Suasana hening sejenak. Wisnu masih saja menatap ke arah Aruna dengan senyum seringai yang ada di wajahnya. Kali ini pria itu benar-benar terlihat seperti Wisnu di masa lalu. "Tunggu dulu, jika Aruna adalah istrimu, lalu Diandra?" tampaknya Sean masih belum memahami situasi yang ada.Pria itu juga mengabaikan tarikan pelan pada jas yang ia kenakan, terlihat sekali jika Aruna merasa tidak nyaman berada di sana."Tentu saja Diandra adalah istriku. Oh, iya. Ada yang ingin ku tanyakan padamu," sahut sekaligus tanya Wisnu kemudian.Pria itu sempat melirik ke arah Aruna yang saat ini tengah menatapnya dengan pandangan memelas, sepertinya ia meminta agar Wisnu tidak mengatakan apapun soal ia dan pernikahan mereka dahulu."Kerja sama macam apa yang kamu lakukan dengan dia? Kerja sama yang mengharuskannya mengandung dan melahirkan seorang anak kemudian pergi meninggalkan semuanya, dan kembali bersama laki-laki lain dengan tidak tahu malunya?"Semua orang yang ada di sana terkejut bukan main,
Wisnu segera melepaskan pelukan mereka. Ia menatap tepat ke arah mata Aruna yang juga sedang menatapnya."Apa maksud kamu? Kamu pergi karena Celine? Memang apa yang sudah dia lakukan padamu?" tanya Wisnu cepat."Celine datang ke ruang rawat ku tepat sehari setelah aku menjalani operasi. Dia mengatakan sesuatu, ini dan itu juga memberikan peringatan buatku.""Peringatan? Peringatan seperti apa?""Peringatan jika aku tidak meninggalkan mu, maka dia akan membuat hidup David menderita."Perkataan Aruna membuat Wisnu mencelos. Pria itu mundur, menarik rambutnya sendiri karena merasa tidak percaya."Apa kamu yakin jika yang melakukan itu semua adalah Celine?" tanya Wisnu sekali lagi.Aruna tersenyum miring, ia sudah menduga jika pria di hadapannya ini akan sulit untuk percaya padanya."Apa pengaruh Celine padamu selama lima tahun terakhir bisa sebesar ini? Sampai-sampai kamu tidak lagi bisa mempercayai apa yang ku katakan padamu?" tanya Aruna pelan.Wisnu menggeleng. Bukan, bukannya ia tida
Pukul dua belas malam saat sebuah mobil berwarna hitam tiba di pelataran rumah Sean. Wisnu turun lebih dulu diikuti Aruna kemudian.Dua orang dewasa itu hanya saling terdiam selama beberapa saat di depan mobil, sebelum kemudian kaki Aruna mulai melangkah masuk ke dalam rumah."Aruna!"Panggilan Wisnu membuat wanita itu menoleh, Wisnu berjalan mendekat. Semuanya terjadi dengan cepat, saat bibir basah Wisnu menyapu permukaan bibir Aruna, juga sebuah pelukan hangat."Kamu harus menepati ucapanmu tadi," kata Wisnu setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mematung sesaat, mengangguk kaku kemudian. Jujur saja kepalanya tiba-tiba saja terasa kosong, entah kenapa."Ya, aku ingat," sahut Aruna gugup.Wanita itu memalingkan wajah dan berdeham beberapa kali. Hal itu mampu membuat senyum tipis terbit di wajah Wisnu, menyadari bagaimana wajah wanita di hadapannya ini terlihat bersemu merah.Aruna sedang merasa malu, salah tingkah."Apa yang kamu tunggu? Tidak pulang sekarang?" tanya Aruna."Kamu m
"Kamu berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Wisnu. Mau bagaimanapun juga, kamu memiliki andil dalam membantuku mencari tahu soal Celine dan rencana wanita itu," kata Aruna pelan.Sean diam, pria itu menghembuskan napas kasar. Menyandarkan tubuh besarnya pada sandaran kursi dan mengangguk pelan."Ceritaka saja. Tapi hal itu tidak akan mengubah perasaan ku padamu," sahutnya lirih.Mengabaikan perkataan terakhir Sean, Aruna menarik napas. Menyiapkan mentalnya untuk kembali mengingat kejadian di masa lalu."Iya, memang aku dan Wisnu sudah menikah dan David adalah anak kami," buka Aruna."Bisakah kita lewati bagian itu? Entah kenapa aku tidak suka mendengarnya," sela Sean agak sewot.Aruna menggeleng, ia tidak bisa melewatkan satu bagian pun."Tapi pernikahan kami bukan sesuatu yang normal. Maksudku, alasan kenapa aku bisa menikah dengan Wisnu bukanlah karena cinta ataupun perjodohan. Kami terpaksa menikah karena permintaan Diandra, juga rencananya.""Aku dijadikan bahan b
Pukul sepuluh saat terdengar suara ketukan pintu dari arah luar. Sean yang saat itu sedang duduk santai mengernyit, kaki panjangnya ia bawa melangkah ke arah pintu utama.Begitu dirinya membuka pintu, pemandangan pertama yang ia lihat adalah David yang tengah tersenyum lebar. Anak lelaki dengan hoodie berwarna putih yang dipadu celana berwarna coklat susu itu, menyapa Sean dengan senang hati."Halo paman!" sapanya sumringah.Sean yang melihat hal itu hanya tersenyum tipis, merasa cukup gemas dengan tingkah David sekarang."Siapa yang datang?" Aruna yang baru saja datang dari dalam cukup kaget melihat Wisnu juga David di ambang pintu."Ibu!" Dengan semangat empat lima, David bergegas turun dari gendongan sang ayah dan menghampiri Aruna."Ibu, ayo jalan-jalan. Ayah bilang Ibu akan mengajakku ke taman bermain hari ini," katanya bersemangat.Untuk sejenak, ketiga orang dewasa itu hanya saling beradu pandang satu sama lain. Aruna kemudian berjongkok, menyamakan tingginya dengan sang put
David, anak laki-laki itu menangis saat Aruna juga Wisnu menghampirinya. Ia yang baru saja ditolong oleh anak perempuan memegangi dahinya yang terdapat memar kebiruan."Apa yang terjadi?" tanya Aruna khawatir."Tadi saat dia akan bermain perosotan, seseorang mendorongnya hingga tergelincir ke bawah, Bibi," sahut si anak perempuan dengan kuncir dua itu."Dia laki-laki atau perempuan?" tanya Wisnu cepat.Si anak perempuan menggeleng, "Aku tidak tahu paman, wajah orang itu tertutup masker dan topi," sahutnya.Aruna dan Wisnu saling berpandangan sejenak, kemudian si lelaki beranjak. Berusaha mencari orang yang dimaksud di lokasi sekitar."Sudah, tidak apa sayang. Nanti Ibu obati, ya," ucap Aruna menenangkan."Terimakasih, nak. Siapa namamu?" tanya wanita itu pada anak perempuan."Denise, Bibi.""Denise, mau ikut Bibi membeli es krim?"Lagi-lagi anak itu menggeleng, ia kemudian berdiri, menunduk sebentar sebagai salam sebelum beranjak pergi.Tidak lama kemudian Wisnu kembali, pria itu meng
Meski pada mulanya Wisnu tidak mempercayai perkataan Sean, tapi pada akhirnya pria itu kembali ke rumah seorang diri.Meski dengan berat hati, pada akhirnya Wisnu mengijinkan Aruna juga David untuk bermalam di rumah Sean. Dan dirinya akan membuktikan sendiri soal perkataan Sean soal Celine yang ada di rumahnya.Mobil itu sampai di pelataran rumah, Wisnu turun sambil menghela napas panjang. Berusaha untuk terlihat se normal mungkin, ia tidak ingin membuat Celine curiga.Begitu Wisnu membuka mata, pria itu bisa melihat dengan jelas keberadaan wanita itu yang tengah duduk nyaman di sofa ruang tamu.Ia mengenakan dress v neck long sleeve berwarna merah. Rambut panjangnya ia gerai dengan bebas.Menyadari kedatangan Wisnu, Celine tersenyum cerah. Wanita yang sebelumnya tengah sibuk dengan ponselnya sendiri itu, kemudian beranjak menghampiri Wisnu."Mana David?" tanyanya sembari melongok ke belakang tubuh si pria."Menginap di rumah orang tua Diandra," sahut Wisnu."Apa yang kamu lakukan di
Pagi hari Aruna dikejutkan dengan teriakan Bibi pengurus rumah. Wanita baya yang baru saja datang itu berteriak keras dari arah pintu belakang."Ada apa, BI?" tanya Aruna setelah berlari tergopoh, di belakangnya Sean menyusul."Itu," tunjuk Bibi pengurus rumah pada sesuatu.Pelan-pelan Sean mendekati kotak kardus berukuran sedang di sana. Membukanya perlahan dan membuangnya jauh-jauh dengan segera.Kotak tersebut dilempar Sean hingga membuat isi di dalamnya keluar. Sebuah bangkai ayam yang hampir busuk terlihat mencuat, membuat bau busuk yang begitu menyengat."Siapa yang melakukan ini?" tanya Sean sambil menutup hidungnya rapat."Saya tidak tahu, Tuan. Saat pagi tadi saya datang, sudah ada di sana. Dan saat saya buka, isiny…," Bibi pengurus rumah tidak lagi melanjutkan kalimatnya.Sean juga Aruna sempat saling bertatapan selama beberapa detik, seolah ada satu pemikiran diantara mereka."Yasudah. Bibi, tolong bereskan semuanya. Untuk pagi ini Bibi tidak perlu memasak, cukup bersihkan