Share

Permintaan Mama Rossa

"Ada obatnya, Nak?" intonasi bernada rendah nan lembut, itu milik seorang wanita berparas cantik. Walau di usianya yang sudah memasuki kepala lima lebih, beliu adalah Rossa Linda mamanya Azam

"Ada Ma," jawab Azam sembari memperlihatkan kantong plastik di genggaman tangannya.

Rosalinda tersenyum, keteduhan terlihat dari manik matanya yang sayu, tutur katanya lemah lembut, karakter seorang ibu begitu melekat padanya. Rossa Linda berjalan ke arah sang putra. Kemudian duduk di sofa tangannya, menepuk-nepuk sofa seolah meminta Azam ikutan untuk bergabung.

"O ya, baju yang kemarin Mama minta mana? Apa Azam, lupa ambil di butik Bu Sonya? Padahal lusa rencananya mau dipakai ke pesta pernikahan anak teman Mama lo."

Putranya itu meletakan kantong plastik. kemudian berkata,"Azam udah sampai sana, tapi ibu … itu mendadak pingsan. Akhirnya Azam bawa ke rumah sakit Sentra Hospital, dan mengenai baju Mama, lupa ambil karena buru-buru ke restoran. Maaf Ma," sesal pria tampan tersebut merasa bersalah, karena tidak mematuhi perintah Mamanya.

Wanita bermanik coklat pekat itu menyentuh pundak anak kesayangannya. "Nggak apa-apa Nak, lagian masih lusa kan Mama pakainya. Jadi, masih ada waktu mungkin, hari ini atau besok bisa Mama sendiri yang ambil," ucap Rosalinda tidak ingin membuat sang anak merasa bersalah. "Zam, Mama ingin bicara serius." mendadak wajah perempuan, tersebut berubah serius.

"Ada apa Ma?" Azam menautkan kedua alisnya merasa penasaran.

"Kapan Azam, memulai hubungan serius dengan lawan jenis? Usiamu sekarang rasanya udah cocok untuk membina rumah tangga. Mama hanya takut kalau nggak bisa melihat saat-saat indah itu," kata Rossa sedih.

Putra semata wayang Rossa tersebut menatap lekat sang mama. Sebenarnya bukan dia tidak ingin merajut kisah asmara kembali. Tapi rasa perih, yang lelaki itu terima masih terasa sangat menyiksa. Makanya dia lebih fokus membangun karir, ketimbang membangun hubungan. Traumatis! Takut mengulang kegagalan.

Azam menghela napas cukup dalam sebelum berkata,"Mama, kok ngomong gitu. Memangnya nggak pengen lihat Azam nikah?"

"Mau. Kalau bisa segera, pertanyaannya itu semua kapan, terealisasinya? Keburu Mama tua Zam," tambah Rosalinda kadang bicara dengan anaknya, itu begitu menyebalkan.

Azam hanya menanggapi ucapan mamanya dengan senyuman samar. Pada akhirnya ia memutuskan untuk beranjak. Namun, tangannya kembali dipegang oleh sang mama.

"Duduk Nak! Mama belum siap ngomongnya, main pergi-pergi aja." nada bicara wanita itu sudah naik satu oktaf. kali ini Rosalinda benar-benar dalam kadar keseriusan tingkat tinggi.

Sebenarnya Rosalinda hanya memberikan peringatan, karena merasa anaknya itu tidak pernah menganggap serius apa yang dia mau. Bukankah usia Azam tahun ini genap 30 tahun? Tapi kesungguhan untuk membina hubungan dengan wanita seolah jauh dari pemikirannya. Terkadang ada rasa cemas yang mendera hati seorang Rosa. Takut anaknya bakal menjadi bujang lapuk, gimana tidak? wong setiap hari hanya berhubungan juga berkutat dengan layar monitor. Memikirkan itu kadang membuat mamanya stres dan akhirnya membuat asam lambung kambuh. Rasa cemas yang berlebihan dapat mengurangi tekanan pada sfingter atau otot kerongkongan. Sehingga asam lambung mengalir balik, stres juga membuat otot menjadi tegang. Jika stres mempengaruhi otot lambung. Hal ini yang menekan organ-organ disekitarnya lalu mendorong terjadinya asam lambung atau GERD (Gastroesophageal reflux disease).

"Terus Azam mesti gimana, Ma? Kan Mama tau. Kalau selama ini anak mama cuma ngabisin waktunya di resto. Nggak ada waktu kayaknya mikirin hal-hal begitu," ucap Azam berupaya membuat sang mama mengerti.

Rossa seketika mendelik. Ucapan Azam seolah tidak masuk akal. Apa nggak ada waktu? Walah tong, ini mah bukan nggak ada waktu, cuma kamunya yang nggak niat! Segala nyalahin waktu. Kalau terus begini. Benar dah anak emak selamanya bakal jadi jones alias jomblo ngenes.

"Gini aja deh. Kalau Azam nggak ada waktu biar Mama, yang cariin jodoh. Mama selalu ada waktu kok," sindir Rosalinda gemas. "Satu lagi anggap ini sebagai permintaan Mama. "

*****

"Dari mana sih, dek? Tau nggak Oma, terus nanyain kamu loh," Shiza memberondong adiknya dengan pertanyaan.

Sementara Helza tetap berwajah masam. Bahkan bergeming, sama sekali tidak merespon pertanyaan kakaknya. Seolah gadis itu terjebak dalam dunianya sendiri.

"Dek!" sungut Shiza karena merasa diabaikan oleh Helza.

"Ii--iya apa Kak, tadi Kakak ngomong sama Ihel?" Helza menanggapi ucapan kakaknya terbata. Karena sesungguhnya Helza memang tidak begitu mendengarkan apa yang diucapkan oleh Shiza.

Shiza membelalakan mata, sesungguhnya dia tengah tersulut emosi. Kalau tidak memikirkan kandungan dan Oma Sonya, rasanya ingin sekali istri Ferdi itu melahap adik semata wayang tersebut. "Nggak Dek, Kakak nggak ngomong sama kamu, melainkan ngomongnya sama tembok!"

"Oh."

"Helza!" seru sang kakak geram, tampaknya IQ adiknya itu menjadi semakin melemah akibat lama menjomblo. Kalau difikir-fikir ada betulnya yang dikatakan oma sonya. untuk segera mencarikan jodoh, kemungkinan setelah memiliki pasangan Helza bisa kembali seperti dulu. Menjadi gadis yang selalu ceria.

Sorot mata kecoklatan itu kosong. Redup sama sekali tidak bercahaya, datar! Lagi-lagi Helza termenung sambil kedua tangannya menopang wajah.

Batin Shiza terenyuh, bahkan dia merasa begitu prihatin melihat kondisi adiknya yang sekarang. Seolah Shiza tidak mengenali sosok di depannya. Kadang termangu, mendadak menjadi pendiam, dan sangat keras kepala. "Ihel … jangan kebanyakan melamun, ntar kesambet lagi."

Perempuan bersurai lurus sepinggul itu menyeringai sembari menatap kakaknya seraya berkata, "Nggak akan? kan Ihel bosnya jadi, mereka nggak akan berani ngegangguin aku. Tenang aja." Helza tertawa renyah setelah melihat ekspresi kakaknya yang mendadak melongo.

Shiza mendelik ketakutan. Kenapa adik semata wayangnya semakin hari otaknya bertambah error? Sampai setan diajak menjadi komplotan. Memangnya nggak ada lagi dari kalangan manusia, yang bisa kerjasama? Si sulung dari dua bersaudara itu lekas memeriksa kening adiknya, cemas kemungkinan Helza sekarang sedang demam tinggi makanya sampai meracau tidak karuan begitu.

"Apaan sih Kak! Itu tangannya udah higienis belum? Jangan nanti gegara kakak pegang-pegang, nanti aku yang gantian di dalam!" Helza mengacungkan telunjuk ke arah sebuah basal rumah sakit ini.

Sang kakak mengeryih akhirnya, dia ada kesempatan untuk melakukan aksi balas dendam. Ah, dewi fortuna begitu baik berpihak padanya. Shiza tahu betul kalau Helza begitu parno, dengan wabah saat ini sedang melanda dunia. Sampai adiknya itu begitu protektif dengan prokes kesehatan. "Biarin kamu diisolasi, mana tahu setelah keluar dari dalam ruangan itu. Otakmu kembali normal dan nggak gesrek lagi!"

Helza menggeleng wajahnya berubah pucat pasi. Hilang sudah seringai jahil yang sebelumnya begitu percaya diri.

"Dek, kalau seandainya dikasih pilihan, kamu bakal pilih yang mana. Menikah secepatnya, atau masuk basal itu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status