Share

Bab 03

Kiara mengerjapkan matanya berulang kali setelah mendengar perkataan lelaki yang duduk di sebelahnya. Andra yang merupakan lelaki tampan, mapan, dan tidak pernah tergoda dengan wanita mana pun, bisa-bisanya mengajak Kiara menikah. Walaupun alasannya demi Tere, tetapi Kiara tidak serta-merta percaya dengan perkatan lelaki tersebut.

“Mas Andra sadar ‘kan apa yang Mas ucapkan?” tanya Kiara memastikan. “Aku tidak mau jadi orang ketiga atau duri dalam rumah tangga kalian Mas. Kakakku juga pasti tidak akan setuju kalau dia tau aku melakukan itu.”

Bahkan mungkin Fira akan semakin merasa bersalah karena sudah membuat Kiara menjadi istri kedua. Hal tersebut bisa memicu penurunan kesehatan sang kakak. Tentu Kiara tidak mau kalau penyakit kakaknya semakin memburuk.

“Aku sadar dengan keputusan yang sudah aku buat, Kiara. Lagipula aku yakin kalau kamu tidak mungkin menusuk Tere dari belakang. Dan soal kakakmu, kita bisa mengatakannya saat dia sudah menjalani operasi. Aku sendiri yang akan menjelaskan padanya!” ucap Andra dengan penuh keyakinan dan baru pertama kali lelaki itu bicara panjang lebar pada Kiara.

Selama ini, Andra selalu bersikap dingin pada Kiara. Jangankan bicara panjang, menatap Kiara saja jarang, seolah Kiara tidak ada sama sekali. Bukan hanya padanya, juga termasuk pada perempuan lain, terutama perempuan yang sengaja ingin menggoda Andra. Kiara berpikir kalau lelaki tersebut begitu mencintai Tere hingga ingin memenuhi keinginan sang istri. Sungguh beruntungnya Tere bisa dicintai oleh lelaki yang tulus seperti Andra.

“Kalau kamu menerima permintaan Tere, aku janji akan membiayai seluruh pengobatan kakakmu. Selain itu, aku akan mencarikannya pencangkok sumsum tulang belakang. Aku akan mencarinya walaupun sampai ke luar negeri!” kata Andra kembali menyakinkan serta membujuk Kiara sebagaimana membujuk rekan bisnisnya. “Syaratnya cuma satu, kamu harus menikah denganku, lalu berikan anak yang nantinya kamu lahirkan pada Tere. Mudahkan?!”

Mudah? Mungkin bagi Andra mudah, belum tentu bagi Kiara yang memikirkan banyak hal untuk ke depannya. Termasuk soal memberikan anaknya pada Tere. Sebagai seorang perempuan, Kiara merasa ragu kalau akan ikhlas untuk memberikan anaknya. Di lain sisi, dia percaya kalau Tere tidak mungkin mengambil anaknya begitu saja. Apalagi sisa hidup Tere tidak akan lama lagi.

“Jangan terlalu banyak berpikir, Kiara. Kakakmu harus dioperasi ‘kan?” desak Andra tidak mau menunggu Kiara yang masih berpikir. “Semakin cepat kamu menerimanya, kakakmu akan cepat dioperasi. Dan aku juga akan segera mencari pendonor untuknya.”

Kiara terdiam dengan perasaan meragu. Dia tidak ingin menjadi istri kedua suami temannya, tetapi dia ingin kakaknya segera dioperasi dan mendapatkan pendonor. Pikirannya buntu, hingga dia menatap Andra yang masih menunggu jawabannya.

“Kenapa Mas tiba-tiba setuju dengan permintaan Tere? Bukankah Mas sangat mencintainya? Kenapa Mas malah mau melakukan poligami?” tanya Kiara ingin tahu alasan lelaki itu.

Andra menghembuskan napasnya sambil menatap ke arah depan. “Kamu tau sendiri sebesar apa cintaku pada Tere. Saking cintanya aku tidak bisa berpaling bahkan berpisah darinya. Namun--- .” Lelaki itu kembali menatap Kiara dengan intens. “Aku tidak punya pilihan lain. Aku ingin mengabulkan keinginannya untuk memiliki anak kandungku sendiri. Dan cuma kamu wanita yang Tere percaya untuk menjadi istri keduaku. Maka dari itu, aku mau kamu menikah denganku untuk mengabulkan keinginan terakhir Tere.”

Tatapan lelaki itu sangat sendu, tidak ada tatapan tajam dan dingin yang biasa ditunjukkan. Kiara memejamkan matanya sejenak untuk memantapkan keputusannya. Apa pun yang terjadi nanti, Kiara sudah harus siap dengan segala risiko berdasarkan keputusan yang diambilnya.

*****

Mengetahui kalau Tere sudah sadar, Kiara segera ke ruangan wanita itu bersama Andra. Bisa dia lihat wanita cantik yang sudah mengenakan pakaian pasien itu tersenyum dengan lemah. Kiara mendekat dan membiarkan Andra mendahului untuk menghampiri Tere.

“Kamu membuatku khawatir, Honey,” seru Andra memeluk sang istri dengan erat.

“Maaf sudah membuat kalianmu khawatir. Lagian Abang ‘kan tau sendiri kalau penyakitku ini bisa kambuh kapan saja,” balas Tere mengurai pelukan mereka. Kemudian dia melihat pada Kiara seraya memintanya mendekat. “Bagaimana, Ra? Kamu setuju untuk menikah dengan Bang Andra ‘kan?”

Kiara tidak habis pikir dengan pikiran Tere yang masih saja memikirkan soal pernikahan. Harusnya wanita itu memikirkan kesehatannya lebih dulu, bukan tentang istri kedua untuk suaminya.

“Kamu ini baru sadar, kenapa malah bahas itu sih, Re?!” keluh Kiara dengan hembusan napas kesal.

Tere terkekeh lirih. “Waktuku sudah tidak lama lagi, Ra. Sebelum aku menghembuskan napas terakhir, aku ingin menggendong anak dari kalian,” pinta Tere dengan penuh kesungguhan. “Kalaupun Tuhan tidak memberikanku kesempatan, setidaknya aku sudah menemukan perempuan yang tepat untuk Bang Andra.”

“Bagaimana kamu yakin kalau aku perempuan yang tepat?”

Di dunia ini banyak sekali wanita yang menurut Kiara lebih cocok untuk Andra, terutama yang sepadan. Tidak seperti dirinya yang sangat jomplang untuk Andra yang nyaris sempurna sebagai laki-laki dan seorang suami.

“Feeling seorang istri tidak pernah salah,” ucap Tere sangat yakin. “Lagipula kita sudah lama saling mengenal. Aku percaya kalau kamu bisa menjadi istri yang baik, bahkan lebih baik dariku untuk Bang Andra.”

Andra yang ada di samping Tere mengelus kepala sang istri dengan pelan. “Tidak ada perempuan mana pun yang lebih baik darimu, Honey.”

Wanita mana pun pasti akan luluh mendengar ucapan Andra yang begitu manis dan tulus. Begitupun Kiara, walaupun ucapan itu bukan untuknya. Dia pun tidak berharap kalau nanti akan mendapatkan pernyataan manis dari lelaki itu.

“Suatu saat nanti kamu pasti akan merasakan kalau Kiara lebih baik dariku,” sahut Tere melihat calon madunya sambil tersenyum. “So, kamu mau ‘kan Ra, menikah dengan Bang Andra?”

Kiara diam sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya. “A-aku mau menerima tawaranmu.”

“Syukurlah, aku senang mendengarnya. Kalau bisa hari ini kalian menikah saja,” balas Tere dengan antusias di balik wajah pucatnya.

“Semua butuh waktu dan persiapan, Honey.”

“Ya sudah, tapi aku mau kalian menikah secara sah baik hukum dan agama! Aku tidak mau kalau nanti kalian mempermaikan pernikahan.” Tere seolah sudah merencanakan pernikahan untuk sahabat dan suaminya.

Kalau boleh jujur Kiara masih merasa berat dengan keputusan yang sudah dia ambil. Apalagi nanti dia harus berbohong pada kakaknya soal biaya operasi ataupun pengobatannya. Dan tidak mungkin juga Kiara mengatakan tentang dirinya yang menjadi istri kedua dari suami temannya pada sang kakak. Kondiri kakaknya pasti akan memburuk kalau sampai tahu hal itu.

“Oh ya, lalu bagaimana dengan orangtua Mas Andra? Mereka pasti tidak akan setuju dengan rencanamu ini, Re,” kata Kiara yang baru mengingat tentang orang tua Andra.

Sedangkan orangtua Tere sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, namun mertua wanita itu sangat baik bahkan mengangapnya seperti anak sendiri. Bukan tanpa alasan, karena orangtua Tere adalah sahabat baik mereka.

“Kamu tidak perlu pikirkan mereka. Biar aku yang mengurusnya,” balas Andra tanpa mengalihkan pandangan dari istri tercintanya.

“Baiklah,” sahut Kiara dengan pelan sambil melihat pasangan romantis di depannya. Sungguh mereka membuat Kiara merasa iri.

Andai saja Tere memintanya menikah dengan Andra, Kiara pasti akan mencari pasangan yang seperti Andra. Namun dia malah mendapatkan Andra secara langsung, sayangnya tidak dengan perhatian dan sikap manisnya. Kiara sadar dan tahu diri kalau dia tidak boleh di luar batasnya, karena sosok Andra yang akan menikahinya tidak benar-benar menjadi miliknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status