"Gue nggak apa-apa, Guh. Jangan lebay lo ya?" Antonio mendorong dada Tangguh kesal bercampur malu. Dengan cepat ia berdiri dan mengibas-ngibas bokongnya. Membersihkan kotoran yang mungkin menempel di sana karena aksi jatuh tidak elegannya. Si mantan preman sialan ini sepertinya memang sengaja mempermalukannya. Buktinya, alih-alih menampilkan raut wajah khawatir, Tangguh malah pringas pringis. Sementara ekspresi wajah Gerhana lebih aneh lagi karena berusaha menahan tawa. Pasangan menyebalkan ini memang niat sekali membuatnya malu. Pura-pura khawatir padahal senangnya setengah mati.
Setelah merasa bokongnya cukup bersih, Antonio kembali duduk. Ia berusaha menampilkan ekspresi wajah datar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal dalam hati, ia malu setengah mati. Bayangkan, ia jatuh di tengah-tengah restaurant tanpa sebab dan akibat yang jelas. Jangan-jangan para pengunjung restaurant tadi mengiranya menderita penyakit ayan.
"Nggak
Di sepanjang perjalanan pulang, Mayang tidak mengeluarkan satu suku kata pun. Ia hanya diam dengan tatapan nyalang. Seruni jadi tidak berani untuk menanyakan apapun. Terlebih lagi ada Antonio yang tengah menyetir. Hanya saja, Seruni merasa tidak tenang. Ia terus menerus memandang ke belakang. "Kalau kamu terus menggerakkan lehermu seperti itu, dikhawatirkan saat kakimu sembuh nanti, malah gantian leher kamu yang sengkleh. Duduk tenang Seruni. Jangan mengurusi hal yang bukan urusanmu. Ingat, setiap orang mempunyai privacy sendiri." Teguran Antonio menyadarkan Seruni. Ia memang terlalu mengkhawatirkan Mayang. Bagaimana ia tidak khawatir, Mayang yang biasanya jenaka dan ceria, mendadak seperti orang linglung begini."Tapi, Mas--""Mungkin kamu memang sahabat Mayang. Tapi ingat, jangan memaksa apabila yang bersangkutan tidak ingin membagi masalahnya. Hormati keputusannya. Kala
"Mas, sebelum kita pulang, ada hal penting yang harus Mas tau. Ini soal hubungan Uni dan Mas Xander." Hening sejenak. Seruni memutuskan untuk berterus terang tentang hubungannya dengan Xander sedini mungkin.Sejak Antonio blak-blakan menceritakan tentang kemungkinan penolakan keluarga besarnya atas hubungan mereka, Seruni mengerti kalau Antonio adalah type orang yang menyukai kejujuran walau menyakitkan. Oleh karena itulah, ia juga akan melakukan hal yang sama. Ia ingin mengawali hubungan percintaan mereka dengan kejujuran di atas segala-galanya."Lanjutkan,""Mas, Uni terikat perjanjian dengan Mas Xander, sebagai pacar pura-puranya," ucap Seruni hati-hati."Sudah Mas duga. Sampai berapa lama?""Sampai Mas Xander berhasil mendapatkan cinta Mbak Nuri atau...""Atau?""Atau Mas Xander mengatakan bahwa Uni bukan pacarnya lagi," lanjut Seruni pe
"Eh, gue nggak ada urusan sama lo ya, Ton!" Xander mendorong keras bahu Antonio. Gestur tubuhnya menegang. Ia siap untuk berperang."Nggak ada hubungannya dengan gue lo bilang? Eh, Seruni itu pacar gue sekarang. Urusan dia, ya urusan gue juga. Lo kalo ngomong otaknya dipasang dulu biar ngotak!"Antonio balas mendorong Xander tak kalah kasar. Kertakan suara gerahamnya yang saling beradu membuat Seruni kebingungan. Suasana sudah mulai memanas, sementara ia tidak tau harus berbuat apa."Keberatan lo itu apa hah? Gue nggak masalah kok dia pacaran sama lo. Tepatnya, gue kagak peduli! Gue nggak mencampuri urusan pribadinya. Yang gue minta cuma satu. Janjinya. Udah itu aja!"Xander mendekatkan wajahnya dengan Antonio. Kini mereka berdua berdiri berhadapan dengan kedua tangan saling mengepal. Seruni makin bingung. Ia panas dingin memikirkan apa yang terjadi kalau k
Seruni merasa ada sesuatu saat menjejakkan kaki ke kantor. Ia baru kembali dari lantai delapan tempat Rahmi bekerja. Rahmi adalah orang yang mengajarinya naik lift saat pertama kali ke kantor ini. Hari ini Rahmi membawa bekal makan siang berlebih dan memintanya untuk makan siang bersama. Berawal dari pertemuan tidak sengaja, kini ia dan Rahmi memang berteman baik. Saat akan melewati front desk, Seruni mendapati beberapa rekan kerjanya bergerombol di meja Tika. Mereka berbincang-bincang seru dan sesekali tertawa geli mendengar lelucon rekan-rekan lainnya.Sewaktu melihat kehadirannya, Tika melambaikan tangan. Mengajaknya bergabung di front desk. Sikap Tika sekarang sudah berubah 180 derajat, sejak menyadari kedekatannya dengan Antonio. Walau Seruni tau kalau perubahan rekan kerjanya itu tidak tulus, tapi ia tidak pernah mengambil hati. Biar sajalah orang mau berpikir seperti apa. Pikiran mereka semua toh bukan tanggung jawab
"Kamu masih mencintai si Bian itu, Uni?"Heningnya ruangan membuat suara Antonio menggema. Saat ini ia tengah duduk berhadap-hadapan dengan Antonio. Dalam ruangan kini hanya tersisa dirinya dan siempunya ruangan. Abizar telah kembali ke ruangannya dengan membawa serta Bian.Seruni mengerti kalau Abizar secepat mungkin membawa Bian keluar, karena takut suasana menjadi tidak terkontrol. Air muka Antonio sudah menjelaskan segalanya. Daripada terjadi tragedi yang tidak perlu, Bian dan Antonio memang sebaiknya dipisahkan. Selain itu ia dan Antonio memang butuh waktu untuk berbicara berdua."Kalau Uni masih mencintai dia, untuk apa Uni menerima cinta, Mas?" Seruni balik bertanya. Ia paling tidak menyukai pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban seperti ini. Unfaedah."Kalau kamu memang sudah tidak mencintainya, lalu kamu sebut apa tindakanmu yang terus melindunginya selama ini? Kamu membuat Mas terlihat seperti
Sepanjang perjalanan menuju rumah orang tua Xander, Seruni gelisah. Duduknya tidak pernah tenang. Sebentar ia menghadap kanan, kiri atau mematung memandang jalan di depannya dengan pikiran melayang-layang."Kamu kenapa gelisah begitu duduknya? Bisulan?" Pertanyaan asal-asalan Xander direspon Seruni dengan gelengan kepala."Ambeien?" Xander melirik Seruni yang gelisah bagai cacing kepanasan. Seruni kembali menggelengkan kepala."Lantas? Saya sudah terlalu tua untuk diajak bermain tebak-tebakan." Seruni menghela napas. Ia kesal karena merasa diperlakukan begitu tidak adil."Sama, Mas. Saya juga merasa sudah terlalu tua untuk diajak bermain pacar-pacaran dan umpet-umpetan. Saya gelisahkarena saya bingung Mas suruh begini begitu tanpa alasan yang jelas. Yang terus bermain tebak-tebakan itu sebenarnya Mas sendiri. Mas sebenarnya sadar atau pura-pura nggak sadar sih?"Ckittt!
Dua jam sebelumnya.Antonio baru saja mengantar dokter Wisnu ke pintu depan. Papanya kembali kolaps, padahal papanya baru dua hari yang lalu keluar dari rumah sakit. Papanya kolaps saat berseteru dengan Graciela. Lima hari yang lalu, ayahnya masuk rumah sakit juga karena orang yang sama, yaitu Graciela.Adiknya itu menolak perjodohan dengan Prambudi Haris. Salah satu kolega yang memiliki bisnis Perkebunan Kelapa Sawit. Padahal kedua keluarga besar sangat mengharapkan bersatunya keluarga besar Haris dan Brata Kesuma. Dalam keluarga old money seperti mereka, cinta itu termasuk salah satu komoditi. Artinya jodoh mereka itu tergantung pada kepentingan bisnis. Mereka tidak boleh menikahi sembarang orang dengan latar belakang sembarangan pula. Dalam keluarga old momey, ada aturan tidak baku yang menyatakan bahwa, pernikahan adalah salah satu jembatan penghubung antar satu pengusaha dengan pengus
"Nanti baru kita bahas lagi ya, Pa? Anton sedang ada pekerjaan. Papa istirahat saja dulu. Jangan berpikir yang tidak-tidak."Antonio berusaha mengelak demi kebaikan dua orang yang sama-sama ia cintai. Papanya dan kekasihnya. Sebelum ia menemukan titik terang dalam masalah perjodohan ini, ia tidak mau membenturkan dua orang yang sama-sama ia cintai ini. Seperti yang dikatakan Om Axel tadi, ia harus menemukan cara lain, agar keduanya tidak terluka. Ia tidak mau gegabah dalam memgambil keputusan. Istimewa papanya sedang dalam keadaan tidak sehat seperti ini.Hening."Papa mengenalmu, Anton. Cara pukul larimu ini mengindikasikan sesuatu. Kamu juga tidak bersedia meluluskan keinginan Papa seperti Grace 'kan?" Antonio memijat kening. Ia benar-benar kehabisan akal untuk membujuk papanya. Apalagi suara papanya terdengar panik dengan napas memburu. Tidak bisa! Ia tidak mau kalau