[Aku baru tahu bahwa ternyata Alexander Pierce bersahabat dengan dua monster itu. Pria itu terlalu baik untuk dua iblis seperti Nicklaus dan Eliot. Semoga Tuhan menunjukkan jalan bagi Alexander untuk terlepas dari mereka berdua.][Aku sengaja mendekati Alexander untuk menjauhkan pria itu dari dua sahabatnya. Tidak, sebenarnya aku juga ingin mencari perlindungan darinya. Dia kelihatannya mencintaiku. Aku juga mencintainya. Dia adalah satu-satunya pria yang bisa membuat hatiku bergetar. Aku akan membeberkan semuanya setelah kami menikah.][Tuhan berada di pihakku. Nicklaus dan Eliot tidak hadir di pernikahan kami. Aku akan jujur pada Alexander secepatnya.][Tuhan, kenapa kau membuatku berada di posisi ini? Aku selalu mendapatkan halangan ketika akan jujur pada suamiku. Dan ternyata bencana itu datang. Nicklaus dan Eliot datang ke mansion Alexander. Suamiku murka padaku.][Aku takut. Aku tahu mereka akan membunuhku jika aku keluar dari mansion Alexander. Tuhan, tolonglah aku. Rasanya sep
Saksi mata. Ya, tentu saja ada saksi mata. Elena merasa bodoh. Di mansion itu ada banyak pelayan dan anak buah Matthew. Belum lagi CCTV. Kenapa dia dulu begitu ceroboh? Tapi kenapa sampai detik ini, belum ada polisi yang menjemputnya?Rasa gelisah itu membuat kepalanya pusing. Kenapa ia harus berurusan dengan hukum? Ia tidak mau mendekam di penjara dalam keadaan..."Elena!"Matanya membelalak kaget mendengar bentakan itu. Ada dua tangan yang merangkum wajahnya."Apa sebenarnya yang kau pikirkan sejak tadi? Apa yang mengganggu pikiranmu? Kau selalu melamun. Jangan terlalu banyak pikiran. Kau sedang hamil." Jack melihatnya dengan sorot mata heran. Elena langsung memegang tangan pria itu. "Aku tidak akan dipenjara, kan?""Kenapa kau harus dipenjara?" "Aku sudah membunuh Matthew Patt. Apa karena itu David dendam padaku?" Matanya bergerak ke sana kemarin dengan gelisah. Seharusnya ia dulu tidak gegabah."Hei, dengarkan aku! Fokus!" perintah Jack.Elena menuruti pria itu. Matanya menatap
"Aku hanya bersikap realistis. Kita hidup di dunia nyata, bukan film. Apa yang menjamin seorang pria yang pernah tergila-gila pada seorang wanita tiba-tiba jatuh cinta padamu dalam waktu singkat? Seandainya kalian tidak terkena skandal, apakah kau akan jatuh cinta padanya? Apakah dia akan melirikmu?"Perkataan Alan menohok jantungnya. Benar, apakah laki-laki bisa berpaling secepat itu? Bukankah seharusnya membutuhkan waktu yang lama untuk melupakan cinta pertama?Kenyataan memang menyakitkan. Tapi Alan benar. Orang bilang, cinta seorang laki-laki akan habis pada cinta pertamanya. Selanjutnya, dia hanya menjalani sisa hidupnya."Aku berkata seperti ini bukan untuk menakutimu atau menghasutmu. Seharusnya aku mengatakan ini sebelum kalian menikah di Norwegia. Tapi sayangnya aku sedang sangat sibuk. Kau tahu pasti seberapa cantiknya Claire. Jika kau tidak mengubah penampilanmu, apakah dia akan melirikmu?"Kaki Elena terasa lemas, sampai-sampai ia terduduk di kursi yang tak jauh dari konte
"Di mana dia?" tanya Jack pada Brandon yang menunggunya di depan sebuah kamar rawat kelas VIP. "Maafkan aku baru bisa keluar. Elena memintaku untuk menemaninya tidur."Brandon mendengkus. "Kau sengaja ingin membuatku iri?""Cari saja istri baru kalau kau tidak tahan," balas Jack."Dia sedang dirawat secara intensif karena serangan jantung," jawab Brandon sambil mengedikkan kepala ke arah kamar rawat Nicklaus."Seharusnya dia sadar diri. Apa ayahku sudah ke sini?"Pria itu mengangguk. "Bersama ibumu. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas ibumu terlihat marah begitu keluar dari sana."Jack mengedikkan bahu. "Dia memang tidak suka dengan mertua angkatnya. Kakekku masih berharap ayahku mau menikahi Talia Jepson. Tapi ayahku tetap memilih ibuku.""Tentu saja. Ibumu jauh lebih cantik. Kudengar dia dulu pernah menang kontes kecantikan antar negara?" Brandon mengamati Jack dari atas ke bawah. "Pantas saja kau terlihat sangat tampan. Membuat para wanita memekik kegirangan.""Ck! Berhenti
Bagaimana bisa Elena mengeluh kesakitan? Apakah karena dia meninggalkan wanita itu tanpa pamit? Apakah karena istrinya tidak mau lagi ditinggalkan? Ia dengar, ibu hamil itu sensitif. Mungkin karena ia diam-diam meninggalkan istrinya, membuat Elena berpikir macam-macam.Semua ini salahnya. Seharusnya ia tidak memakai waktunya berduaan dengan istrinya untuk keluar, apalagi malam-malam."Siapa suami dari pasien?" tanya seorang dokter begitu keluar dari ruang rawat."Saya, dokter." Jack langsung mendekati dokter perempuan berambut coklat seusia Anne."Mari ikut ke ruangan saya. Ada yang perlu kita bicarakan," kata dokter itu.Ia kira Alan atau mungkin mertuanya akan ikut dengannya, tapi ternyata tidak. Hanya ayah mertuanya yang masuk ke dalam kamar rawat, sedangkan Alan berjaga di luar. Kenapa dia tidak melihat Brad dimanapun? Padahal dia sudah berpesan untuk menjaga Elena selama dirinya keluar."Silahkan duduk," kata dokter itu ketika mereka sudah sampai.Jack duduk dengan patuh. Hatinya
"Sayang? Hei, kenapa menangis?" Jack terburu-buru mendekati Elena yang mengulurkan tangan ke arahnya.Wanita itu bahkan mencium tangannya ketika tangan mereka saling menggenggam."Hei, ada apa? Maaf aku tidak pamit padamu tadi. Kukira kau tidak akan terbangun. Aku berencana untuk kembali secepatnya," ucapnya. Tangannya mengelus rambut istrinya yang berantakan.Elena tidak mengatakan apa-apa, malah semakin menangis. Wanita itu memeluk tubuhnya dengan erat, seolah-olah takut jika ia tinggalkan lagi."Elena, dengarkan aku. Dokter bilang, kau tidak boleh stres. Detak jantung bayi kita lemah, dan itu bisa berbahaya untuknya. Berbahaya untukmu juga. Tolong, jangan bersedih lagi. Aku akan selalu menemanimu mulai sekarang sampai bayi kita lahir," ucapnya serius.Tangis Elena langsung berhenti. Sepertinya berhasil. Wanita itu mengusap pipinya yang basah dan mendongak. Hidungnya memerah dan kedua mata itu berkaca-kaca. Jack mencium dahi istrinya dengan gemas. "Benarkah? Kau tidak akan meningga
"Hah? Serius?" Meskipun kepalanya berputar-putar karena kurang tidur dan lapar, Jack masih bisa menangkap perkataan Brandon."Aku tadi ikut melihat CCTV rumah sakit. Meskipun dia memakai masker dan topi, tapi aku masih hafal dengan postur tubuhnya. Aku melukai telapak tangan kirinya dan di CCTV itu dia terlihat memakai perban," jelas Brad bersemangat.Jack mengangkat tangan kirinya, meminta jeda. Tangan kanannya memijit kepalanya yang terasa pusing."Kau tidak apa-apa?" Brandon melihatnya dengan sorot mata khawatir."Tolong bawa aku ke kantin. Aku butuh kopi dan sarapan. Omelet dan sandwich," ucapnya.Tanpa perlu berkata dua kali, kedua pria itu langsung menggiringnya menuju ke kantin rumah sakit."Kenapa kalian tidak pusing seperti aku?" tanya Jack heran ketika mereka sampai di kantin dan langsung memesan makanan."Aku sempat tidur sebelum Elena mengeluh sakit di perutnya," jawab Brad."Aku tidur setelah memeriksa kondisi tubuh Nicklaus." Brandon menyahut.Meskipun sarapan datang aga
"Oh, sial. Sekarang aku harus segera kembali ke kantor." Brandon terburu-buru menghabiskan kopinya. "Aku akan terus mengabari tentang perkembangan kasus ini."Jack dan Brad mengikuti kepergian Brandon sampai keluar dari kantin yang mulai ramai."Aku mendapatkan kabar mengenai David," kata Brad dengan lirih.Pria itu melihat ke sekitar dan sedikit mencondongkan tubuhnya. Tangannya diletakkan di dekat bibir."Dia menghilang begitu saja setelah terakhir kali terlihat di depan mansion ayah mertuamu. Rumahnya kosong, bahkan tempat persembunyiannya juga. Semua anak buahnya ikut menghilang. Bukankah itu aneh?" ujar Brad lirih.Jack langsung menghubungkannya dengan keberadaan Dominic di kota ini."Apa jangan-jangan dia dibunuh oleh Dominic? Bukankah kau bilang dia dulu mencari keberadaan David?"Brad langsung mendengkus sinis. "Dia bahkan langsung kalah hanya dengan menghadapi aku. Bagaimana bisa kau berpikir bahwa dia bisa mengalahkan David? Kau tidak lupa bahwa David adalah mantan jenderal,