Di dalam ruang rawat Tere, Kiara sudah mengenakan kebaya putih khas untuk akad. Pagi hari tepatnya jam delapan pagi ini, dia akan menikah dengan Andra yang sudah mempersiapkan semua keperluan pernikahan, termasuk saksi pernikahan mereka.
“Kamu tenang saja, Ra. Aku akan pastikan kalau Bang Andra bersikap adil pada kita,” ucap Tere yang merias Kiara dengan tipis. “Cantik sekali. Kamu terlalu cuek dengan penampilanmu. Nanti aku akan mengajarimu merias seperti saat ini.”Kiara memperhatikan wajahnya yang dirias oleh Tere dari cermin yang dia pegang. Wajah yang putih pucat biasanya hanya dipoles sedikit bedak padat dan pelembab bibir, itu pun kalau Kiara ingat dan tidak malas menggunakannya. Kini wajahnya dipoles tipis, sehingga lebih cerah dan berwarna.Tanpa kedua wanita itu sadari, Andra masuk ke dalam ruangan bersama penghulu dan saksi yang dia siapkan. Pandangannya begitu dalam pada kedua wanita itu, terutama pada istrinya yang terlihat berbinar bahagia. Kalau umumnya, tidak ada wanita yang mau dimadu. Berbeda dengan Tere yang begitu senang, mungkin karena keadaan dserta kondisi yang Tere alami.“Mas Andra,” seru Kiara melihat pada lelaki itu.Kemudian diikuti oleh Tere yang juga melihat pada sang suami. “Semuanya sudah siap, Bang?”“Hm. Akad nikahnya sudah bisa dilaksanakan,” sahut Andra mempersilakan orang-orang yang dia bawa untuk bersiap duduk di tempat yang sudah disiapkan. Begitupun dengannya dan Kiara yang duduk bersisian, sedangkan Tere menyaksikan dari ranjang pasien.Jantung Kiara berdegup kencang dengan keringat dingin yang perlahan membasahi telapak tangannya. Penikahan yang dia lakukan sangat jauh berbeda dengan pernikahan impiannya. Namun, pernikahan itu adalah harapan untuk menyelamatkan kakaknya. Kiara rela melakukan apa pun demi kesembuhan sang kakak. Tidak peduli kalaupun nanti harus terluka dan berdarah sekalipun.Andra mulai menjabat tangan penghulu. Dengan sekali helaan helaan napas, lelaki itu mengucapkan ijab kabul dengan lancar.“Bagaimana saksi? Sah?”“Sah!” jawab serentak para saksi.Mereka berdo’a sejenak, lalu Andra memasangkan cicin yang begitu pas di jari manis Kiara. Setelahnya Andra mengulurkan tangan, sehingga Kiara mengecup punggung tangan lelaki yang sudah menjadi suaminya.Kiara berdiri duduknya seraya mendekati Tere yang memeluknya dengan lembut. Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya karena harus menjadi orang ketiga dalam pernikahan wanita itu. Serta rasa bersalah pada Fira yang pasti akan terkejut kalau tahu dirinya menikah secara sembunyi-sembunyi.“Selamat ya, Ra. Sekarang kita sudah benar-benar menjadi saudara,” kata Tere dengan wajah senang yang tidak luntur. “Ingatkan aku kalau nanti aku terlalu banyak mengambil waktu Bang Andra darimu.”Gelengan dilakukan oleh Kiara. “Tidak masalah kalau Mas Andra lebih banyak menghabiskan waktu untukmu, Re. Kamu istri pertamanya dan tidak ada istilah istri pertama disia-siakan sedangkan istri kedua diutamakan.”“Kamu bisa saja, Ra. Tapi aku akan berusaha membuat Bang Andra adil pada kita berdua. Apalagi kalian harus program agar lekas punya anak ‘kan?”Kiara tersenyum tipis. Setelah ini dia memang akan ke dokter kandungan untuk memulai program kehamilan, karena tujuannya menikah dengan Andra adalah untuk memberikan keturuna pada lelaki itu. Dan untuk memenuhi keinginan Tere.Lagipula yang dia dapatkan cukup sepadan. Kakaknya akan dioperasi dan Andra akan mencarikan donor sumsum tulang belakang. Jadi, Kiara tidak boleh mengeluh apalagi menyesali yang sudah terjadi.“Ra,” panggil Tere melihat madunya terdiam. “Kenapa? Apa ada yang salah dengan ucapanku? Atau ada yang memberatkanmu? Kalau ada katakan saja, aku tidak mau kamu“Tidak ada, Re. Aku cuma bingung bagaimana menjelaskannya pada Kak Fira,” dusta Kiara tidak mau Tere tahu kalau dirinya masih meragu dengan pernikahan yang baru terjadi.Tere tersenyum mengerti. “Kalau kondisi Kak Fira sudah membaik, kita sama-sama bicara dengannya. Aku yakin Kak Fira akan mengerti dengan keputusanmu.”Dan Kiara yakin kalau kakaknya akan merasa bersalah. Andai yang dia nikahi adalah laki-laki lain yang belum menikah, pasti kakaknya sedikit lebih tenang. Sayangnya Kiara tidak punya pilihan lain dan terdesak biaya untuk operasi sang kakak.Di sisi lain, Kiara juga ingin memenuhi keinginan terakhir Tere. Walaupun nanti harus memberikan anaknya.“Honey,” panggil Andra kembali masuk ke dalam ruangan setelah mengantarkan orang-orang yang berpartisipasi dalam pernikahan keduanya. “Dokter bilang kamu sudah bisa rawat jalan, tapi aku lebih suka kamu di rawat di rumah sakit.”Kalau Tere di rawat di rumah sakit, sudah pasti dokter akan sigap menangani kalau penyakit wanita itu kambuh. Berbeda dengan Tere yang tidak betah di gedung berbau obat itu.“Aku mau pulang saja, Bang. Lagian ada Kiara yang bisa jaga aku,” kata Tere melihat pada Kiara untuk meminta bantuan agar mendukungnya.Andra melihat pada Kiara yang mengangguk pelan, kemudian berkata, “Baiklah, tapi aku tidak mau kamu kelelahan. Dan ... untuk saat ini biarkan Kiara yang mengurus butikmu. Toh, semua karyawanmu sudah tau kalau Kiara kaki tanganmu.”Memang benar kalau Kiara adalah orang kepercayaan Tere di butik. Sifat Kiara yang ramah dan mudah membaur membuatnya dekat dengan semua karyawan. Tak ayal Kiara juga suka membantu karyawan yang butuh bantuannya, asal kerjaannya sendiri sudah selesai. Akan tetapi, dia merasa belum pantas kalau harus menggantikan posisi Tere.“Tidak masalah, aku percaya kok kalau Kiara bisa gantiin aku,” sahut Tere penuh kepercayaan.“Em ... tapi, Re. Aku rasa mending yang lain saja. Aku merasa belum terlalu pantas dan ada karyawan yang lebih baik dariku,” tolak Kiara secara halus.Helaan napas panjang dilakukan oleh Tere yang sudah tahu kalau Kiara pasti tidak akan mudah menerima keputusannya. “Ra, kamu sudah kerja denganku selama dua tahun. Aku juga tau kalau rancanganmu sangat bagus, kamu cuma kurang percaya diri.”Tere sudah sering melihat sendiri rancangan baju milik Kiara yang sangat kekinian. Klien dan pengunjung selalu puas dengan hasil kerja wanita itu. Bahkan Kiara mendapat kesempatan untuk menjual brand-nya sendiri, tetapi perempuan itu merasa belum pantas. Dan masih ingin menambah pengalaman dengan berkerja pada Tere.“Kamu cuma menjadi penghubung saja antara karyawan dan Tere,” ucap Andra mencoba meyakinkan Kiara agar mau menerima usulannya. “Pemimpinnya tetap Tere dan kamu tetap jadi bawahannya.”“Oh gitu, ya sudah aku mau,” jawab Kiara dengan berat hati sekaligus takut dengan tatapan Andra yang begitu tajam.Kiara tidak ikut mengantar Tere dan Andra pulang. Sebelum menemui Kakaknya, Kiara sudah berganti pakaian serta menghapus riasan di wajahnya. Dia izin keluar dengan berbohong kalau ada kerjaan, padahal Kiara melaksanakan akad nikah dengan suami temannya sendiri. Rasanya tidak nyaman kalau harus membohongi sang kakak, tetapi Kiara tidak ada pilihan lain.Sampai di ruangan kakaknya, terlihat wanita yang lebih tua dari Kiara duduk dengan pemandangan kosong. Kiara menghampiri Fira seraya duduk di samping ranjangnya.“Kak,” seru Kiara sambil tersenyum. “Kakak kenapa? Kayaknya ada yang sedang dipikirkan.”Fira menatap lekas adik cantiknya, lalu menghembuska napas pelan. “Dokter bilang kalau nanti sore kakak akan dioperasi.”“Syukurlah, harusnya Kakak senang dong.” Kiara merasa lega karena Andra benar-benar menepati janjinya.“Memang harusnya begitu, tapi ... .” Fira semakin dalam menatap adiknya. “Kakak masih ragu kalau kamu pinjam sama Tere uang sebanyak itu. Kamu tidak melakukan sesuatu yang merugikan dirimu sendiri ‘kan, Ara?”Seolah punya ikatan batin, Fira bisa merasakan apa yang sedang terjadi pada Kiara. Tidak heran, mereka sudah saling berbagi susah-senang bersama, tentu Fira sangat tahu sifat serta watak sang adik. Sehingga Kiara dilema untuk menceritakan yang sebenarnya atau tetap menyembunyikan sampai keadaan kakaknya membaik lebih dulu.“Ka-kakak bicara apa sih? Aku benar-benar dapat pinjaman dari Tere kok,” ucap Kiara berusaha bersikap seperti biasanya. “Sebenarnya Tere tuh lagi sakit, Kak. Dia minta aku hendle butik selama dia rehat. Sebagai gantinya dia akan gaji aku dua kali lipat, tapi akan dipotong buat bayar utang.”Kiara terpaksa menggunakan penyakit Tere, walaupun tidak menjelaskan penyakit temannya dengan spesifik. Semoga saja kakaknya percaya dengan alasan yang Kiara berikan. Sebisa mungkin dia juga bersikap bisa dengan senyum manisnya.“Kakak tidak perlu khawatikan apa pun. Fokus pada operasi dan pengobatan Kakak biar sel kankernya tidak makin menyebar,” kata Kiara meyakinkan kakaknya.Fira belum bisa percaya begitu saja. Saat melihat senyum adiknya, dia mencoba untuk percaya sembari berucap, “Baiklah, kakak percaya. Kamu harus ingat untuk tidak melakukan hal yang merugikan demi kakak. Lagian kakak sudah pasrah kalau memang sudah waktunya untuk-- .”“Kakak!” sela Kiara dengan cepat seolah tahu lanjutan per
"Kenapa kamu terlihat gugup?" tanya Andra pada perempuan di depannya. Kiara berdehem untuk memenangkan diri. "A-aku tidak gugup. Hanya saja ... aku tidak terbiasa dekat dengan laki-laki seperti ini."Selama ini Kiara hanya fokus pada sekolah dan ingin membahagiakan kakaknya. Tidak ada waktu untuk dekat, bahkan dia tidak pernah memikirkan sama sekali. Walaupun Kiara yang cantik, pintar, dan humble pada siapapun banyak disukai oleh teman laki-lakinya, tetapi Kiara selalu menolak untuk menjalin hubungan agar pikirannya tetap fokus pada tujuan."Oh ya?" seru Andra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Baguslah kalau begitu."Dahu Kiara mengerut. "Apanya yang bagus?"Andra tidak menjawab pertanyaan istri keduanya. Dia membuka laci yang ada di samping ranjang, lalu mengeluarkan sebuah map berwarna hijau yang segera diberikan pada Kiara. "Itu surat perjanjian selama kita menikah!" "Su-surat perjanjian?"Andra mengangguk. "Hm, aku tidak mau memberikan harapan atau janji palsu pada
Kiara tidak segera menyahuti pertanyaan suaminya. Kalau dibilang siap, tentu Kiara tidak siap haris melepaskan mahkota yang selama ini dijaga. Di sisi lain, Kiara ingin melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan demi memenuhi keinginan Tere. "Aku akan tidur di sofa," kata Andra beranjak dari ranjang tanpa melihat pada Kiara. "Tidurlah, aku tidak akan menyentuhmu."Ucapan Andra yang terkesan santai membuat Kiara mengira kalau lelaki itu memang tidak mau menyentuhnya. Andra pasti berat harus tidur bersama wanita yang tidak dicintai. Kalau bukan karena keinginan Tere, pasti Andra tidak akan di kamar ini bersamanya. Kiara tiduran sambil menatap langit-langit kamar. Entah sampai kapan dia dan Andra akan menahan diri untuk tidak saling menyentuh. Padahal, mereka harus segera melakukan hubungan intim agar bisa mewujudkan keinginan Tere untuk agar Andra punya keturunan. "Kamu belum tidur, Kiara?" tanya Andra tanpa melihat pada Kiara yang ada di atas ranjang. Perempuan itu menoleh pada s
Butik sedang ramai karena musim menikah, banyak calon pengantin serta keluarganya yang minta dibuatkan pakaian. Butik milik Tere cukup terkenal di kalangan pengusaha, sehingga yang datang rata-rata dari keluarga berada dan terpandang. Apalagi Andra cukup berpengaruh di dunia bisnis. "Aku tidak ingin model seperti ini! Jelek! Buat model lain!" kata seorang wanita berpakaian modis pada teman Alea yang mengurus desain pakaian wanita tersebut. "Ini sudah desain ketujuh, apa tidak ada sekalipun yang cocok dengan anda, Nyonya?" tanya Alea membantu temannya yang sudah terlihat kesal. Wanita itu memindai tubuh Alea, lalu berkata, "Memang tidak ada yang cocok! Desain-nya jelek semua! Pokoknya aku mau desain yang lain atau aku akan membuat butik ini tidak laku!"Andai saja ada Tere, pasti wanita di depannya saat ini sudah diusir dan dilarang kembali ke butik. Namun, Kiara tidak berani mengambil sikap seperti itu, apalagi kalau sikapnya membuat butik rugi. "Anda bisa kembali lagi besok, saya
Laki-laki yang datang mengajak Kiara makan bukan Andra. Lagipula mana pernah lelaki itu mengajaknya makan berdua saja. Palingan hanya makan berdua dengan Tere, meski kadang mentraktir semua karyawan butik. Tetap saja, Andra mempersiapkan privasi untuknya dan Tere. "Ehem, Kiara. Kamu sedang memikirkan apa?" tanya laki-laki yang duduk di depan Kiara dan bernama Arya. "Tidak memikirkan apa-apa kok, cuma-- .""Takut suamimu marah?" balas Arya terkekeh pelan. "Memangnya dia akan peduli kalai kamu makan denganku atau laki-laki lain?"Kiara menghembuskan napas pelan. Arya memang tahu tentang pernikahannya dengan Andra karena menjadi saksi saat akad. Sebelumnya Kiara juga sudah kenal dengan Arya yang sering ke butik untuk memesan pakaian ataupun ikut dengan Andra. Dan dia pun membenarkan ucapan Arya bahwa Andra tidak mungkin cemburu padanya kalaupun jalan dengan laki-laki lain. Apalagi pernikahannya dengan Andra cuma sebatas perjanjian dan keinginan Tere saja. "Lagian, kenapa kamu mau-mau
"Sudah selesai?" tanya Andra melihat Kiara dan Arya bergantian. Tidak ada raut cemburu atau marah dari lelaki itu, malah terkesan santai dan biasa saja. Kiara merasa bersyukur kalau memang Andra tidak marah, toh dia dan Arya suka makan siang biasa. "Sudah. Maaf ya aku tidak izin membawa Kiara pergi," ucap Arya dengan santai tanpa merasa bersalah sudah membawa istri kedua temannya makan siang bersama. "Jangan diulangi!" balas Andra yang kemudian menatap Kiara. "Ayo kembali ke butik. Ada yang perlu aku bicarakan."Andra berbalik hendak menuju mobilnya, tetapi Arya berkata, "Kamu tidak marah atau akan memarahi Kiara 'kan? Tenang saja kami hanya makan siang biasa, tidak ada yang spesial.""Aku tidak marah," balas Andra yang sudah berbalik menatap sang teman. "Kiara bebas bertemu dengan siapapun. Lagipula dia tau sampai di mana batas pertemanannya." Dia kembali berbalik melanjutkan langkahnya. Kiara sudah menduga kalau Andra akan menjawab seperti itu. Tidak mungkin lelaki itu hany kar
Tidak tahu apa yang sudah Andra bicarakan dengan kakaknya, Kiara mencoba tersenyum dan bersikap biasa dibalik perasaan gusarnya. "Mas Andra sudah lama di sini?" tanya Kiara pada lelaki yang melihat ke arahnya. "Tidak juga," balasnya singkat. "Ada yang perlu aku bahas dengan Fira. Sekarang sudah selesai, aku pergi dulu."Andra keluar begitu saja tanpa menjelaskan urusannya dengan Fira. Lelaki itu memang seperti tidak pernah melihatnya, walau kadang-kadang Andra cukup bicara banyak jika mereka hanya berdua. "Ara," panggil Fira pada adiknya yang terdiam. Kiara tersenyum sambil duduk di kursi samping ranjang. "Bagaimana keadaan Kakak? Maaf ya, semalam aku tidak bisa menemani Kakak di sini.""Tidak apa, Ra. Kakak 'kan sudah bilang kalau kamu tidak harus selalu menemani Kakak di sini," balas Fira sambil memegang tangan sang adik. "Sudah banyak yang kamu korbankan buat Kakak, jadi ada baiknya kamu melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Kakak sudah lebih baik, bahkan sudah bisa dirawat j
Setiap perempuan pasti ingin memiliki suami yang baik dalam hidupnya. Termasuk Kiara yang ingin memiliki suami yang bisa mencintai dan menyayanginya dengan tulus. Namun, dia tidak pernah menyangka kalau akan memintanya secara tidak langsung pada Andra. Semua karena Andra yang membuatnya kesal dengan tidak segera menjawab pertanyaanya. "Aku tidak bisa menjanjikannya!" ucap Andra dengan wajah serius. Tanpa diberitahu pun Kiara sudah tahu kalau sampai kapanpun Andra hanya akan menjadi suami yang baik untuk Tere, tetapi tidak untuk dirinya. Kiara memang seharusnya cukup sadar diri untuk tidak mengharapkannya dari Andra yang cuma mencintai Tere. Dan Kiara sadar diri untuk tidak merebutnya atau berharap diperlakukan sama oleh Andra. "Hm, aku tau kok. Dibantu buat kesembuhan Kak Fira saja, aku sudah sangat bersyukur," balas Kiara sambil tersenyum. "Tidak ada yang lebih penting selain Kakakku."Ya, Kiara tidak mau apapun karena fokusnya adalah sang kakak. Tidak masalah bagaimana Andra aka