Share

Bab 02

“Apa yang kamu bicarakan, Honey!” sentak Andra melepas tangannya dari sang istri. Dia tidak percaya kalau Tere akan melakukan hal itu. Tadi wanita itu hanya ingin ditemani ke restoran favorite mereka, tidak disangka ternyata sang istri merencanakan untuk menjodohkannya dengan Kiara, teman baik istrinya.

Tere menatap sendu sang suami dan dengan lirih dia berkata, “Aku cuma mau kamu punya anak dari darah dagingmu sendiri, Bang. Dan dari sekian wanita, aku percaya pada Kiara yang bisa menggantikan peranku saat sudah tiada di dunia ini.”

“Tere!” seru Kiara dan Andra secara bersamaan.

“Kamu ngomong apa sih, Re?!” lanjurt Kiara yang tidak pernah menduga permintaan teman baiknya. “Tidak ada satu pun wanita yang lebih dari kamu untuk menjadi istri Mas Andra, termasuk aku! Lagian mana mungkin aku menikahi suami temanku sendiri, Re! Sama saja aku mengkhianati kamu dan aku tidak mau seperti itu!”

Meski membutuhkan banyak uang, Kiara tidak akan pernah mau kalau harus menikah dengan suami teman baiknya. Lebih baik dia cari cara lain daripada harus melakukan hal gila yang ditawarkan oleh Tere.

“Ra, kalau kamu nikah sama Bang Andra, kamu bisa membiayai pengobatan Kak Fira. Kamu tidak perlu-- .”

“Tapi tidak begitu caranya, Re! Tidak dengan menikahi suamimu!” lirih Kiara memandang sendu teman baiknya. “Aku rela memberikan apa pun padamu, asal tidak dengan menikahi Mas Andra.”

“Kalau begitu ... anggap saja kamu meminjamkan rahimmu untuk dibuahi oleh suamiku!” ucap Tere belum menyerah dengan keinginannya.

Sebagai seorang istri, Tere terganggu dengan kenyataan tidak bisa memberikan keturunan untuk suaminya. Sudah lama dia menyuruh Andra untuk menikah lagi agar punya keturunan, lelaki itu malah marah sampai tidak pulang ke rumah. Kini Tere punya firasat kalau waktunya tinggal menghitung bulan saja, maka dari itu Tere mencarikan wanita yang tepat untuk menggantikan perannya. Hingga pilihan Tere adalah Kiara yang sangat dia kenali sifat dan sikapnya. Apalagi Kiara memang membutuhkan bantuan. Syukur-syukur nanti Tere masih diberi kesempatan untuk menggendong anak mereka.

Sedangkan Kiara mendesah lelah dengan keras kepala temannya. Bisa dia lihat Andra pun lelah dengan sikap sang istri, padahal Kiara sangat yakin kalau lelaki itu tidak pernah mempermasalahkan soal keturunan. Karena Kiara tahu sendiri, kalau Andra sangat mencintai Tere.

“Kamu gila, Re!” balas Kiara tidak peduli dengan tatapan tajam Andra.

Tere tersenyum paksa. “Aku memang gila, Ra. Gila dengan penyakit yang menggerogoti tubuhku dan gila karena sampai akhir hayat tidak bisa memberikan kebahagiaan untuk suamiku. Ini adalah caraku untuk membahagiakan Bang Andra dan membantumu untuk membiayai pengobatan Kak Fira.”

Tidak ada wanita yang baik-baik saja saat mengetahui dirinya menderita penyakitu parah, sampai tidak bisa punya anak. Dan Kiara tahu itu, tetapi cara yang Tere lakukan menurutnya kurang tepat. Jaman sekarang banyak berbagai pengobatan yang bisa mungkin bisa membantu Tere agar bisa sembuh. Dan Andra pasti akan melakukan apa pun agar wanita itu bisa pulih seperti semula.

“Kata siapa?!” sentak Andra berusaha menahan diri agar tidak lepas kendali untuk marah pada istrinya. “Aku sudah cukup bahagia dengan keadaan kita berdua, Honey. Tidak perlu kamu pikirkan soal anak, apalagi sampai menyuruhku menikah lagi! Kalau kamu mau aku bantu membiayai pengobatan Kakak Kiara, aku bisa melakukannya tanpa harus menikah dengannya!”

“Bang!” Tere belum mau menyerah begitu saja.

Baru ingin menguntarakan kembali pendapatnya, Tere merasa pusing dan badannya terasa lemas hingga tidak sadarkan diri. Beruntung Andra dengan sigap menangkap tubuhnya.

Tanpa banyak kata, Kiara mengikuti langkah Andra yang membopong Tere keluar dari restoran. Sampai di parkiran, Andra meminta Kiara untuk menemani istrinya di kursi belakang mobil, sedangkan dirinya akan menyetir.

Kiara pun memeluk Tere dengan perasaan cemas, sama seperti saat mendapatkan kabar tentang kakaknya. Dan dia tidak mau kalau harus kehilangan teman yang sudah dianggap seperti saudara sendiri.

*****

Tere sudah berada di ruang perawatan. Kiara duduk menunggu bersama Andra yang mondar-mandir di depan ruangan dengan wajah kalut. Melihat jam tangan di pergelangan tanganya, malam semakin larut. Kiara sudah terlalu lama meninggalkan kakaknya keluar, sehingga dia harus kembali menemani sang kakak.

“Mas,” panggil Kiara sambil berdiri menghadap Andra yang menatapnya dingin seperti biasa. “Aku ... izin mau ke ruangan kakakku. Nanti tolong kasih tau kalau Tere sudah sadar.”

“Hm,” sahut Andra singkat.

Kiara tersenyum singkat seraya melangkah pergi dari sana. Namun, baru beberapa langkah, dia berbalik karena panggilan dari Andra.

Lelaki itu mendekat sembari berkata, “Aku tau permintaan Tere adalah hal yang gila, tapi kalau dengan itu dia bisa bertahan lebih lama ... aku harap kamu mau memenuhi keinginannya.”

Tidak ada sahutan dari Kiara yang masih belum bisa menerima permintaan Tere. Dia hanya mengangguk singkat dan kembali melanjutkan langkahnya. Selama menuju ke ruangan sang kakak, Kiara memikirkan perkataan Andra. Tidak pernah dia duga kalau lelaki itu akan menyuruhnya demikian, di sisi lain Kiara tahu kalau Andra melakukannya agar Tere lebih memiliki semangat hidup.

“Kamu baru datang, Ra,” sapa Fira yang tersenyum dengan wajah pucat.

Kiara tersenyum sembari duduk di pinggir ranjang kakaknya. “Iya, Kak. Maaf Ya, Ara kelamaan perginya.”

“Tidak apa-apa, Ra. Kamu ‘kan punya aktivitas lain. Maaf ya, karena kakak kamu jadi jarang keluar kumpul sama teman-temanmu,” ucap Fira merasa bersalah sudah merepotkan sang adik.

“Dih, aku ‘kan tidak punya teman yang bisa diajak ngumpul. Palingan cuma Tere saja,” balas Kiara tidak mau Fira merasa bersalah. “Oh ya, bagaimana keadaan Kakak?”

“Udah lebih baik. Kata dokter ... kakak perlu operasi pengangkatan limpa, tapi biayanya pasti mahal. Kamu sudah banyak berkorban untuk kakak, jadi lebih baik tidak usah--- .”

“Kak!” timpal Kiara dengan cepat. “Kakak ngomong apa sih?! Yang aku lakukan tidak sebanding dengan pengorbanan kakak yang sudah merawat, menjaga, dan membiayai pendidikanku. Sekarang gantian, aku yang harus berjuang untuk Kakak.”

Air mata Kiara mengalir begitu saja mendengar kepasrahan kakaknya. Tidak peduli dengan apa pun yang terjadi nanti, Kiara akan terus berusaha untuk membuat sang kakak terus bertahan di sisinya.

Dengan menghapus air matanya, Kiara kembali berkata, “Kakak tidak perlu khawatir soal biaya. Aku sudah mendapatkan pinjaman kok. Besok atau lusa, Kakak sudah bisa dioperasi.”

“Benarkah? Jangan bilang kalau Tere yang ngasih kamu pinjaman?”

Kiara tidak pernah menyembunyikan apa pun dari kakaknya. Semua pinjaman yang dia lakukan selalu diberitahu pada kakaknya. Hal itu dikarenakan kakaknya selalu menuntut Kiara untuk jujur dan selalu menceritakan apa pun. Namun, kali ini dia tidak bisa jujur kalau sebenarnya belum mendapatkan uang. Ataupun mengatakan kalau Tere mau membantu, tetapi dengan cara yang lain yang pasti ditentang oleh Fira. Lagian, mana ada seorang kakak yang mau adiknya menjadi istri kedua demi uang? Kecuali kakak yang memang gila uang.

“Iya, Tere yang memberikanku pinjaman. Jadi, Kakak tidak perlu khawatir karena ... .” Kiara merasa bersalah harus membohongi Fira. “Tere memberikan pekerjaan sebagai gantinya.”

Lebih tepatnya pekerjaan untuk menggantikan Tere melahirkan anak untuk suaminya. Walaupun Kiara belum setuju dengan permintaan itu, namun sepertinya dia perlu berpikir ulang.

Apalagi saat dokter memanggilnya ke ruangan untuk menyampaikan kondisi Fira yang memburuk. Operasi harus segera dilakukan, sehingga saat keluar dari ruangan itu Kiara bingung harus mencari uang ke mana.

“Kiara,” panggil seseorang yang tak lain adalah Andra.

Sekarang dia berada di taman rumah sakit untuk menenangkan diri.

“Aku mau bicara!” kata Andra to the point.

“Hah? Mau bicara apa--- .”

“Menikahlah denganku! Tolong berikan anak seperti keinginan Tere!” ucap Andra memotong kalimat Kiara seolah tidak banyak waktu untuk mengatakannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status