Sebuah pesan teks baru saja masuk ke dalam ponsel Kayla. Pesannya singkat tapi memohok. Pengirimnya tidak diketahui, karena nomornya belum disimpan.
Ya Allah, ada apa lagi sih ini?Batin Kayla sedikit gusar. Nyatanya kesabaran yang selama ini dibangun tetap menemukan ujungnya. Hati yang biasa ikhlas menerima mendadak menolak.Mungkin, karena terlalu lama menahan atau...Satu ini sudah kelewat batas."Lho kamu belom siap-siap kuliah? Atau jangan bilang kamu perpanjang cuti lagi ya karena..."Ocehan Wafa seketika berhenti setelah melihat wajah tak mengenakan dari istrinya. Spontan ia mendekati Kayla dengan dasi yang masih tergantung di balik kerah kemeja namun belum terikat rapih."Ada apa sayang?" Tanya Wafa pelan-pelan. Disentuh bahu istrinya lembut sembari mencari mata Kayla agar bisa membaca suasana hatinya.Kayla mengangkat wajahnya, menggeleng pelan, lalu tersenyum kecil. "Hanya pesan singkat yang menyebHai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca🤎----------------------------------‐----Gadis itu belum beralih dari kaca besar yang menempel kokoh di dinding. Pandangannya nampak kosong, tetapi hatinya tengah berbisik.Berbisik lirih dan..Tajam.Rasanya ia tidak mau berada terus lama lama disini. Semua memori terus berputar mengelilingi setiap bidang sisi dalam otaknya.Ah, sungguh muak.Tapi dihentikan juga tak sanggup.Lalu terdengar suara ketukan dari arah luar. Spontan, sang gadis mengusap air matanya dan tersenyum kecut. Dicubit pipinya keras dengan suara yang dipaksa untuk tetap diam. Gila. Sungguh gila.Kalau begini terus ia bisa diamankan di dalam ruangan atau mungkin lebih jauhnya tangannya dapat terikat kencang di antara
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca🤎----------------------------------‐----Suasana kampus mendadak ramai seusai kedatangan Kayla disana. Pasang mata saling terjaga dan mengarah ke arah perempuan dengan sorot mata sendunya.Kayla berbisik dalam batinnya. Memohon kekuatan dalam diri. "Yuk jangan takut. Kamu tidak salah." Batinnya.Kayla tidak ingin kepercayaan yang mulai ditanamkan dari Wafa pupus begitu saja. Ia mau menjadi gadis tangguh yang tak gentar dengan ombak yang datang dan tak tumbang jika angin menerjang."Hei, Key." Sapa beberapa orang yang ia lintasi dalam perjalanan menuju kelas.Kayla mengangguk dan membalas panggilan mereka dengan hangat. Berusaha mungkin menutupi ketakutan akan dihujat. "Pagi Key." Sapa mereka lagi."Iya, pagi
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca🤎----------------------------------"Jadi? Kamu masih belum ngaku?" "Ngaku apa lagi Sya, semua sudah aku katakan. Kami bukan pelakunya.""Bohon, kamu belum mengatakan yang sejujurnya."Hati Kayla panas bukan main. Baru perkuliahan usai, tanpa ada sentuhan kelembutan, tangannya ditarik Nasya keluar kelas dan dibawa ke area yang tidak banyak orang lain lalu kini ia tengah diinterogasi."Tidak Sya," Geleng Kayla. Gadis itu menatap lelah. Pasalnya, dari kemarin hujatan terus dilayangkan kepadanya. Bahkan tak segan menggunakan kata yang seharusnya tidak pantas untuk dilakukan, meskipun kepada pelaku sekalipun. "Seharusnya kamu yang mengatakan sejujurnya. Kamu memaksaku begini untuk mengakui bahwa aku pelakunya kan? Kalau reali
Di kala suasana kampus yang telah sepi, Kayla menumpahkan seluruh tangisannya di dalam kelas. Perasaan overthinkingnya tak dapat terbendung. Setelah sekian lama tidak melawan, akhirnya kembali berani atas dirinya sendiri. Pertama kalinya ia mengeluarkan reaksi tidak suka atas perlakuan Nasya kepadanya.Sebenarnya sudah sangat lama ia ingin begitu, tetapi sengaja dibiarkan karena mementingkan kondisi mentalnya.Namun, kali ini, semua berbeda.Apa yang dikatakan Nasya telah kelewat batas. Selain itu, Wafa sudah mulai mempercayainya untuk dijadikan teman bercerita dan berkeluh kesah. Tidak mungkin kan tempat untuk menuangkan semua keluh kesahnya pada orang yang mentalnya sedang kacau?Memang, ada Allah, tempat untuk menuangkan semuanya.Tapi, tentu saja, sebagai seorang istri ia juga ingin menemani.Walaupun harus tertatih mengingat kondisi mentalnya yang perlu dipoles agar makin tangguh."Ngga boleh cen
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca🤎----------------------------------Terpaan angin menyentuh rambut Diana lembut sekaligus menyeka air matanya yang masih basah. Matanya ikut terpejam, terbawa suasana dingin Tokyo pada malam ini.Jalanan di Tokyo, apalagi daerah Shibuya, memang ramai. Namun ramainya kota belum mampu mengetuk dinding dingin yang dibangun Diana sejak kemarin.Suasana gadis itu masih belum berubah. Begitu banyak pertanyaan memenuhi isi pikiran dan batinnya terus berontak ingin mencari tahu.Apa yang ia baca di internet, keluarga Wafa tengah dirundung berita kurang mengenakan. Ayah Wafa dituduh korupsi dan uangnya mengalir ke biaya pernikahan Wafa dan Kayla.T-tapi mengapa pria itu enggan memberitahunya? Apakah ia sudah terlalu asing untuk ber
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca🤎----------------------------------Lengan Wafa spontan berhenti bergetar ketika dirinya tengah mengikuti alunan ketikan keyboard. Bulu-bulu halus disekujur tangan dan kakinya ikut terangkat akibat lehernya secara tiba-tiba dipeluk oleh seseorang yang entah siapa.Padahal sepengetahuannya tidak ada langkah kaki yang terdengar. Suasana mencekam makin terasa setelah pintu arah taman belakang terbuka karena terpaan angin kencang. Di luar memang tengah hujan lebat."Fa..""Huaaa!!"Reflek Adila tertawa puas menatap tingkah konyol Adiknya yang sama sekali tidak bisa tertahan menahan takut. "Kamu takut Fa?" Goda Adila lagi. "Diem Kak, ngga lucuk tauk!" Bibir Wafa termanyun dibuatnya. Pasalnya ia tengah serius mengerjak
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca🤎----------------------------------Nasya membanting pintu dengan sangat kencang. Ada perasaan marah membakar hatinya. Telinganya ikut mendidih mendengar teriakan dari luar kamar sambil bersaut ucapan Kayla saat di kampus Aku benci mengenalnya. Pekik Nasya.Ia sungguh muak. Wajahnya lambat laun pucat pasi setelah semua emosi dibiarkan menguasai diri. Seketika akal sehatnya lenyap.Apakah aku bunuh saja, dia?Dia sudah banyak masalah, mungkin dengan cara ini aku bisa membantunya. Batin Nasya mulai tidak beres. Sebelumnya tidak pernah berpikir untuk melangkah sejauh ini, apalagi ia juga tahu ada banyak hukum yang akan menjeratnya. Hukum agama, hukum negara, dan sosial. "Ah, biarlah. Hidupnya sudah terlalu ban
Kening Kayla beberapa kali berkerut terus. Wafa, suaminya, tidak ada dirumah sementara hari makin larut. Ponsel pria itu pun susah untuk dihubungi. Hati Kayla makin gusar. Kemana pergi1 suaminya? Tidak biasanya Wafa pergi tanpa pamit atau setidaknya ponselnya dapat dihubungi."Apa ada hal buruk ya?" Overthingking mulai menyerang pikiran Kayla.Gadis itu terdiam sejenak, mengendalikan nafas, lalu meneguk air putih untuk membasahkan kerongkongan yang kering sekaligus menjernihkan pikiran."Kendalikan dirimu Kayla, Insya Allah Wafa akan baik-baik saja." Ia kembali bermonolog.Gadis itu sempat menyalahkan dirinya yang kebanyakan tidur sampai-sampai membuat dirinya tidak tahu apa-apa. "Ya Allah baru tinggal tidur aja, dunia udah ada aja yang beda." Ujarnya.Kemudian, ia menoleh ke arah jam dinding yang detaknya bergema di seluruh ruangan yang hanya dihuni oleh Kayla seorang. Maklum, akibat kasus itu, Wafa dengan terpaksa me