"Kepada Rania Putri, diharapkan ke bawah sekarang." Salah sati dari bagian administrasi tiba-tiba memanggil nama Rania."Kamu dipanggil tuh, Ran! Ada apa?" Vira penasaran kenapa Rania dipanggil melalui mic oleh bagian administrasi."Nggak tau." Rania mengendikkan bahunya. Rania juga tidak tahu kenapa dirinya dipanggil. "Apa aku akan dipecat, ya? Tapi masa iya kalau dipecat ke bagian administrasi? Kayaknya nggak mungkin," batin Rania bingung."Ya udah ke administrasi dulu aja, yuk! Sekalian yang ke bawah, kan?" ajak Listy pada Rania.Ketiga wanita itu pun berjalan ke lantai bawah, menghampiri bagian administrasi."Ada apa, Mbak?" tanya Rania pada bagian administrasi."Ini, ada telepon. Katanya penting banget."Dari siapa?" tanya Rania lagi."Dari Ibu Mbak Rania," jawab wanita itu.Deg!"Pasti ibu khawatir," batin Rania. Wanita itu pun lantas mengangkat panggilan telepon dari ibunya.“Iya, Bu? Ini Rania.”“Ya ampun, Nduk, kamu kenapa gak pulang? Bapakmu sampe kumat gara-gara khawatir mi
"Kondisi pasien saat ini sudah stabil. Kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan memantau perkembangan pasien."Rania manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari dokter. Saat ini wanita itu tengah berbincang dengan dokter untuk membahas mengenai kondisi kesehatan sang ayah atau lebih untungnya, Bagas saat ini sudah siuman dan kini pria paruh baya itu tengah beristirahat di ruang perawatan intensif."Terima kasih banyak, Dok.""Kalau dalam beberapa hari ke depan kondisi pasien terus membaik, kami tidak akan melakukan operasi.""Baik, Dok."Usai menemui dokter, Rania pun bergegas kembali ke ruangan sang ayah. Mirna sudah berada di ruangan Bagas dan wanita paruh baya itu saat ini tengah menemani suaminya meminum obat."Rania!" Sapa Bagas pada Rania begitu pria paruh banyak itu melihat putrinya berdiri di ambang pintu masuk."Ayah? Gimana kondisi Ayah sekarang." tanya Rania."Ayah udah baikan. Sebenarnya Ayah nggak apa-apa. Ibu kamu aja yang terlalu panik sampai bawa Ayah ke rumah
"Terima kasih banyak atas bantuannya," ucap manager cafe pada Reynald dan Rania yang sudah selesai membersihkan piring di dapur. Tidak hanya membersihkan piring, Reynald dan Rania juga diminta untuk membersihkan meja pelanggan dan seluruh area dapur. Tentu saja semua pekerjaan itu tidak dilakukan oleh Reynald, melainkan dikerjakan sendiri oleh Rania."Sekali lagi, kami minta maaf. Kami akan lebih memperhatikan barang bawaan lagi sebelum bepergian," sahut Rania pada manajer cafe.Wanita itu benar-benar malu, tapi ia juga merasa lega. Akhirnya Rania bisa pulang setelah ia terjebak berjam-jam di cafe tersebut."Ini ada makanan penutup untuk Tuan dan Nona. Kami tunggu kembali kunjungan Tuan dan Nona ke cafe kami."Rania menerima dessert manis itu dengan senang hati. Wanita itu segera mengambil barang-barangnya dan bergegas meninggalkan cafe tersebut untuk kembali ke kantor."Terima kasih atas traktirannya, Bos!" sindir Rania pada Reynald."Makasih juga kamu udah nolak buat minjemin uang!"
Pria yang tengah memandangi Rania itu tak lain adalah Reynald. Ya, secara kebetulan pria itu tak sengaja melihat Rania di rumah sakit. Reynald sendiri sedang mengunjungi saudara dari ibunya yang sedang sakit. Namun, pria itu justru malah melihat Rania."Ngapain dia di rumah sakit?" batin Reynald bertanya-tanya.Rania duduk lemas di bangku koridor rumah sakit. Wanita itu membaca satu per satu rincian biaya yang harus ia bayarkan. Total biaya yang harus dikeluarkan Rania cukup besar. Mengingat dirinya belum menerima gaji, jelas Rania tidak akan bisa melunasi biaya rumah sakit itu. "Aku harus cari uang ke mana?" Rania memijat kepalanya yang pening.Reynald makin dibuat penasaran saat melihat ekspresi Rania. "Ngapain perempuan itu duduk di situ?"Tanpa sadar, air mata Rania jatuh dari sudut matanya. Reynald terkejut saat ia tak sengaja memergoki Rania yang sedang menangis."Itu cewek ngapain lagi pake acara nangis segala? Kayak gak ada tempat lain aja."Rania bangkit dari bangkunya, kemu
Rania sudah siap dimaki-maki oleh Reynald. Jika ujung-ujungnya gajinya harus dipotong pun Rania juga akan terima. Namun, tidak seperti biasanya. Reynald sama sekali tidak berteriak pada Rania yang jelas-jelas sudah melalaikan pekerjaannya. "Kerjain nanti aja kalau gitu! Sekarang kamu temani saya bertemu klien di luar!""Reynald nggak marah? Aku belum ngerjain laporan dan dia nggak marah??" batin Rania keheranan."Buruan siap-siap! Saya kasih waktu kamu 30 menit untuk mempersiapkan berkas yang harus dibawa. Kamu bisa minta salinan file sama Vira. Vira udah nyiapin semuanya.""Baik, Bos!" seru Rania.Tidak hanya Rania saja yang bingung dengan sikap Reynald, Vira dan Listy juga cukup terkejut saat melihat sikap Reynald yang mulai lunak kepada Rania. Biasanya pria itu akan mencari-cari kesalahan Rania. Reynald juga akan mengomel pada Rania, meskipun Rania dapat menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik. Namun, hari ini Reynald tampak berbeda."Tumben hari ini kamu nggak dimarahin, Ran? Pa
Reynald memberikan permen pada Rania.Rania terpaku beberapa saat, kemudian mengelak dan mengatakan jika dirinya tidak mengantuk. Wanita itu kemudian membuka matanya selebar mungkin hingga membuat wajah Rania terlihat sedikit mengeluarkan di mata Reynald. "Nih, mata saya masih seger kan, Pak! Bapak tenang aja, saya nggak akan mengacaukan meeting hari ini, kok!""Astaga, ini cewek mukanya dibuat serem gitu malah jadi jelek. Matanya sampai mau copot gitu pula," batin Reynald miris melihat tingkah aneh Rania, tetapi pria itu sebenarnya harus menahan tawanya melihat tingkah absurd Rania.Tak Lama kemudian mobil Reynald pun akhirnya sampai di lokasi. Reynald dan Rania segera turun menemui klien untuk mengurus pekerjaan mereka. Untungnya pertemuan mereka berjalan dengan lancar. Meskipun Rania terlihat lelah, tapi wanita itu tetap bisa menjaga profesionalitas kerjanya.Reynald cukup salut dengan kinerja Rania ketika mereka bertemu klien. Pria itu terlalu larut dalam dendam hingga Reynald tid
"Maaf saya agak lama di toilet, Pak," ucap Rania tak enak hati."Nggak masalah! Kamu beneran nggak mau makan? Saya udah pesenin banyak makanan buat kamu.”Tak lama kemudian meja Rania dan Reynald pun langsung penuh dengan banyak hidangan. Para pelayan mempersilakan Reynald dan Rania untuk memakan hidangan-hidangan nikmat itu. Karena sudah dipesan, terpaksa Rania pun harus menghargai kebaikan bosnya dengan melahap semua makanan yang dibelikan oleh Reynald."Setelah ini kita kembali ke kantor. Tolong selesaikan revisi yang saya minta tadi!" perintah Reynald."Baik, Bos!" seru Rania sembari menaruh tangan kanannya di kepala sebagai tanda hormat.Usai menyantap hidangan makan siang, Rania pun kembali ke kantor dengan menaiki mobil Reynald. Rania kembali duduk bersama dengan Reynald di bangku belakang seperti saat mereka berangkat tadi.Di dalam mobil, Rania kembali menguap. Meskipun wanita itu tadi sudah membasuh wajahnya dan meminum kopi, tapi nyatanya hal itu tidak mampu mengusir rasa k
Reynald hanya bisa menghela nafas saat melihat Rania yang terus-terusan mengoceh tanpa memberikan kesempatan padanya untuk berbicara. Setelah Rania puas meminta maaf, Reynald pun meminta Rania untuk kembali bekerja tanpa membahas mengenai Rania yang tertidur di bahunya."Kamu pasti udah gila, Ran! Bisa-bisanya kamu ketiduran di mobil dan nyender di pundaknya Pak Reynald!" Rania membasuh wajahnya berulang-ulang untuk menyadarkan dirinya dari rasa kantuk.Lagi-lagi wanita itu dapat meloloskan diri dari kemarahan Reynald. Rania pikir dia akan kembali mendapatkan caci maki dari bosnya, tapi ternyata Reynald justru memperlihatkan sikap di luar dugaannya."Untung aja Bos nggak marah. Apa si Bos beneran sudah berubah?"Rania kembali ke mejanya, kemudian menatap ke arah ruang kerja Reynald tanpa berkedip. Wanita itu mengingat-ingat kembali semua hal yang dilakukan oleh Reynald hari ini. Meski ia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Reynald, tapi Rania juga berharap jika ini bisa menjadi