Jonas sama terkejutnya dengan Ardhan, perkataan Moritz barusan mengisyaratkan jika dirinya siap melakukan kriminal. “Maksud bapak apa, Pak? Apa yang akan Pak Moritz lakukan pada Pak Ardhan?”“Hahaha, tenang saja Jonas. Jangan takut begitu, aku tidak akan melakukan kekerasan padanya,” ucap Moritz. Ardhan tahu siapa temannya itu, ia juga yakin jika Moritz tak akan tega melakukan hal keji padanya. Tetapi melihat dari waut wajahnya ketika berbicara seperti itu, Ardhan yakin ada hal laiin yang akan lelaki itu lakukan.“Aku mundur Pak Moritz, aku tidak mau ikut terlibat masalahmu lagi,” ucap Jonas kemudian pergi meninggalkan Moritz.Lelaki itu tak mencegah kepergian salah satu anak buahnya, ia tetap di sana menunggu Ardhan keluar dari lift. “Tunggulah aku hingga besok pagi,” ejek Ardhan kepada Moritz. Ia lantas pergi keluar dengan santai.Ternyata tak cuma Moritz dan Jonas yang tidak bisa bisa melihat Ardhan, orang-orang yang berada di luar juga tidak menyadari kehadiran lelaki itu. Mereka
“Ada bu, dia di seberang,” jawab Ardhan sembari menunjuk sosok pria tua baik hati itu.“Jangan bicara ngawur kamu, Dhan. Sudah masuk sana, mandi ganti baju,” usir sang Ibu karena takut anaknya membicarakan sosok yang tak terlihat.“Motormu biar ayah yang urus,” imbuh sang Ayah.Karena anaknya tak kunjung masuk ke dalam, ibu Ardhan sampai mendorongnya. “Sebentar Bu, aku mau berterima kasih pada Kakek itu,” ucap Ardhan. Namun tenaga ibunya sangat kuat hingga dirinya masuk ke dalam kamar.Lelaki itu segera membuka jendela kamarnya, ia masih ingin melihat sosok Kakek misterius itu. Sayangnya kakek itu sudah pergi. “Ardhan, cepat mandi dan ganti baju!” ujar ibunya yang sedikit panik.Ardhan menurut, ia menutup jendelanya kemudian meletakkan tas kerjanya. Membuka baju kerjanya, tangannya menyambar handuk lalu berjalan menuju kamar mandi. Kini lelaki itu sudah merasa lebih segar, dirinya duduk di meja makan. Berhadapan dengan kedua orang tuanya.“Siapa yang tega melakukan itu padamu?” tanya
Ardhan menantikan kalimat Pak Bobby selanjutnya, ia menduga jika atasannya tahu tentang kejadian kemarin sore. Ketika pria didepannya itu buka suara, mendadak telepon di ruangannya berdering.Pak Bobby memberikan kode pada anak buahnya itu untuk menunggu karena ia harus menjawab panggilan tersebut. Ardhan menghela napas lega, ia membenarkan posisi duduknya. Ketegangannya sedikit mencair dan atmosfer di ruangan tersebut menjadi hangat.“Begini Dhan, aku mendapatkan telepeon jika kerja sama kita dengan anak perusahaan Pak Prama ditunda hari ini. Jadi kamu baru akan pindah kerja besok.”“Hari ini saya kerja di mana, Pak? Kantor atau proyek?” tanya Ardhan, ia butuh kepastian akan ditempatkan di mana.“Karena kemarin kamu terlibat masalah dengan Moritz dan Jonas. Saya –““Bukan saya yang mencari masalah Pak, mereka yang ingin mencelakai saya,” ujar Ardhan menggebu-gebu, ia tak ingin atasannya menjadi salah paham. “Jonas mencopot busi dan mencoba menggunting kabel rem motor saya. Hari ini s
“Siapa?” tanya Ardhan.Brakkk ... Braakkk ... BraakkkPria yang mengikuti mereka dari belakang itu memukul jendela belakang hingga depan. Tentu saja hal itu membuat keduanya terkejut. “Itu Mas Prama, Mas,” kata Kinanthi dengan suara yang pelan. Perempuan itu terlihat sangat ketakutan.Usai melakukan ha tersebut pengemudi motor itu tancap gas. Ardhan yang mengetahui kalau ternyata itu adalah Prama ikut memacu gas dalam-dalam. Ia tak ingin reka bisnisnya itu salah paham dengannya. Ia bertekad untuk bertemu dengan Prama dan menjelaskan semuanya.Baik Ardhan ataupun pengendara motor itu tak ada yag mau mengendurkan tensi mereka, adegan yang tercipta seperti di film-film action. Saling berkejaran satu sama lain, didalam mobil Kinanthi hanya bisa menangis.“Mas Ardhan kita sudahi saja. Tidak usah dikejar lagi,” larang Kinanthi.“Tetapi kita harus menjelaskan ke Pak Prama. Saya tidak mau terseret dalam kisah cinta kalian, saya hanya sekedar membantu saja,” tolak Ardhan. Ia bersikeras untuk m
Ardhan terkejut mendengar perkataan supir taksi tersebut, ia refleks kembali memandang wajah lelaki tersebut melalui kaca spion depan sembari berpikir siapa orang tersebut.“Wah kayaknya kamu beneran lupa,” ucap pria itu lagi.“Apa kita satu sekolah dulu? SMP ya?”“Bukan, kita pernah bertemu di suatu tempat. Yasudah tak apa kalau kamu lupa,” kata lelaki itu pasrah. Ardhan meminta maaf karena sama sekali tak ingat siapa lawan bicaranya itu. Ia lantas memulai perkenalan seperti orang yang baru kenal.Pria bernama Marco itu lalu menceritakan bagaimana awal mereka bertemu, ingatan Ardhan yang semula hilang tiba-tiba muncul termasuk bagian yang membuat kesal pada pria itu. “Bagaimana bisa aku lupa kejadian hari itu ya,” celetuknya.“Tak apa, namanya juga manusia ada lupanya juga,” balas lelaki berkulit coklat tersebut. Ardhan
“Saya masih merasa tidak enak hati pada anda, Pak,” akunya, raut wajahnya lelaki itu tampak murung. “Semoga Pak Ardhan tidak mengaitkan hal ini dengan kerjasama kita ya.”“Tentu saja saya tidak akan melakukannya Pak Prama, bahkan saya sudah melupakan hal tadi,” timpal Ardhan, ia menanggapi dengan bijak.“Syukurlah kalau begitu. Oh iya ini sudah jam makan siang, bagaimana jika kita makan siang bersama, saya yang traktir, Pak.”Ardhan mengiyakan ajakan makan siang dari rekan bisnisnya itu. Keduanya berangkat menuju restoran rekomendasi Prama menggunakan kendaraan masing-masing. Meskipun mereka berangkat berbarengan namun karena perbedaan yang jauh antara motor Prama dan motor gede milik Prama, lelaki itu sering tertinggal di belakang.Dirinya yang kesal dengan sikap Prama berhenti lebih dahulu. Ardhan kehilangan jejak Prama, sehingga ia meminta bantuan aplikasi petunjuk jalan. Berbekal arah dari aplikasi tersebut, ia meneruskan kembali perjalanannya.Setelah berjibaku selama 45 menit di
“Pak Ardhan ... Pak Ardhan malah minta doa dari orang seperti saya,” katanya sembari tertawa. “Mana mungkin dikabulkan Tuhan.”Ardhan yang semula tersinggung oleh sikap lelaki itu kini menjadi mengerti kenapa pria itu tertawa mendengar ucapannya. “Jangan bilang begitu Pak, kita tidak tahu doa siapa yang dikabulkan. Yasudah kalau begitu saya pergi dulu, sekali lagi terima kasih traktirannya Pak Prama semoga restorannya selalu ramai.”“Hati-hati di jalan Pak Ardhan,” ujar Prama.Ardhan menghidupkan motor tersebut dan bergerak meninggalkan restoran tersebut. Ia tak sempat memikirkan tentang sindiran dari Prama karena dirinya menikmati pemandangan di kanan dan kiri jalan. Banyak tempat yang bisa ia kunjungi bersama kekasihnya nanti.Dan kini lelaki itu sudah sampai di tempat kerjanya lagi. Pak Bobby memberikan dirinya tugas baru, Ardhan tak merasa kesulitan karena dirinya pernah mengerjakan tugas yang sama sebelumnya. Pekerjaannya selesai sebelum jam pulang tiba. Waktu luangnya itu ia gun
“Masih mau cari masalah denganku? Lupa ini masih area kantor.”“Tenang saja Pak, kami hanya ingin bicara saja,” ujar Jonas.“Ikut aku ke luar,” titah Moritz. Ardhan mengikuti langkah musuhnya itu menuju luar bangunan. Mereka pergi ke bagian kantor yang sepi.“Cepat katakan apa yang mau kalian katakan,” desak Ardhan, ia merasa curiga karena kedua orang itu membawanya menuju tempat yang sepi.“Begini Dhan kami berterima kasih karena kamu mengusulkan pada Pak Bobby untuk memberikan kami kesempatan serupa. Itu sungguh menyenangkan hati kami,” ungkap Moritz. Ardhan mengerutkan keningnya, ia sama sekali tak melakukan hal tersebut. Dirinya saja baru tahu diberi tahu atasannya dan melihat surat pernyataan mereka."Harusnya kalian berterima kasih pada Pak Bobby,” sahut Ardhan.“Kami sudah melakuka