalian menyapa ayah kalian.""Tapi, Om Eko
Beberapa saat kemudian, uang yang kupinta dari Mas ALvin akhirnya masuk ke rekeningku. Aku yang masih duduk di meja kasir sambil menunggu pemberitahuan ponsel masih memperhatikan gerak-gerik Mona yang terlihat resah gelisah menunggu di kursi tamu.Kuhitung beberapa lembar uang hingga mencapai 5 juta lalu aku ke depan untuk membawanya ke hadapan Mona."Ini uangnya," ucapku sambil melempar uang itu ke pangkuannya "Ya Allah, mbak baik sekali...." Wanita itu tersungkur bahagia dan memberi sujud syukur, tapi sebelum ia benar benar bahagia aku harus mengutarakan syaratku."Ya, aku pasti akan membantumu, tapi kau juga harus memberi janji bahwa kau tidak akan mengusik dan menggangguku lagi, juga anak anak," jawabku."Pasti Mbak, saya pastikan itu tidak akan terjadi.""Juga, biarkan anak anak tetap ke rumah ayahnya dan bertemu neneknya dengan leluasa!" ujarku sambil melipat tangan di dada."Ya.""Juga jangan cemburui aku, karena aku tidak tertarik lagi dengan Alvin.""Iya.""Bagus," jawabku s
Beberapa saat kemudian, uang yang kupinta dari Mas ALvin akhirnya masuk ke rekeningku. Aku yang masih duduk di meja kasir sambil menunggu pemberitahuan ponsel masih memperhatikan gerak-gerik Mona yang terlihat resah gelisah menunggu di kursi tamu.Kuhitung beberapa lembar uang hingga mencapai 5 juta lalu aku ke depan untuk membawanya ke hadapan Mona."Ini uangnya," ucapku sambil melempar uang itu ke pangkuannya "Ya Allah, mbak baik sekali...." Wanita itu tersungkur bahagia dan memberi sujud syukur, tapi sebelum ia benar benar bahagia aku harus mengutarakan syaratku."Ya, aku pasti akan membantumu, tapi kau juga harus memberi janji bahwa kau tidak akan mengusik dan menggangguku lagi, juga anak anak," jawabku."Pasti Mbak, saya pastikan itu tidak akan terjadi.""Juga, biarkan anak anak tetap ke rumah ayahnya dan bertemu neneknya dengan leluasa!" ujarku sambil melipat tangan di dada."Ya.""Juga jangan cemburui aku, karena aku tidak tertarik lagi dengan Alvin.""Iya.""Bagus," jawabku s
Malam bergulir larut, kurebahkan diriku di peraduan dengan tubuh berbalut gaun satin berwarna peach. Kucoba untuk membuat diri senyaman mungkin dan berpikiran santai. Sembari membayangkan ledakan kemarahan di sudut lain kota ini.Aku yakin terjadi pertengkaran hebat malam ini antara Mona dan Mas Alvin, akan ada kehebohan dan berbagai perdebatan yang menyakitkan antara dia dan suaminya. Sementara di sisi lain mantan ibu mertua akan kebingungan melihat anak dan menantunya yang ribut-ribut saja. Sudah banyak beban dengan cucunya yang disabilitas dia pun harus mendengarkan pertengkaran demi pertengkaran.Oh ya, aku juga lupa, meski Mas ALvin merebut rumah dariku, herannya dia tidak menempatinya dengan Mona, ia malah tetap bertahan tinggal dengan ibu mertua. Entah dia menyewakannya atau malah telah menjualnya, aku tidak mengerti. Tapi yang pasti itu aneh. Mungkinkah bahwa mantan suamiku tidak nyaman membawa wanita lain ke dalam rumah yang sudah kami bangun bahu membahu dengan keringat d