Share

Bab 05

“Ka-kakak bicara apa sih? Aku benar-benar dapat pinjaman dari Tere kok,” ucap Kiara berusaha bersikap seperti biasanya. “Sebenarnya Tere tuh lagi sakit, Kak. Dia minta aku hendle butik selama dia rehat. Sebagai gantinya dia akan gaji aku dua kali lipat, tapi akan dipotong buat bayar utang.”

Kiara terpaksa menggunakan penyakit Tere, walaupun tidak menjelaskan penyakit temannya dengan spesifik. Semoga saja kakaknya percaya dengan alasan yang Kiara berikan. Sebisa mungkin dia juga bersikap bisa dengan senyum manisnya.

“Kakak tidak perlu khawatikan apa pun. Fokus pada operasi dan pengobatan Kakak biar sel kankernya tidak makin menyebar,” kata Kiara meyakinkan kakaknya.

Fira belum bisa percaya begitu saja. Saat melihat senyum adiknya, dia mencoba untuk percaya sembari berucap, “Baiklah, kakak percaya. Kamu harus ingat untuk tidak melakukan hal yang merugikan demi kakak. Lagian kakak sudah pasrah kalau memang sudah waktunya untuk-- .”

“Kakak!” sela Kiara dengan cepat seolah tahu lanjutan perkataan kakaknya. “Cuma Kak Fira yang aku punya di dunia ini, aku tidak sanggup kalau harus kehilangan Kakak.”

Air mata Kiara mulai membasahi pipinya. Tidak bisa dia bayangkan kalau sang kakak benar-benar pergi meninggalkan dirinya. Makanya dia rela melakukan apa pun asal Fira bisa terus bersamanya.

“Tapi kakak tidak ingin kamu mengalami hal buruk, Ra. Biarkan saja kakak dengan penyakit ini, yang penting kamu tidak kenapa-napa.” Fira ikut menitikkan air matanya melihat sang adik yang menangis.

Tidak ada seorang kakak pun yang ingin adiknya menderita karena dirinya. Malahan sang kakak rela melakukan apa pun demi adik yang disayang. Apalagi Fira yang sudah menderita penyakit bertahun-tahun merasa kalau terlalu banyak menyusahkan adiknya.

“Ra, sudah saatnya kamu hidup dengan baik. Cari laki-laki yang mencintai kamu dengan tulus biar kakak bisa tenang kalau sudah waktunya pergi,” ujarnya dengan penuh harap.

“Kakak jangan bilang kayak gitu,” balas Kiara memeluk kakaknya dengan erat.

Ingin sekali dia bilang kalau baru saja menikah dengan lelaki yang sudah membayar biaya operasi kakaknya. Namun, Fira akan terkejut bahkan sedih kalau tahu dia menikah dengan suami temannya dan menjadi istri kedua.

Kiara tidak mau kakaknya sedih, apalagi nanti akan menjalani operasi. Sebisa mungkin Kiara akan menyembunyikan pernikahannya dari Fira sampai kondisi benar-benar pulih.

Fira mengurai pelukan adiknya seraya menghapus air mata yang masih mengalir di pipi putih Kiara. “Kamu itu cantik, pasti banyak laki-laki yang menyukai kamu. Saran kakak, pilih laki-laki yang mencintai kamu dan hanya menyimpan namamu di hatinya.”

Wajah Kiara makin sedu mendengar saran kakaknya. Lelaki yang baru saja dia nikahi tidak sesuai dengan yang kakaknya inginkan. Kiara juga tidak terlalu berharap pada sang suami yang tidak mungkin mencintainya, apalagi menyimpan namanya. Hanya ada nama Tere dalam hati Andra, bahkan Kiara sangat yakin kalau sampai kapanpun Andra tidak mungkin bisa menghapus nama istri pertamanya.

“Kiara, kamu dengar kakak ‘kan?” tanya Fira melihat adikya yang melamun seperti sedang memikirkan sesuatu.

Perempuan cantik itu tersentak mendengar suara kakaknya. “Tidak apa-apa kok, Kak. Lebih baik Kakak istirahat dan bersiap untuk operasi nanti.”

Kiara tidak mau membahas soal calon pasangannya, apalagi dia sudah punya suami yang masih disembunyikan dari kakaknya.

*****

Operasi mengangkatan limpa yang jalani oleh Fira berjalan dengan sukses. Dokter masih menunggu Fira sadar untuk melihat efek dari operasi tersebut. Kiara senantiasa menunggui kakaknya, hingga dia mendapat pesan dari nomor baru.

From : 08xx xxxx xxx8

[Ini aku Andra!]

[Sopir akan menjemputmu untuk ke rumahku]

[Soal kakakmu, orangku yang akan menjaganya]

Kiara yang tidak bisa meninggalkan kakaknya terpaksa harus pergi agar Andra tidak marah. Dikecupnya kening Fira dengan lembut, lalu menghampiri mobil yang sudah Andra siapkan. Dia masuk ke dalam mobil yang kemudian melaju menuju rumah Tere yang hanya beberapa kali Kiara kunjungi. Itu pun karena ada keadaan yang mendesak.

“Kita sudah sampai, Nyonya,” seru sopir dengan sopan.

“Ah, terima kasih.”

Kiara turun dari mobil sambil memandang rumah mewah di depannya. Dengan helaan napas pelan, dia melangkah masuk ke dalam rumah itu dan disambut oleh pelayan yang segera membawanya ke kamar Tere.

Pintu kamar sedikit terbuka, sehingga Kiara bisa melihat Tere yang sedang berciuman dengan Andra dengan begitu panas. Ingin mengetuk pintu, Kiara khawatir akan mengganggu dua orang itu.

Tanpa diduga, Tere melepas pangutan suaminya karena merasa ada yang melihatnya. Sontak dia menjauhkan Andra darinya. Dengan pipi merah merona, Tere menghampiri Kiara.

“Hai, kenapa tidak bilang kalau kamu sudah di sini?” tanya Tere berusaha menahan perasaan malunya.

Kiara yang menyaksikan adegan panas beberapa menit yang lalu juga merasa malu. “Ah, i-itu aku ... baru saja sampai.”

Tak lama kemudian Andra bergabung seraya merangkul pinggang istri pertamanya. Kiara merasa kalau lelaki itu ingin menunjukkan kemesraan mereka, entah untuk apa. Yang jelas Kiara tidak terpengaruh sama sekali.

“Bang, jangan begini.” Tere melepas tangan nakal suaminya untuk menghargai Kiara. “Maaf ya, Ra. Nanti kamu sendiri pasti akan tau gimana nakalnya suami kita,” ucapnya dengan santai.

Kiara hanya tersenyum tipis. “Kalau boleh tau kenapa Mas Andra menyuruhku ke sini? Bukan untuk menyaksikan adegan yang tadi ‘kan?”

“Tidak kok!”

“Bisa jadi!”

“Bang!” tegur Tere melihat kejahilan suaminya. “Sudahlah, lebih baik kalian bicara berdua. Aku akan menyiapkan minuman untuk Kiara.”

Tere berlalu meninggalkan Kiara dan suaminya dengan santai. Padahal dia bisa saja menyuruh pelayan, tetapi dia ingin membuat pasangan baru itu sedikit lebih dekat.

Sementara Kiara yang ditinggal berdua dengan Andra sedikit canggung dengan status baru mereka. Apalagi Andra mempersilakannya masuk ke dalam kamar dengan pintu terbuka.

“Ehem, ada apa Mas menyuruhku ke sini?” tanya Kiara kedua kalinya setelah duduk di sisi ranjang.

Andra mengambil kursi di meja rias, lalu duduk berhadapan dengan perempuan itu. “Aku sudah menepati janjiku. Sekarang kamu juga harus menepati janjimu!”

Mata Kiara menyipit disertai dahi mengerut tanda bingung dengan maksud Andra. Ingat dengan tujuan pernikahan mereka, Kiara melotot pada Andra yang menatapnya dengan seringai tajam. Bulu kuduk Kiara merinding melihat sang suami yang terlihat berbeda dari biasanya. Tidak mungkin ‘kan kalau Andra ingin dirinya menyerahkan diri saat ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status