Kiara mengerjapkan matanya berulang kali setelah mendengar perkataan lelaki yang duduk di sebelahnya. Andra yang merupakan lelaki tampan, mapan, dan tidak pernah tergoda dengan wanita mana pun, bisa-bisanya mengajak Kiara menikah. Walaupun alasannya demi Tere, tetapi Kiara tidak serta-merta percaya dengan perkatan lelaki tersebut.
“Mas Andra sadar ‘kan apa yang Mas ucapkan?” tanya Kiara memastikan. “Aku tidak mau jadi orang ketiga atau duri dalam rumah tangga kalian Mas. Kakakku juga pasti tidak akan setuju kalau dia tau aku melakukan itu.”Bahkan mungkin Fira akan semakin merasa bersalah karena sudah membuat Kiara menjadi istri kedua. Hal tersebut bisa memicu penurunan kesehatan sang kakak. Tentu Kiara tidak mau kalau penyakit kakaknya semakin memburuk.“Aku sadar dengan keputusan yang sudah aku buat, Kiara. Lagipula aku yakin kalau kamu tidak mungkin menusuk Tere dari belakang. Dan soal kakakmu, kita bisa mengatakannya saat dia sudah menjalani operasi. Aku sendiri yang akan menjelaskan padanya!” ucap Andra dengan penuh keyakinan dan baru pertama kali lelaki itu bicara panjang lebar pada Kiara.Selama ini, Andra selalu bersikap dingin pada Kiara. Jangankan bicara panjang, menatap Kiara saja jarang, seolah Kiara tidak ada sama sekali. Bukan hanya padanya, juga termasuk pada perempuan lain, terutama perempuan yang sengaja ingin menggoda Andra. Kiara berpikir kalau lelaki tersebut begitu mencintai Tere hingga ingin memenuhi keinginan sang istri. Sungguh beruntungnya Tere bisa dicintai oleh lelaki yang tulus seperti Andra.“Kalau kamu menerima permintaan Tere, aku janji akan membiayai seluruh pengobatan kakakmu. Selain itu, aku akan mencarikannya pencangkok sumsum tulang belakang. Aku akan mencarinya walaupun sampai ke luar negeri!” kata Andra kembali menyakinkan serta membujuk Kiara sebagaimana membujuk rekan bisnisnya. “Syaratnya cuma satu, kamu harus menikah denganku, lalu berikan anak yang nantinya kamu lahirkan pada Tere. Mudahkan?!”Mudah? Mungkin bagi Andra mudah, belum tentu bagi Kiara yang memikirkan banyak hal untuk ke depannya. Termasuk soal memberikan anaknya pada Tere. Sebagai seorang perempuan, Kiara merasa ragu kalau akan ikhlas untuk memberikan anaknya. Di lain sisi, dia percaya kalau Tere tidak mungkin mengambil anaknya begitu saja. Apalagi sisa hidup Tere tidak akan lama lagi.“Jangan terlalu banyak berpikir, Kiara. Kakakmu harus dioperasi ‘kan?” desak Andra tidak mau menunggu Kiara yang masih berpikir. “Semakin cepat kamu menerimanya, kakakmu akan cepat dioperasi. Dan aku juga akan segera mencari pendonor untuknya.”Kiara terdiam dengan perasaan meragu. Dia tidak ingin menjadi istri kedua suami temannya, tetapi dia ingin kakaknya segera dioperasi dan mendapatkan pendonor. Pikirannya buntu, hingga dia menatap Andra yang masih menunggu jawabannya.“Kenapa Mas tiba-tiba setuju dengan permintaan Tere? Bukankah Mas sangat mencintainya? Kenapa Mas malah mau melakukan poligami?” tanya Kiara ingin tahu alasan lelaki itu.Andra menghembuskan napasnya sambil menatap ke arah depan. “Kamu tau sendiri sebesar apa cintaku pada Tere. Saking cintanya aku tidak bisa berpaling bahkan berpisah darinya. Namun--- .” Lelaki itu kembali menatap Kiara dengan intens. “Aku tidak punya pilihan lain. Aku ingin mengabulkan keinginannya untuk memiliki anak kandungku sendiri. Dan cuma kamu wanita yang Tere percaya untuk menjadi istri keduaku. Maka dari itu, aku mau kamu menikah denganku untuk mengabulkan keinginan terakhir Tere.”Tatapan lelaki itu sangat sendu, tidak ada tatapan tajam dan dingin yang biasa ditunjukkan. Kiara memejamkan matanya sejenak untuk memantapkan keputusannya. Apa pun yang terjadi nanti, Kiara sudah harus siap dengan segala risiko berdasarkan keputusan yang diambilnya.*****Mengetahui kalau Tere sudah sadar, Kiara segera ke ruangan wanita itu bersama Andra. Bisa dia lihat wanita cantik yang sudah mengenakan pakaian pasien itu tersenyum dengan lemah. Kiara mendekat dan membiarkan Andra mendahului untuk menghampiri Tere.“Kamu membuatku khawatir, Honey,” seru Andra memeluk sang istri dengan erat.“Maaf sudah membuat kalianmu khawatir. Lagian Abang ‘kan tau sendiri kalau penyakitku ini bisa kambuh kapan saja,” balas Tere mengurai pelukan mereka. Kemudian dia melihat pada Kiara seraya memintanya mendekat. “Bagaimana, Ra? Kamu setuju untuk menikah dengan Bang Andra ‘kan?”Kiara tidak habis pikir dengan pikiran Tere yang masih saja memikirkan soal pernikahan. Harusnya wanita itu memikirkan kesehatannya lebih dulu, bukan tentang istri kedua untuk suaminya.“Kamu ini baru sadar, kenapa malah bahas itu sih, Re?!” keluh Kiara dengan hembusan napas kesal.Tere terkekeh lirih. “Waktuku sudah tidak lama lagi, Ra. Sebelum aku menghembuskan napas terakhir, aku ingin menggendong anak dari kalian,” pinta Tere dengan penuh kesungguhan. “Kalaupun Tuhan tidak memberikanku kesempatan, setidaknya aku sudah menemukan perempuan yang tepat untuk Bang Andra.”“Bagaimana kamu yakin kalau aku perempuan yang tepat?”Di dunia ini banyak sekali wanita yang menurut Kiara lebih cocok untuk Andra, terutama yang sepadan. Tidak seperti dirinya yang sangat jomplang untuk Andra yang nyaris sempurna sebagai laki-laki dan seorang suami.“Feeling seorang istri tidak pernah salah,” ucap Tere sangat yakin. “Lagipula kita sudah lama saling mengenal. Aku percaya kalau kamu bisa menjadi istri yang baik, bahkan lebih baik dariku untuk Bang Andra.”Andra yang ada di samping Tere mengelus kepala sang istri dengan pelan. “Tidak ada perempuan mana pun yang lebih baik darimu, Honey.”Wanita mana pun pasti akan luluh mendengar ucapan Andra yang begitu manis dan tulus. Begitupun Kiara, walaupun ucapan itu bukan untuknya. Dia pun tidak berharap kalau nanti akan mendapatkan pernyataan manis dari lelaki itu.“Suatu saat nanti kamu pasti akan merasakan kalau Kiara lebih baik dariku,” sahut Tere melihat calon madunya sambil tersenyum. “So, kamu mau ‘kan Ra, menikah dengan Bang Andra?”Kiara diam sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya. “A-aku mau menerima tawaranmu.”“Syukurlah, aku senang mendengarnya. Kalau bisa hari ini kalian menikah saja,” balas Tere dengan antusias di balik wajah pucatnya.“Semua butuh waktu dan persiapan, Honey.”“Ya sudah, tapi aku mau kalian menikah secara sah baik hukum dan agama! Aku tidak mau kalau nanti kalian mempermaikan pernikahan.” Tere seolah sudah merencanakan pernikahan untuk sahabat dan suaminya.Kalau boleh jujur Kiara masih merasa berat dengan keputusan yang sudah dia ambil. Apalagi nanti dia harus berbohong pada kakaknya soal biaya operasi ataupun pengobatannya. Dan tidak mungkin juga Kiara mengatakan tentang dirinya yang menjadi istri kedua dari suami temannya pada sang kakak. Kondiri kakaknya pasti akan memburuk kalau sampai tahu hal itu.“Oh ya, lalu bagaimana dengan orangtua Mas Andra? Mereka pasti tidak akan setuju dengan rencanamu ini, Re,” kata Kiara yang baru mengingat tentang orang tua Andra.Sedangkan orangtua Tere sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, namun mertua wanita itu sangat baik bahkan mengangapnya seperti anak sendiri. Bukan tanpa alasan, karena orangtua Tere adalah sahabat baik mereka.“Kamu tidak perlu pikirkan mereka. Biar aku yang mengurusnya,” balas Andra tanpa mengalihkan pandangan dari istri tercintanya.“Baiklah,” sahut Kiara dengan pelan sambil melihat pasangan romantis di depannya. Sungguh mereka membuat Kiara merasa iri.Andai saja Tere memintanya menikah dengan Andra, Kiara pasti akan mencari pasangan yang seperti Andra. Namun dia malah mendapatkan Andra secara langsung, sayangnya tidak dengan perhatian dan sikap manisnya. Kiara sadar dan tahu diri kalau dia tidak boleh di luar batasnya, karena sosok Andra yang akan menikahinya tidak benar-benar menjadi miliknya.Di dalam ruang rawat Tere, Kiara sudah mengenakan kebaya putih khas untuk akad. Pagi hari tepatnya jam delapan pagi ini, dia akan menikah dengan Andra yang sudah mempersiapkan semua keperluan pernikahan, termasuk saksi pernikahan mereka.“Kamu tenang saja, Ra. Aku akan pastikan kalau Bang Andra bersikap adil pada kita,” ucap Tere yang merias Kiara dengan tipis. “Cantik sekali. Kamu terlalu cuek dengan penampilanmu. Nanti aku akan mengajarimu merias seperti saat ini.”Kiara memperhatikan wajahnya yang dirias oleh Tere dari cermin yang dia pegang. Wajah yang putih pucat biasanya hanya dipoles sedikit bedak padat dan pelembab bibir, itu pun kalau Kiara ingat dan tidak malas menggunakannya. Kini wajahnya dipoles tipis, sehingga lebih cerah dan berwarna.Tanpa kedua wanita itu sadari, Andra masuk ke dalam ruangan bersama penghulu dan saksi yang dia siapkan. Pandangannya begitu dalam pada kedua wanita itu, terutama pada istrinya yang terlihat berbinar bahagia. Kalau umumnya, tidak ada wanit
“Ka-kakak bicara apa sih? Aku benar-benar dapat pinjaman dari Tere kok,” ucap Kiara berusaha bersikap seperti biasanya. “Sebenarnya Tere tuh lagi sakit, Kak. Dia minta aku hendle butik selama dia rehat. Sebagai gantinya dia akan gaji aku dua kali lipat, tapi akan dipotong buat bayar utang.”Kiara terpaksa menggunakan penyakit Tere, walaupun tidak menjelaskan penyakit temannya dengan spesifik. Semoga saja kakaknya percaya dengan alasan yang Kiara berikan. Sebisa mungkin dia juga bersikap bisa dengan senyum manisnya.“Kakak tidak perlu khawatikan apa pun. Fokus pada operasi dan pengobatan Kakak biar sel kankernya tidak makin menyebar,” kata Kiara meyakinkan kakaknya.Fira belum bisa percaya begitu saja. Saat melihat senyum adiknya, dia mencoba untuk percaya sembari berucap, “Baiklah, kakak percaya. Kamu harus ingat untuk tidak melakukan hal yang merugikan demi kakak. Lagian kakak sudah pasrah kalau memang sudah waktunya untuk-- .”“Kakak!” sela Kiara dengan cepat seolah tahu lanjutan per
"Kenapa kamu terlihat gugup?" tanya Andra pada perempuan di depannya. Kiara berdehem untuk memenangkan diri. "A-aku tidak gugup. Hanya saja ... aku tidak terbiasa dekat dengan laki-laki seperti ini."Selama ini Kiara hanya fokus pada sekolah dan ingin membahagiakan kakaknya. Tidak ada waktu untuk dekat, bahkan dia tidak pernah memikirkan sama sekali. Walaupun Kiara yang cantik, pintar, dan humble pada siapapun banyak disukai oleh teman laki-lakinya, tetapi Kiara selalu menolak untuk menjalin hubungan agar pikirannya tetap fokus pada tujuan."Oh ya?" seru Andra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Baguslah kalau begitu."Dahu Kiara mengerut. "Apanya yang bagus?"Andra tidak menjawab pertanyaan istri keduanya. Dia membuka laci yang ada di samping ranjang, lalu mengeluarkan sebuah map berwarna hijau yang segera diberikan pada Kiara. "Itu surat perjanjian selama kita menikah!" "Su-surat perjanjian?"Andra mengangguk. "Hm, aku tidak mau memberikan harapan atau janji palsu pada
Kiara tidak segera menyahuti pertanyaan suaminya. Kalau dibilang siap, tentu Kiara tidak siap haris melepaskan mahkota yang selama ini dijaga. Di sisi lain, Kiara ingin melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan demi memenuhi keinginan Tere. "Aku akan tidur di sofa," kata Andra beranjak dari ranjang tanpa melihat pada Kiara. "Tidurlah, aku tidak akan menyentuhmu."Ucapan Andra yang terkesan santai membuat Kiara mengira kalau lelaki itu memang tidak mau menyentuhnya. Andra pasti berat harus tidur bersama wanita yang tidak dicintai. Kalau bukan karena keinginan Tere, pasti Andra tidak akan di kamar ini bersamanya. Kiara tiduran sambil menatap langit-langit kamar. Entah sampai kapan dia dan Andra akan menahan diri untuk tidak saling menyentuh. Padahal, mereka harus segera melakukan hubungan intim agar bisa mewujudkan keinginan Tere untuk agar Andra punya keturunan. "Kamu belum tidur, Kiara?" tanya Andra tanpa melihat pada Kiara yang ada di atas ranjang. Perempuan itu menoleh pada s
Butik sedang ramai karena musim menikah, banyak calon pengantin serta keluarganya yang minta dibuatkan pakaian. Butik milik Tere cukup terkenal di kalangan pengusaha, sehingga yang datang rata-rata dari keluarga berada dan terpandang. Apalagi Andra cukup berpengaruh di dunia bisnis. "Aku tidak ingin model seperti ini! Jelek! Buat model lain!" kata seorang wanita berpakaian modis pada teman Alea yang mengurus desain pakaian wanita tersebut. "Ini sudah desain ketujuh, apa tidak ada sekalipun yang cocok dengan anda, Nyonya?" tanya Alea membantu temannya yang sudah terlihat kesal. Wanita itu memindai tubuh Alea, lalu berkata, "Memang tidak ada yang cocok! Desain-nya jelek semua! Pokoknya aku mau desain yang lain atau aku akan membuat butik ini tidak laku!"Andai saja ada Tere, pasti wanita di depannya saat ini sudah diusir dan dilarang kembali ke butik. Namun, Kiara tidak berani mengambil sikap seperti itu, apalagi kalau sikapnya membuat butik rugi. "Anda bisa kembali lagi besok, saya
Laki-laki yang datang mengajak Kiara makan bukan Andra. Lagipula mana pernah lelaki itu mengajaknya makan berdua saja. Palingan hanya makan berdua dengan Tere, meski kadang mentraktir semua karyawan butik. Tetap saja, Andra mempersiapkan privasi untuknya dan Tere. "Ehem, Kiara. Kamu sedang memikirkan apa?" tanya laki-laki yang duduk di depan Kiara dan bernama Arya. "Tidak memikirkan apa-apa kok, cuma-- .""Takut suamimu marah?" balas Arya terkekeh pelan. "Memangnya dia akan peduli kalai kamu makan denganku atau laki-laki lain?"Kiara menghembuskan napas pelan. Arya memang tahu tentang pernikahannya dengan Andra karena menjadi saksi saat akad. Sebelumnya Kiara juga sudah kenal dengan Arya yang sering ke butik untuk memesan pakaian ataupun ikut dengan Andra. Dan dia pun membenarkan ucapan Arya bahwa Andra tidak mungkin cemburu padanya kalaupun jalan dengan laki-laki lain. Apalagi pernikahannya dengan Andra cuma sebatas perjanjian dan keinginan Tere saja. "Lagian, kenapa kamu mau-mau
"Sudah selesai?" tanya Andra melihat Kiara dan Arya bergantian. Tidak ada raut cemburu atau marah dari lelaki itu, malah terkesan santai dan biasa saja. Kiara merasa bersyukur kalau memang Andra tidak marah, toh dia dan Arya suka makan siang biasa. "Sudah. Maaf ya aku tidak izin membawa Kiara pergi," ucap Arya dengan santai tanpa merasa bersalah sudah membawa istri kedua temannya makan siang bersama. "Jangan diulangi!" balas Andra yang kemudian menatap Kiara. "Ayo kembali ke butik. Ada yang perlu aku bicarakan."Andra berbalik hendak menuju mobilnya, tetapi Arya berkata, "Kamu tidak marah atau akan memarahi Kiara 'kan? Tenang saja kami hanya makan siang biasa, tidak ada yang spesial.""Aku tidak marah," balas Andra yang sudah berbalik menatap sang teman. "Kiara bebas bertemu dengan siapapun. Lagipula dia tau sampai di mana batas pertemanannya." Dia kembali berbalik melanjutkan langkahnya. Kiara sudah menduga kalau Andra akan menjawab seperti itu. Tidak mungkin lelaki itu hany kar
Tidak tahu apa yang sudah Andra bicarakan dengan kakaknya, Kiara mencoba tersenyum dan bersikap biasa dibalik perasaan gusarnya. "Mas Andra sudah lama di sini?" tanya Kiara pada lelaki yang melihat ke arahnya. "Tidak juga," balasnya singkat. "Ada yang perlu aku bahas dengan Fira. Sekarang sudah selesai, aku pergi dulu."Andra keluar begitu saja tanpa menjelaskan urusannya dengan Fira. Lelaki itu memang seperti tidak pernah melihatnya, walau kadang-kadang Andra cukup bicara banyak jika mereka hanya berdua. "Ara," panggil Fira pada adiknya yang terdiam. Kiara tersenyum sambil duduk di kursi samping ranjang. "Bagaimana keadaan Kakak? Maaf ya, semalam aku tidak bisa menemani Kakak di sini.""Tidak apa, Ra. Kakak 'kan sudah bilang kalau kamu tidak harus selalu menemani Kakak di sini," balas Fira sambil memegang tangan sang adik. "Sudah banyak yang kamu korbankan buat Kakak, jadi ada baiknya kamu melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Kakak sudah lebih baik, bahkan sudah bisa dirawat j