BAB XII
Alvis berjalan perlahan memasuki gedung anak cabang perusahaannya dengan hati riang. Tujuannya kali ini hanyalah datang berkunjung dan ingin merecoki hidup sahabat seperjuangannya itu. Ia sengaja dari bandara tidak langsung menuju apartment Galen, yang selalu ditempatinya ketika berkunjung dalam rangka bisnis ataupun hanya sekedar menjenguk sahabatnya. Alvis malas dan bosan jika harus tinggal di hotel walaupun ia lebih dari mampu untuk itu. Ia hanya tidak terlalu suka jika sendirian. Walaupun Galen selalu menggerutu sebal karena Alvis datang mengganggu kehidupan tenangnya tapi sahabatnya itu selalu terbuka menyambutnya.
Setelah berbulan-bulan bekerja tanpa henti dan bersabar karena harus menerima recokan dari sekretaris dan asisten pribadinya, akhirnya ia diizinka
Hai semua, salam kenal :) Aku minta maaf pada kalian yang sempat membaca karyaku atas absennya aku mengupdate lanjutan cerita ini beberapa bulan belakangan. Mungkin dari kalian ada yang menunggu ceritaku hingga dibuat menunggu lama. Sekali lagi aku minta maaf . Aku juga mau mengucapkan terima kasih kepada kalian yang bersedia membunuh waktu luangnya dengan membaca ceritaku. Semoga kalin terhibur dan suka. Jika ada hal-hal yang ingin kalian diskusikan, kritik, dan saran tentang cerita ini aku dengan senang hati menerima dengan tangan terbuka. Sekali lagi terima kasih yang sudah membaca. Untuk seterusnya, aku akan berusaha update cerita ini setiap hari. Jangan lupa senyum dan tertawa hari ini. Selalu bahagia ^__^ Salam senyum AMI
“Selamat pagi semua,” dengan riang Dew menyapa Tara dan Mas Agus yang terlihat sedang terlibat diskusi ringan tentang pemilihan warna untuk desain cover sebuah novel yang rencananya akan dilaunching akhir tahun ini. “Pagi, Dew. Gimana di bawah? padat gak?” Tanya Mas Agus “Banget, Mas. Di saat seperti ini aku bersyukur dengan tinggi badan dan tubuh kecilku.” ucap Dew yang ditanggapi tawa oleh Tara dan Mas Agus “Dew, hari ini belum keberuntungan kamu. Coba kamu lebih cepat beberapa detik. Pasti kamu bisa ketemu sekaligus memperkenalkan diri ke big bos.” ucap Tara “Big boss?” “Iya, Bos kantor pusat tadi pagi datang sempet ngopi-ngopi di pantry abis itu keluar bareng Pak Galen.” “Emang aku gak beruntung, ya? hubungannya apa?” tanya Dew tak mengerti “Big bos itu ganteng banget. Pokoknya proporsional, deh. Kan, lumayan memulai pagi dengan yang memanjakan mata.” terang Tara dengan mata berbinar. Dew hanya menanggapi
Dew berdoa semoga Tara tidak mengatakan keadaannya mengingat tadi ketika sedang menerima panggilan dari Galen, ia mendengarkan percakapan kecil antara Galen dan Tara walaupun tak sampai selesai. Ia tak ingin Galen, Tara ataupun orang-orang sedivisinya mengetahui kondisinya yang sebenarnya. Tak lama berselang pintu ruang kesehatan terbuka dengan sedikit kasar dan nampaklah Tara yang terlihat terengah-engah seolah habis berlari dengan membawa tas yang berisi obat Dew. “Are you ok?” “No, i’m not. Wait, sebelum kamu nanya kenapa biarin aku tarik nafas dulu.” Tara menarik nafas panjang dan mengembuskannya perlahan. “Omg, nafas gue.” Ucap Tara sambil mengusap dadanya dengan nafas yang masih terputus-putus. “Pelan-pelan aja, Ra.” Dew mengulurkan tangannya untuk meraih tas yang ada di tangan Tara. Tara segera bergegas mengambilkan Dew segelas air putih agar Dew dapat meminum obatnya. “Hai, Ra.” Sebuah suara yang terdengar ceria berja
Alvis dan Galen hanya diam membisu selama di dalam lift menuju ke lantai letak ruang kesehatan berada. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Galen yang sibuk pikirannya terbagi antara khawatir dengan keadaaan Dew dan bagaimana caranya menjelaskan ini semua pada Alvis. Sedangkan Alvis sibuk menerka-nerka apakah benar yang nama Dew yang tak sengaja ia dengar disebutkan dalam percakapan antara Galen dan Tara adalah Dew yang sama. Sosok yang selama ini membuatnya hampa selama tiga tahun terakhir? Lift berhenti di lantai tujuan mereka. Dengan langkah terburu-buru keduanya segera menuju ruang kesehatan tapi kemudian langkah mereka berdua melambat. Menyadari mereka sama-sama memperlambat langkah. Mereka berdua pun berhenti di koridor tepat di samping ruang kesehatan. “Before I enter that room. Aku ingin mendengarkan penjelasannya dari Lu.” kata Alvis dengan kemarahan dan kekecewaan yang tertahan di dada. Alvis menarik nafas panjang menenangkan se
Dew terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang lebih ringan. Penglihatannya masih kabur menyesuaikan dengan cahaya ruangan. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan netranya terbelalak meihat sosok yang ada di hadapannya. Seketika nafasnya terasa sesak dan dadanya sakit seperti tertusuk ribuan jarum. Dew mulai panik keringat dingin mulai mengucur dan kepalanya mulai terasa pening - Ia mual. “Aaaaaaa….!!! Tolong jangan mendekat! Tinggalkan saya. Tolong pergi!! “ teriak Dew yang membuat Alvis dan Dokter cantik terkejut. “Pergi … pergi … pergiiiiii!!! Dew berteriak keras disusul suara tangis tersedu-sedu. Alvis yang masih bingung dengan terpaksa keluar dari ruangan tersebut. Dirinya begitu shock dengan kejadian yang baru saja terjadi. Ia tak menyangka reaksi Dew akan seperti itu ketika melihatnya. Sementara itu, dokter masih terus berusaha untuk menenangkan Dew. Memeluk Dew mencoba mengalihkan perhatiannya. Segera diraihnya tas Dew berusaha mencari
Dengan langkah berat Alvis berjalan perlahan menuju ruangan Galen meninggalkan beberapa dokumen kontrak yang belum selesai ia tinjau ulang. Baru saja beberapa langkah ia ambil pintu ruangan kesehatan menjeblak terbuka dengan suara sedikit gaduh. Seketika ia berbalik dan mendapati raut wajah kaget yang kemudian segera berubah berganti dengan wajah penuh kemarahan serta kebencian yang sangat kentara dari wajah Tari. “Kamu... kamu ngapain ada di sini?” ujar Tari galak. “Wait, jangan bilang ini adalah salah satu perusahaanmu?” Melihat reaksi Alvis yang diam saja telah menjawab pertanyaan Tari. “Omg, i cant believe this. After all the places in this country...” Tari mengusap wajahnya frustrasi masih tak percaya dengan kejadian yang dialaminya. Ia harus bergerak cepat menjauhkan Dew dari sumber utama trauma gadis itu. “Gue mohon sama Lu untuk jangan pernah muncul lagi di hadapan Dew.” Pinta Tari. “Kenapa? Setelah tau apa yang terjadi sama
Jam kerja telah selesai. Satu persatu karyawan meninggalkan ruangan hingga ruangan benar-benar sepi. Matahari telah masuk ke peraduannya sejak lima belas menit yang lalu menyisakan bayangan seseorang yang duduk diam dalam kegelapan. Sejak kembali ruangan kesehatan Alvis kembali ke ruangan Galen dan duduk diam di situ tak melakukan apapun. Pikirannya sibuk dan kalut memikirkan kejadian mengagetkan yang dialaminya hari ini. Ia bersyukur akhirnya dapat bertemu dengan seseorang yang membuatnya mengubek-ubek seluruh Indonesia demi mencari keberadaan gadis itu. Di saat dirinya memutuskan menyerah, alam semesta mempertemukan mereka kembali. Tapi, justru rasa sakit yang ia dapatkan melihat reaksi gadis yang menjadi pemilik hatinya. Alvis marah, sedih, dan kecewa pada dirinya sendiri karena hal itu disebabkan oleh perbuatannya di masa lalu. Desember 2014 Alvis dan Dew baru saja akan masuk ke dalam bioskop ketika langkah ALvis dihentikan oleh getaran yang
Sesuai dengan janji di telefon semalam saat ini mereka berdua telah berada di selasar rumah sakit sedang menuju ruangan dokter Ryan sembari bersenda gurau. “Lu tau kan kalo laki gue itu lawakannya tipe bapak-bapak banget yang lebih banyak garingya?” ucap Tari yang menceritakan tingkah absurd suaminya. Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan pintu praktek dokter Ryan. “Aku temenin?” “Gak usah. Aku bisa, kok?” bersamaan dengan itu, Tari mengetuk pintu ruang praktek dokter Ryan. “Hai, Dok. Nih, Dew dah datang.” “Hai, Tar. Apa kabar, nih? Maaf, ya. Gak bisa datang di pernikahan kamu.” Dokter Ryan segera bangkit dari kursinya dan menjabt tangan keduanya satu persatu. “Iya, gak apa-apa, kok. Aku ngerti.” “Hai, Dew? Sapa dokter Ryan ramah. “Halo, dok.” Balas Dew canggung. “Beneran gak mau aku temenin? Tanya Tari memastikan kembali yang dijawab Dew dengan gelengan. “Ya, udah. Aku nunggu kamu di kafe depan yah?”
BAB 20Alvis berjalan memasuki apartemen Galen dengan lesu. Ditariknya dasi yang sudah mengendur dan direbahkan dirinya di sofa ruang tengah. Apartemen masih lengang menandakan sang pemilik masih belum pulang. Alvis berbaring terlentang, pikirannya melayang pada pertemuan tak sengajanya dengan Dew serasa menyedot habis seluruh tenaganya. Semuanya masih kabur dan serasa mengambang baginya. Permintaan maafnya yang tersimpan selama bertahun-tahun akhirnya terucap walaupun tidak membuatnya lega. Pengakuannya masih belum mendapatkan reaksi apapun dari Dew selain air mata yang menggenang di wajah imutnya yang sembab. Satu-satunya kunci untuk mendaptkan informasi apa yang terjadi pada Dew saat dia menghilang adalah Tari dan juga keluarga Tari. Tapi, itu semua tak mudah karena Tari yang begitu defensif dan membencinya sedngkan untuk mengorek informasi dari orang tua Tari pun bukanlah hal yang mudah. Orang tua Tari cukup punya nama dan mereka seperti punya sistem yang