Hari demi hari terus berganti, tetapi Reina masih saja terbaring di rumah sakit. Kondisi Reina kini juga terus membaik. Luka-luka di tubuhnya pun sudah mulai membaik sedikit demi sedikit.Kondisi Reina yang terus membaik pun membuat teman-temannya dan Vian merasa senang. Selama ia dirawat di rumah sakit, ia tak pernah ditinggal sendirian lagi semenjak Doni, Rino, Agus dan Andi datang menjenguknya. Keempat pria itu akan selalu bergantian menjaganya dan tak membiarkan gadis itu sendiri.Doni, Rino, Andi dan Agus juga memberitahukan pada Vian agar tak sekali-kali meninggalkan Reina sendirian. Jika saat ia hanya sendirian dan ingin pergi ke mana saja, ia harus menghubungi mereka agar gadis itu tak sendirian. Namun, keempat pria itu belum memberitahu apa alasan dari semua itu. Tetapi Vian tetap melakukan seperti yang dikatakan teman-teman Reina.Setelah sekian lama terbaring di rumah sakit, akhirnya Reina diizinkan untuk pulang. Gadis itu diizinkan pulang dengan catatan untuk terus kembali
Sebuah kamar megah yang dilengkapi dengan banyak benda yang tak ia miliki di kamarnya, dan juga kasur yang sangat besar. Kamar megah itu kini menjadi milik Reina untuk sementara waktu.Reina berjalan perlahan-lahan mengelilingi kamar megah itu. Ia sangat tercengang dengan kamar megah yang akan ditempatinya. “Gue tahu kalau kamar Rein itu emang segede ini. Tapi... gue masih gak nyangka aja nih segede ini.”“Tapi... apa gue bileh tinggal di sini,” ucap Reina murung. Ia teringat kembali bagaimana sikap Rein begitu melihat dirinya, dan saat Vian mengatakan bahwa ia akan tinggal bersama mereka. “Ha... ternyata dia masih benci sama gue. Mau gimana lagi, emang salah gue.”“Gue harus terima kapan pun kalau Rein ngusir gue. Karena bagaimana pun juga ini rumah dia, jadi terserah dia.” Mau tak mau Reina harus siap kapan pun itu, jika Rein tak ingin melihat ia berada di rumah ini. Gadis itu tahu ia hanya menumpang, dan ia juga tahu bahwa kehadirannya sangat tidak diinginkan Rein.“Udahlah, mendin
Hari itu adalah hari yang sangat mengejutkan bagi Vian dan juga hari yang sangat ia nanti-nantikan. Ia tak menyangka jika ia bisa bertemu dengan putrinya yang sudah lama dicarinya. Memang ia saat ini berada sangat dekat dengannya, namun ia baru saja mengetahui fakta itu.Vian merasa sangat bahagia, ia tak menyangka akan mengetahui keberadaan putrinya dengan situasi yang tak terduga. “Terima kasih, Tuhan. Ternyata selama ini aku sudah diberikan kesempatan berada di dekat anakku.” Dalam hatinya Vian sangat merasa bersyukur, atas kesempatan yang ia dapatkan. Ia sudah diberikan kesempatan untuk bertemu bahkan merawat gadis itu, yang ternyata adalah putrinya sendiri.“Reina, maafin ayah kamu. Andai saja ayah sama bunda kamu gak pisah, pasti semua ini akan terjadi. Kamu gak bakal kenapa-napa dan kamu juga gak bakal merasa sedih karena sudah tak memiliki sosok ayah lagi,” batin Vian.“Maaf, ayah ini bukan ayah yang baik buat kamu.” Vian memang merasa sangat bahagia sat mengetahui bahwa Reina
Brak!Rein memukul meja makan seraya bangkit dari duduknya. “Papi kenapa jadi belain dia terus, sih?! Aku ini yang anak papi, bukan dia!” teriak Rein.“Rein, ini bukan masalah anak papi atau bukan—“ Rasa kesal membuat gadis itu tak ingin mendengarkan perkataan papinya lagi. “Udahlah, pi. Bilang aja kalau papi tuh emang lebih belain dia, kan! Papi tuh gak sayang sama aku lagi, makanya belain dia terus.” Rein segera berlari meninggalkan meja makan. Ia sangat kesal dengan semua perkataan Vian.“Pi, papi apa-apaan, sih? Tuh, lihat anak kita jadi sedih, kan,” ujar Nia.“Mami... papi dari tadi ngomong baik-baik, papi juga gak ada maksud buat bikin anak kita sedih. Lagi pula apa salahnya Reina tinggal sama kita? Kan bagus, mereka juga bisa sekaligus selesaian masalah mereka,” jelas Vian.“Pi, mami tetap gak terima, ya. Mami gak mau lihat anak ini tinggal di sini, karena mami gak suka anak mami satu-satunya sedih,” ucap Nia tegas.“Gak. Papi gak setuju. Kalau kayak begitu caranya, kapan anak
Teriakan Rein terdengar hingga ke segala penjuru rumah. Teriakan gadis itu membuat Reina merasa sangat bersalah. Tapi, ia bingung harus berbuat apa. Ia ingin meninggalkan rumah itu, namun Vian terus tak mengizinkannya. Teriakan Rein yang terdengar pun membuat Nia merasa sangat kesal. Ia yang tadinya berada di kamarnya, segera bergegas menuju kamar anaknya. “Papi! Papi apa-apaan, sih?!” ujar Nia geram.“Papi kenapa maksain anak kita terus, sih? Kenapa segitunya papi belain dia?!” tanya Nia geram. Vian menarik nafas dan menghembuskannya. Ia menahan emosinya dan berusaha bersabar. “Mami, papi ini gak belain siapa pun. Papi cuman mau anak kita jangan jadi anak yang pendendam dan ngebenci temannya sendiri. Papi juga mau bantuin Reina. Bagian mana yang salah, mi?” jelas Vian.“Bagian mana yang salah? Ya semuanya lah! Masih aja papi tanya,” ucap Nia tak terima dengan perkataan suaminya. “Jelas-jelas papi tuh maksain banget supaya anak itu tinggal di sini. Papi sengaja kan bela-belain ngebuj
Malam itu Reina baru saja mendengar sesuatu yang tak pernah ia sangka-sangka. Gadis itu merasa sangat terkejut, ketika ia mengetahui bahwa Vian adalah ayahnya yang selama ini dianggap sudah tiada.Air mata Reina perlahan mulai berjatuhan, hingga membanjiri pipinya. Ia tak tahu harus merasa apa. Apakah ia harus bahagia? Apakah ia harus sedih? Gadis itu merasa sangat bingung. Ia masih belum bisa mencerna semuanya dengan baik.Hingga kini Reina masih berada di depan pintu kamar Vian dan Nia. Ia masih berdiri mematung dan terus mendengarkan semua pertengkaran mereka. “Papi... jadi selama ini papi masih nyariin Ami?!” tanya Nia tak habis pikir. “Iya dong, mi. Tentu aja papi nyariin mereka. Karena gimana pun juga, mereka itu keluarga aku,” jawab Vian membuat sang istri geram. “Gak! Mereka bukan keluarga kamu lagi. Kalian itu udah pisah! Dia bukan istri kamu lagi,” ujar Nia.“Aku tahu, tapi aku gak pernah setuju dengan semua itu. Semuanya terjadi bukan karena kemauan aku, termasuk nikah sa
Malam itu semuanya berakhir kacau balau. Rumah tangga Vian dan Nia kini berada di tengah ombak yang hebat, dan semuanya hanya tinggal menunggu waktu. Sosok yang telah dicari-cari Vian telah ditemukannya. Pria itu kini telah menemui Ami dan Reina. Hanya tinggal menunggu waktu, Vian pasti akan segera kembali kepada Ami, wanita yang dicintainya sejak dulu. Nia kini hanya bisa terduduk lemah di lantai, sambil meratapi nasibnya. Tubuh wanita itu terasa begitu lemah, setelah Vian beranjak pergi meninggalkannya. Nia merasa sangat takut. Wanita itu takut, jika ia harus kehilangan Vian. Kini ia hanya bisa berharap agar sang suami tak memilih untuk pergi meninggalkannya, dan kembali kepada Ami lagi.Sementara itu, Reina masih tak percaya dengan semua yang didengarnya. Gadis itu masih kesulitan mencerna semua yang telah didengarnya. “Bunda, kenapa bunda? Kenapa bunda bilang ayah udah gak ada?”Ada begitu banyak pertanyaan dalam kepala Reina. Gadis itu pun hanya duduk di bawah sinar bulan, sam
Sekujur tubuh Ami terasa lemah. Ia masih tak bisa menyangka dengan semua katak yang keluar dari mulut Yena. “Reina... bunda harusnya jagain kamu dari waktu itu. Maafin bunda, ini salah bunda.” Air mata Ami yang sedari tadi tertahan, kini tertumpahkah semuanya. Wanita itu menangis dalam diam sambil memikirkan putrinya. Hatinya terasa sangat sakit, saat mengetahui semua kronologi dari kejadian yang menimpa putrinya.Ami berpaling meninggalkan pekerjaannya. Ia tak bisa melanjutkan pekerjaannya setelah mendengarkan semua perkataan Yena. Ia berbalik dan segera menuju kamar tidurnya.Tak beberapa lama setelah Ami meninggalkan dapur, Yandi segera menuju dapur secepat mungkin dan mengambil benda-bendanya, dan menyembunyikan ke dalam ranselnya. Setelah mengambil semuanya, ia segera berlari kembali menuju kamarnya dan menguncinya. “Bagus, gue dapat buktinya,” gumam Yandi. “Sekarang aku harus bisa ngehindarin orang-orang mama, and do the next step.” Penjagaan Yandi kali ini tak seketat hari-h