Share

Bag 02. Ancaman.

»»»»

"Dari mana aja lo, baru pulang?" Cia tak mendengarkan dan langsung berjalan menuju lift untuk pergi ke kamarnya. Rumah Cia memanglah sangat besar. Ada 4 lantai yang terbagi menjadi beberapa ruangan. Termasuk ruang gym dan juga kolam renang. Dava Vergion, adalah Kakak tiri Cia. Mereka memang tidak pernah akur sejak kecil. Usia mereka tidak beda jauh, hanya selisih beberapa bulan. Dava lahir lebih dulu di bandingkan Cia. Namun, Cia tak pernah menganggap Dava sebagai saudaranya.

"Padahal besok sekolah, tapi jam segini baru balik!" Dava menggerutu. Cowok tinggi dengan manik abu-abu indah itu memang bukan asli orang Indoensia. Dava blasteran Inggris-Indonesia, yang mana, Ibunya adalah orang Inggris sedangkan Ayahnya asli dari Jakarta. Dava juga tidak lahir di Indonesia, tempat kelahirannya berada di Negara Australia, tentu saja itu di saat kedua orang tuanya sedang melakukan dinas di sana.

    Dava orang yang sopan dan baik, walaupun kadang terkesan dingin. Namun, Dava sering perhatian pada Cia, walaupun perhatian itu di tolak mentah-mentah oleh sang adik tiri. Ayah Dava, yaitu Radith Abraham, menikah lagi dengan Ibunya Cia yang berstatus Janda semenjak 10 tahun yang lalu. Saat usia Dava dan Cia 7 tahun. Dava sangat senang ketika di beri tahu akan memiliki adik perempuan. Sayangnya, begitu dia bertemu dengan Cia, kesan pertama mereka sangat tidak baik, di mana Cia memukul kepala Dava dengan mainan yang dia miliki. Dava menangis kencang kala itu, tapi semua itu tidak memuat Dava membenci Cia, justru Dava semakin ingin mendekati adiknya. Sayangnya, Cia memasang dinding kokoh di sekitarnya semenjak 10 tahun yang lalu, Dava tidak bisa mendekat, atau bahkan berjalan berdampingan dengan Cia. Cara satu-satunya agar Dava bisa bicara dengan Cia adalah dengan mendebatnya dan membuat Cia marah. 

»»»»

   Pagi hari saatnya untuk berangkat ke sekolah. Dava sudah bersiap di atas motornya saat dirinya melihat mobil baru terparkir di garasi bawah. Dava tidak ingat bahwa Radith membeli mobil baru. Dava tau bahwa Ayahnya tidak terlalu suka dengan mobil sport, dan yang ada di hadapannya sekarang adalah jenis Lamborghini Urus yang Dava tau harganya mencapai 8,5 Milyar rupiah. Dava yakin, mobil itu bukan milik Ayahnya, karena untuk apa juga dia membelinya.

"Minggir!" Cia tiba-tiba muncul di sampingnya dan sudah siap dengan seragamnya. Rok yang terlalu pendek itu selalu membuat Dava kesal.

"Nggak usah pake rok aja Ci, sekalian!" Protes Dava.

"Suka-suka gue lah. Minggir, gue mau berangkat!" Cia membuka kunci mobil dengan remot. Dan saat itulah, Dava tau bahwa mobil itu milik Cia. Walaupun terlihat tidak perduli, Dava sebenarnya sangat perduli pada Cia, cowok manik abu itu selalu resah dan khawatir pada adiknya. Dia dan Cia di berikan uang Jajan yang cukup besar setiap bulannya oleh Radith. Mereka bahkan bisa membeli sebuah kapal kecil dengan uang jajan mereka.

"Lo ganti mobil lagi?"

"Terserah gue!" Cia masuk ke dalam mobil sebelum Dava bertanya lebih banyak hal padanya.

"Lo jual mobil yang kemaren?" Dava masih ingat, mobil berwarna merah yang kemarin di pakai Cia. 

"Berisik!" Cia meninggalkan Dava yang masih tampak penasaran dengan mobil baru yang di kendari adiknya.

»»»»

   Sesampainya di sekolah, Cia langsung berjalan menuju kelas. Siapa yang tidak tau Elcia, si preman sekolah yang sering membuat masalah. Bahkan, di sekolah, Cia sering dengar kalimat 'jangan liat matanya. Nanti lo di pukul.' Entah siapa yang menyebarkan rumor semacam itu di sekolah. Memangnya, Cia itu tukang pukul, memukul seseorang hanya karena mereka bertatapan. Sangat aneh.

    Di sekolah, Cia tidak memiliki teman dekat, satupun. Entah itu pria, atau wanita. Bagi Cia, mereka hanyalah seekor lalat pengganggu yang akan membuat Cia dalam masalah.

"Pagi anak-anak!" Cia sudah duduk di kursinya. Menatap sang guru yang baru saja masuk ke dalam kelas.

"Pagi, Bu guru!" jawab para murid serempak. 

"Cia, semua sudah mengumpulkan tugas, hanya kamu yang belum, sekarang apa lagi alasan kamu?" Cia membuka tasnya.

"Udah kok, Bu!" Cia berdiri, dengan langkah pasti berjalan ke depan kelas dan menyerahkan tugas miliknya pada Bu Mia, selaku guru Fisika di kelas itu.

"Bagus, lain kali, kerjakan tepat waktu. Yang lain mengerjakan tepat waktu. Hanya kamu yang selalu terlambat!"

"Iya, Bu!" Cia kembali duduk di kursinya. Namun sayangnya, baru saja ia duduk, ponsel miliknya bergetar menandakan ada pesan masuk. Cia membuka pesan itu. 

'Ke belakang sekolah sekarang! Atau Nuca mati!'

   Cia menggebrak meja dengan kencang. Matanya berkilat merah menahan amarah. Sudah sering dia di ancam, bukan sekali dua kali. Tetapi, baru kali ini ada yang mengancamnya tentang Nuca. Berani sekali orang ini!

"Cia, ada apa ..." belum selesai pertanyaan dari Mia sang guru Fisika. Cia sudah berlari keluar dari kelas, dengan cepat pergi ke arah belakang sekolah. Jika dia di ancam, Cia akan biasa saja, tapi ini Nuca.

"Udah gue duga!" Cia menatap dua orang yang berdiri sambil tersenyum ke arahnya.

"Dateng juga lo!" kata salah satunya. Cowok dengan rambut memanjang melewati telinga itu menatap dengan tatapan menantang pada Cia.

"Pasti, dia kan sayang banget sama anaknya!"

"Brengsek!" Tanpa menunggu lama. Cia berlari dan langsung menendang cowok dengan tindik di telinga yang langsung terjatuh ke atas rumput. "Ngomong sekali lagi, biar gue hajar lo!" Cia meninju wajah Dirga, cowok yang tadi mengirim pesan pada Cia.

"Bang*at!" Dirga mendorong Cia dengan cukup keras, hingga gadis itu terpental kebelakang. Hide, teman Dirga segera menyerang Cia, tapi Cia dengan cepat menghindar dan berhasil. Saat mereka kembali ingin baku hantam, seorang guru datang untuk melerai perkelahian. Dirga dan Hide berlari meninggalkan Cia yang masih berdiri mengatur napasnya yang tersengal.

"Cia! Kamu tidak apa-apa? Siapa mereka?" Cia menoleh dan menatap guru BK yang kebetulan lewat tadi, dia memang sedang berkeliling untuk mencari anak-anak yang melanggar aturan.

"Bukan apa-apa. Pak, gue cabut dulu!" Cia langsung berlari ke arah kelas untuk mengambil tasnya. Sebaiknya, dia pergi untuk menenangkan pikirannya.

    Cia berhasil mengambil tas yang berada di dalam kelas tanpa harus bersusah payah. Dia tak takut pada guru, bahkan jika dia di hukum atau di scors dia malah senang. Walaupun, Mia sempat meneriaki dirinya, tapi hanya dengan satu tatapan tajam milik Cia, Mia langsung diam. Sudah jelas, Cia itu sangat sulit diatur, bahkan oleh guru sekalipun.

    Cia masuk ke dalam mobil dan langsung membuat suara gaduh karena suara dari knalpot mobilnya. Satpam yang sedang membuka gerbang menoleh, Cia yang melihat itu langsung menerobos keluar begitu Gerbang selesai di buka, dan saat itu, sebuah mobil hammer h3 juga akan masuk, dan tak sengaja menyerempet mobil Cia. Suara berdecit keras terdengar karena Cia mengerem mobilnya dengan mendadak.

"Sial!" Cia segera keluar dari dalam mobil. Sebuah goresan panjang membekas di bagian samping hingga ke belakang mobilnya. Cia berjalan cepat menuju ke arah mobil yang menyerempetnya tadi.

"Keluar lo!" Cia menendang pintu mobil itu. Dan saat itulah, seorang cowok berparas korea muncul dari dalam mobil. "Lo bisa nyetir nggak sih!" Bentaknya tak terima.

"Lo yang salah, lo yang teriak!" Cowok itu dengan acuh mengambil tas dari bagian penumpang belakang, dan ingin pergi begitu saja. Namun, Cia langsung menendang betis si cowok dengan kencang, membuat cowok itu mengaduh kesakitan.

"Dasar nggak bertanggung jawab!" Cia terkekeh pelan.

"Lo mau gue ganti rugi? Berapa?"

"Sialan!"

««««

To be Continue .....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status