“Ka-kakak bicara apa sih? Aku benar-benar dapat pinjaman dari Tere kok,” ucap Kiara berusaha bersikap seperti biasanya. “Sebenarnya Tere tuh lagi sakit, Kak. Dia minta aku hendle butik selama dia rehat. Sebagai gantinya dia akan gaji aku dua kali lipat, tapi akan dipotong buat bayar utang.”
Kiara terpaksa menggunakan penyakit Tere, walaupun tidak menjelaskan penyakit temannya dengan spesifik. Semoga saja kakaknya percaya dengan alasan yang Kiara berikan. Sebisa mungkin dia juga bersikap bisa dengan senyum manisnya.“Kakak tidak perlu khawatikan apa pun. Fokus pada operasi dan pengobatan Kakak biar sel kankernya tidak makin menyebar,” kata Kiara meyakinkan kakaknya.Fira belum bisa percaya begitu saja. Saat melihat senyum adiknya, dia mencoba untuk percaya sembari berucap, “Baiklah, kakak percaya. Kamu harus ingat untuk tidak melakukan hal yang merugikan demi kakak. Lagian kakak sudah pasrah kalau memang sudah waktunya untuk-- .”“Kakak!” sela Kiara dengan cepat seolah tahu lanjutan perkataan kakaknya. “Cuma Kak Fira yang aku punya di dunia ini, aku tidak sanggup kalau harus kehilangan Kakak.”Air mata Kiara mulai membasahi pipinya. Tidak bisa dia bayangkan kalau sang kakak benar-benar pergi meninggalkan dirinya. Makanya dia rela melakukan apa pun asal Fira bisa terus bersamanya.“Tapi kakak tidak ingin kamu mengalami hal buruk, Ra. Biarkan saja kakak dengan penyakit ini, yang penting kamu tidak kenapa-napa.” Fira ikut menitikkan air matanya melihat sang adik yang menangis.Tidak ada seorang kakak pun yang ingin adiknya menderita karena dirinya. Malahan sang kakak rela melakukan apa pun demi adik yang disayang. Apalagi Fira yang sudah menderita penyakit bertahun-tahun merasa kalau terlalu banyak menyusahkan adiknya.“Ra, sudah saatnya kamu hidup dengan baik. Cari laki-laki yang mencintai kamu dengan tulus biar kakak bisa tenang kalau sudah waktunya pergi,” ujarnya dengan penuh harap.“Kakak jangan bilang kayak gitu,” balas Kiara memeluk kakaknya dengan erat.Ingin sekali dia bilang kalau baru saja menikah dengan lelaki yang sudah membayar biaya operasi kakaknya. Namun, Fira akan terkejut bahkan sedih kalau tahu dia menikah dengan suami temannya dan menjadi istri kedua.Kiara tidak mau kakaknya sedih, apalagi nanti akan menjalani operasi. Sebisa mungkin Kiara akan menyembunyikan pernikahannya dari Fira sampai kondisi benar-benar pulih.Fira mengurai pelukan adiknya seraya menghapus air mata yang masih mengalir di pipi putih Kiara. “Kamu itu cantik, pasti banyak laki-laki yang menyukai kamu. Saran kakak, pilih laki-laki yang mencintai kamu dan hanya menyimpan namamu di hatinya.”Wajah Kiara makin sedu mendengar saran kakaknya. Lelaki yang baru saja dia nikahi tidak sesuai dengan yang kakaknya inginkan. Kiara juga tidak terlalu berharap pada sang suami yang tidak mungkin mencintainya, apalagi menyimpan namanya. Hanya ada nama Tere dalam hati Andra, bahkan Kiara sangat yakin kalau sampai kapanpun Andra tidak mungkin bisa menghapus nama istri pertamanya.“Kiara, kamu dengar kakak ‘kan?” tanya Fira melihat adikya yang melamun seperti sedang memikirkan sesuatu.Perempuan cantik itu tersentak mendengar suara kakaknya. “Tidak apa-apa kok, Kak. Lebih baik Kakak istirahat dan bersiap untuk operasi nanti.”Kiara tidak mau membahas soal calon pasangannya, apalagi dia sudah punya suami yang masih disembunyikan dari kakaknya.*****Operasi mengangkatan limpa yang jalani oleh Fira berjalan dengan sukses. Dokter masih menunggu Fira sadar untuk melihat efek dari operasi tersebut. Kiara senantiasa menunggui kakaknya, hingga dia mendapat pesan dari nomor baru.From : 08xx xxxx xxx8[Ini aku Andra!][Sopir akan menjemputmu untuk ke rumahku][Soal kakakmu, orangku yang akan menjaganya]Kiara yang tidak bisa meninggalkan kakaknya terpaksa harus pergi agar Andra tidak marah. Dikecupnya kening Fira dengan lembut, lalu menghampiri mobil yang sudah Andra siapkan. Dia masuk ke dalam mobil yang kemudian melaju menuju rumah Tere yang hanya beberapa kali Kiara kunjungi. Itu pun karena ada keadaan yang mendesak.“Kita sudah sampai, Nyonya,” seru sopir dengan sopan.“Ah, terima kasih.”Kiara turun dari mobil sambil memandang rumah mewah di depannya. Dengan helaan napas pelan, dia melangkah masuk ke dalam rumah itu dan disambut oleh pelayan yang segera membawanya ke kamar Tere.Pintu kamar sedikit terbuka, sehingga Kiara bisa melihat Tere yang sedang berciuman dengan Andra dengan begitu panas. Ingin mengetuk pintu, Kiara khawatir akan mengganggu dua orang itu.Tanpa diduga, Tere melepas pangutan suaminya karena merasa ada yang melihatnya. Sontak dia menjauhkan Andra darinya. Dengan pipi merah merona, Tere menghampiri Kiara.“Hai, kenapa tidak bilang kalau kamu sudah di sini?” tanya Tere berusaha menahan perasaan malunya.Kiara yang menyaksikan adegan panas beberapa menit yang lalu juga merasa malu. “Ah, i-itu aku ... baru saja sampai.”Tak lama kemudian Andra bergabung seraya merangkul pinggang istri pertamanya. Kiara merasa kalau lelaki itu ingin menunjukkan kemesraan mereka, entah untuk apa. Yang jelas Kiara tidak terpengaruh sama sekali.“Bang, jangan begini.” Tere melepas tangan nakal suaminya untuk menghargai Kiara. “Maaf ya, Ra. Nanti kamu sendiri pasti akan tau gimana nakalnya suami kita,” ucapnya dengan santai.Kiara hanya tersenyum tipis. “Kalau boleh tau kenapa Mas Andra menyuruhku ke sini? Bukan untuk menyaksikan adegan yang tadi ‘kan?”“Tidak kok!”“Bisa jadi!”“Bang!” tegur Tere melihat kejahilan suaminya. “Sudahlah, lebih baik kalian bicara berdua. Aku akan menyiapkan minuman untuk Kiara.”Tere berlalu meninggalkan Kiara dan suaminya dengan santai. Padahal dia bisa saja menyuruh pelayan, tetapi dia ingin membuat pasangan baru itu sedikit lebih dekat.Sementara Kiara yang ditinggal berdua dengan Andra sedikit canggung dengan status baru mereka. Apalagi Andra mempersilakannya masuk ke dalam kamar dengan pintu terbuka.“Ehem, ada apa Mas menyuruhku ke sini?” tanya Kiara kedua kalinya setelah duduk di sisi ranjang.Andra mengambil kursi di meja rias, lalu duduk berhadapan dengan perempuan itu. “Aku sudah menepati janjiku. Sekarang kamu juga harus menepati janjimu!”Mata Kiara menyipit disertai dahi mengerut tanda bingung dengan maksud Andra. Ingat dengan tujuan pernikahan mereka, Kiara melotot pada Andra yang menatapnya dengan seringai tajam. Bulu kuduk Kiara merinding melihat sang suami yang terlihat berbeda dari biasanya. Tidak mungkin ‘kan kalau Andra ingin dirinya menyerahkan diri saat ini?"Kenapa kamu terlihat gugup?" tanya Andra pada perempuan di depannya. Kiara berdehem untuk memenangkan diri. "A-aku tidak gugup. Hanya saja ... aku tidak terbiasa dekat dengan laki-laki seperti ini."Selama ini Kiara hanya fokus pada sekolah dan ingin membahagiakan kakaknya. Tidak ada waktu untuk dekat, bahkan dia tidak pernah memikirkan sama sekali. Walaupun Kiara yang cantik, pintar, dan humble pada siapapun banyak disukai oleh teman laki-lakinya, tetapi Kiara selalu menolak untuk menjalin hubungan agar pikirannya tetap fokus pada tujuan."Oh ya?" seru Andra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Baguslah kalau begitu."Dahu Kiara mengerut. "Apanya yang bagus?"Andra tidak menjawab pertanyaan istri keduanya. Dia membuka laci yang ada di samping ranjang, lalu mengeluarkan sebuah map berwarna hijau yang segera diberikan pada Kiara. "Itu surat perjanjian selama kita menikah!" "Su-surat perjanjian?"Andra mengangguk. "Hm, aku tidak mau memberikan harapan atau janji palsu pada
Kiara tidak segera menyahuti pertanyaan suaminya. Kalau dibilang siap, tentu Kiara tidak siap haris melepaskan mahkota yang selama ini dijaga. Di sisi lain, Kiara ingin melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan demi memenuhi keinginan Tere. "Aku akan tidur di sofa," kata Andra beranjak dari ranjang tanpa melihat pada Kiara. "Tidurlah, aku tidak akan menyentuhmu."Ucapan Andra yang terkesan santai membuat Kiara mengira kalau lelaki itu memang tidak mau menyentuhnya. Andra pasti berat harus tidur bersama wanita yang tidak dicintai. Kalau bukan karena keinginan Tere, pasti Andra tidak akan di kamar ini bersamanya. Kiara tiduran sambil menatap langit-langit kamar. Entah sampai kapan dia dan Andra akan menahan diri untuk tidak saling menyentuh. Padahal, mereka harus segera melakukan hubungan intim agar bisa mewujudkan keinginan Tere untuk agar Andra punya keturunan. "Kamu belum tidur, Kiara?" tanya Andra tanpa melihat pada Kiara yang ada di atas ranjang. Perempuan itu menoleh pada s
Butik sedang ramai karena musim menikah, banyak calon pengantin serta keluarganya yang minta dibuatkan pakaian. Butik milik Tere cukup terkenal di kalangan pengusaha, sehingga yang datang rata-rata dari keluarga berada dan terpandang. Apalagi Andra cukup berpengaruh di dunia bisnis. "Aku tidak ingin model seperti ini! Jelek! Buat model lain!" kata seorang wanita berpakaian modis pada teman Alea yang mengurus desain pakaian wanita tersebut. "Ini sudah desain ketujuh, apa tidak ada sekalipun yang cocok dengan anda, Nyonya?" tanya Alea membantu temannya yang sudah terlihat kesal. Wanita itu memindai tubuh Alea, lalu berkata, "Memang tidak ada yang cocok! Desain-nya jelek semua! Pokoknya aku mau desain yang lain atau aku akan membuat butik ini tidak laku!"Andai saja ada Tere, pasti wanita di depannya saat ini sudah diusir dan dilarang kembali ke butik. Namun, Kiara tidak berani mengambil sikap seperti itu, apalagi kalau sikapnya membuat butik rugi. "Anda bisa kembali lagi besok, saya
Laki-laki yang datang mengajak Kiara makan bukan Andra. Lagipula mana pernah lelaki itu mengajaknya makan berdua saja. Palingan hanya makan berdua dengan Tere, meski kadang mentraktir semua karyawan butik. Tetap saja, Andra mempersiapkan privasi untuknya dan Tere. "Ehem, Kiara. Kamu sedang memikirkan apa?" tanya laki-laki yang duduk di depan Kiara dan bernama Arya. "Tidak memikirkan apa-apa kok, cuma-- .""Takut suamimu marah?" balas Arya terkekeh pelan. "Memangnya dia akan peduli kalai kamu makan denganku atau laki-laki lain?"Kiara menghembuskan napas pelan. Arya memang tahu tentang pernikahannya dengan Andra karena menjadi saksi saat akad. Sebelumnya Kiara juga sudah kenal dengan Arya yang sering ke butik untuk memesan pakaian ataupun ikut dengan Andra. Dan dia pun membenarkan ucapan Arya bahwa Andra tidak mungkin cemburu padanya kalaupun jalan dengan laki-laki lain. Apalagi pernikahannya dengan Andra cuma sebatas perjanjian dan keinginan Tere saja. "Lagian, kenapa kamu mau-mau
"Sudah selesai?" tanya Andra melihat Kiara dan Arya bergantian. Tidak ada raut cemburu atau marah dari lelaki itu, malah terkesan santai dan biasa saja. Kiara merasa bersyukur kalau memang Andra tidak marah, toh dia dan Arya suka makan siang biasa. "Sudah. Maaf ya aku tidak izin membawa Kiara pergi," ucap Arya dengan santai tanpa merasa bersalah sudah membawa istri kedua temannya makan siang bersama. "Jangan diulangi!" balas Andra yang kemudian menatap Kiara. "Ayo kembali ke butik. Ada yang perlu aku bicarakan."Andra berbalik hendak menuju mobilnya, tetapi Arya berkata, "Kamu tidak marah atau akan memarahi Kiara 'kan? Tenang saja kami hanya makan siang biasa, tidak ada yang spesial.""Aku tidak marah," balas Andra yang sudah berbalik menatap sang teman. "Kiara bebas bertemu dengan siapapun. Lagipula dia tau sampai di mana batas pertemanannya." Dia kembali berbalik melanjutkan langkahnya. Kiara sudah menduga kalau Andra akan menjawab seperti itu. Tidak mungkin lelaki itu hany kar
Tidak tahu apa yang sudah Andra bicarakan dengan kakaknya, Kiara mencoba tersenyum dan bersikap biasa dibalik perasaan gusarnya. "Mas Andra sudah lama di sini?" tanya Kiara pada lelaki yang melihat ke arahnya. "Tidak juga," balasnya singkat. "Ada yang perlu aku bahas dengan Fira. Sekarang sudah selesai, aku pergi dulu."Andra keluar begitu saja tanpa menjelaskan urusannya dengan Fira. Lelaki itu memang seperti tidak pernah melihatnya, walau kadang-kadang Andra cukup bicara banyak jika mereka hanya berdua. "Ara," panggil Fira pada adiknya yang terdiam. Kiara tersenyum sambil duduk di kursi samping ranjang. "Bagaimana keadaan Kakak? Maaf ya, semalam aku tidak bisa menemani Kakak di sini.""Tidak apa, Ra. Kakak 'kan sudah bilang kalau kamu tidak harus selalu menemani Kakak di sini," balas Fira sambil memegang tangan sang adik. "Sudah banyak yang kamu korbankan buat Kakak, jadi ada baiknya kamu melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Kakak sudah lebih baik, bahkan sudah bisa dirawat j
Setiap perempuan pasti ingin memiliki suami yang baik dalam hidupnya. Termasuk Kiara yang ingin memiliki suami yang bisa mencintai dan menyayanginya dengan tulus. Namun, dia tidak pernah menyangka kalau akan memintanya secara tidak langsung pada Andra. Semua karena Andra yang membuatnya kesal dengan tidak segera menjawab pertanyaanya. "Aku tidak bisa menjanjikannya!" ucap Andra dengan wajah serius. Tanpa diberitahu pun Kiara sudah tahu kalau sampai kapanpun Andra hanya akan menjadi suami yang baik untuk Tere, tetapi tidak untuk dirinya. Kiara memang seharusnya cukup sadar diri untuk tidak mengharapkannya dari Andra yang cuma mencintai Tere. Dan Kiara sadar diri untuk tidak merebutnya atau berharap diperlakukan sama oleh Andra. "Hm, aku tau kok. Dibantu buat kesembuhan Kak Fira saja, aku sudah sangat bersyukur," balas Kiara sambil tersenyum. "Tidak ada yang lebih penting selain Kakakku."Ya, Kiara tidak mau apapun karena fokusnya adalah sang kakak. Tidak masalah bagaimana Andra aka
Hari ini Fira diizinkan pulang dan rawat jalan di rumah. Kiara yang baru baru pulang kerja segera membereskan barang bawaan kakaknya. Tampak wajah berbinat dari Fira yang sudah bosan dengan suasana rumah sakit dan hal itu membuat Kiara merasa senang. "Ra," panggil seseorang membuat Kiara menoleh. "Kamu mau pulang 'kan?" Anggukan diberikan oleh Kiara sambil menatap orang yang Memanggilnya dengan heran. "Iya. Kamu ... kok ada di sini, Re?""Aku baru selesai cek up," balas Tere sambil tersenyum pada kakak beradik di depannya. "Kita pulang bersama saja, rumah kita 'kan searah."Kiara melipat dahinya dengan dalam. Baru akan menyanggah perkataan Tere, wanita itu merangkul lengannya untuk masuk ke dalam mobil yang di dalamnya sudah ada Andra. Lelaki itu menyapa Tere dengan menganggukkan kepala. Sedangkan pada Kiara hanya dilihat saja. "Re, rumah kita 'kan beda arah, nanti kalian harus bolak-balik," seru Kiara berhasil mengatakan yang hendak diucapkan tadi. Tere yang duduk di samping kemu