Malam-malam ngidam mangga. Semoga yang nunggu update juga lega. Jangan lupa mampir baca ceritaku yang satu lagi ya....
Senyum Ardan dan Novita semakin merekah di depan kamera. Saat ini pasangan suami istri itu sedang berada di TPS. Tepatnya di depan masing-masing kotak suara yang siap menampung kertas pencoblosan. Keduanya diapit oleh putra dan juga putrinya. Di TPS lain, keluarga Latief dan keluarga Haslan sudah lebih dulu menyelesaikan kegiatannya. Mereka turut hadir di TPS tempat keluarga kecil Ardan menyalurkan suara. Setelah menanggapi beberapa pertanyaan wartawan, Ardan memboyong keluarganya ke posko induknya. Di sana keluarga dari istrinya, iparnya beserta tim suksesnya sudah berbondong-bondong datang untuk acara santap siang bersama. Begitu juga dengan keluarga calon pasangannya dalam pilkada kali ini. Akram dan Riswan bercengkrama menanggapi beberapa pria sesama anggota partai yang mengusung pasangan Ardanuansyah dan Syarief. Ardan merasa bangga putra dan keponakannya mampu mengimbangi topik pembicaraan mereka. Bahkan beberapa di antara mereka sepertinya tertarik ketika membicarakan program
Setelah semuanya beranjak untuk beristirahat, lain halnya Akram yang masih termenung menatap layar ponselnya. Tiga kata yang menghiasai wallpaper ponselnya yang selalu mengingatkannya agar tidak goyah dengan keputusannya. Putra sulung Ardanuansyah itu sedang merenungi nasibnya dan nasib adiknya. Notifikasi pesan dari sekretarisnya mengalihkan atensi Akram. Setelah dibalas jika besok dirinya akan mengurus masalah tersebut, Akram kembali membuka percakapan group dengan sahabat-sahabatnya. Tadi dalam perjalanan pulang, Lintang membahas lebih dulu tentang Faiz. Akram tidak menyangka jika gebetan adiknya itu bergerak cepat dan memenuhi tantangan dengan lancar. Boys After Flower Dok_Preman: Assalamualaikum... Ram, beneran Adina pacaran? Atau baru gebetan? Dia datangin aku kemarin. Bi_Antara: Kokbisa? Teruskamudiapaindok? Ranu_Man: Gimana ceritanya? Pacar? Gebetan? Teman aja kalieee Jangan lupa pakai spasi Bi... Susah bacanya! Aku_Ram: Iya, benar gebetannya Adina. Namanya
Langkahnya mulai melambat mendengar suara-suara sumbang yang mulai bersahutan. Sekilas telinga Akram mendengar dan mulai mencerna situasi. Seorang wanita yang tampaknya pemilik kost sedang mencaci maki Danu dan dua orang pemuda yang biaya kostnya menunggak. Akram bisa menilai dari penampilan mereka yang menyandang tas ransel dan drafting tube. "Kalau tidak mampu bayar, tidak usah tinggal di sini lagi! Saya juga butuh uang!" cecar wanita itu berkacak pinggang. Kalimatnya yang sama sudah berulang sejak tadi. Bahkan penghuni kontrakan lama sudah hapal betul kalimat selanjutnya. "Kamu juga jangan sok baik! Kamu di sini itu jadi biang gosip!" ucapnya pada Arum yang mengulurkan tiga lembar uang seratus ribuan pada wanitanya itu sebagai tambahan sewa kamar Danu. "Pak Danu, ini masih kurang tiga ratus! Bapak itu menunggak dua bulan! Selama ini selalu saja nunggak. Kalian mahasiswa tukang tipu! Minggu depan kalian keluar saja dari sini. Saya capek dijanji kiriman dari kampung. Paling kalian p
Tiga buah koper dan dua tas besar diturunkan Akram dan Danu dari bagasi mobil. Arum memandangi rumah minimalis tanpa pagar itu. Ada sebuah sepeda motor dan sepeda yang terparkir di sudut carport dekat tong sampah. Arum dan Wina duduk di teras menunggu Akram membuka pintu rumah. "Silakan masuk!" ucap Akram meletakkan koper dan tas milik Arum di depan kamarnya. Langkahnya lalu bergegas ke kamar tamu dan meminta Wina membaringkan putrinya di tempat tidur. Danu turut menarik kedua koper dan tasnya. Setelah itu Akram ke dapur mengambil beberapa botol air mineral. Air galon dispensernya belum diganti karena seminggu lebih ia membiarkan rumahnya kosong. Untung saja pagi tadi ia sempat bersih-bersih. "Bang, besok saja beres-beresnya. Barang-barang sepupu saya di lemari tidak banyak. Biasanya kamar tamu ini dia yang pakai kalau malas ke apartemennya. Besok akan saya keluarkan. Di dalam kamar ada kamar mandinya. Kalau lapar tengah malam, cari saja makanan di kulkas," canda Akram yang membuat
"Bagaimana? Enak tidak?" tanya Akram pada Nara. Gadis kecil itu mengangguk kemudian kembali menyendok bubur ayam ditambah toping abon telur. Mereka sedang menikmati sarapan pagi di meja makan. Sedangkan Nara sudah duduk anteng makan bubur di depan televisi, menonton film kartun. Akram dan Danu membahas pekerjaan. Akram bertanya pada Arum dan Wina apa yang mereka ingin lakukan hari ini karena dia dan Danu sepertinya akan pulang larut malam. Keduanya bingung karena hari ini adalah hari Minggu. Wina tidak berangkat kerja karena semalam ia sudah meminta cuti sehari pada bosnya. Ia sengaja melakukan hal itu karena mengira dirinya tidak akan sanggup keluar kamar kostnya hari ini. Tapi situasi sudah berbeda dan jujur saja, perasaan ibu satu anak itu sudah mulai tenang. "Di rumah saja, istirahat. Mau keluar malas, macet," jawab Arum dan Wina turut mengangguk. "Adina sama Alyana mau ke sini ketemu kamu. Kalau kamu tidak keberatan, aku bolehkan mereka ke sini," ujar Akram menoleh setelah men
"Ardito!" panggil pengacara paruh baya itu sebelum masuk ke dalam mobilnya. Masih dengan senyum ramahnya, pria itu mengulurkan sebuah bungkusan kecil pada pemuda itu. Mereka bertiga berhenti sejenak. Kemudian pengacara itu mempersilahkan pasangan suami istri itu masuk lebih dulu ke dalam taksi online yang mereka pesan. Mereka paham jika pengacara itu ingin bicara berdua dengan Ardito. "Ini titipan dari klien saya. Dia bilang ini untuk kamu, karena dia ingin kamu bisa leluasa menghubungi kakak kamu kapan saja kamu mau. Di dalamnya juga ada kartu ATM dari rekening khusus pelajar yang sudah saya buka untuk kamu. Mulai sekarang kamu itu tanggung jawab klien saya, bukan lagi tanggung jawab paman dan bibi kamu. Mereka sudah memahami itu setelah bicara dengan klien saya. Secepatnya dia akan jemput kamu untuk ke Makassar, tapi dia minta kamu untuk bersabar," jelasnya sembari mengusap punggung Ardito sebelum pamit kembali ke kantor. Dalam perjalanan pulang, mereka bertiga diam saja. Paman da
Berkonsultasi dengan sahabat Riswan yang memang seorang pengacara handal membuat Akram lega. Setidaknya keputusannya untuk bekerja sama dengan beberapa pihak akan aman disertai legalitas hukum. Akram akui jika omnya, Haslanuddin adalah orang yang tenang dan selalu berpikir jangka panjang. Semua tindakannya dipikirkan dengan matang dan tidak ingin pengacara lain selain sahabat sepupunya ini. "Kita ketemu di kantor Kamis pekan depan. Titip salam untuk Om Has dan Tante Has," ujar pria berkacamata itu tersenyum ramah. Satu hal yang berbeda, sejak dulu semua sahabat setengah lusin Riswan akan memanggil pasangan suami istri itu sebutan om dan tante dengan nama Has yang merupakan awalan nama mereka. Kata mereka, namanya juga pemilik Yayasan HAS. "Iya Bang. Salam buat keluarga Abang juga. Sekali lagi terima kasih sudah meluangkan waktu dihari libur Abang," ujar Akram setelah pria itu menerima pesan dari istrinya jika sudah selesai berbelanja. "Jangan sungkan, Ram. Kamu adiknya Riswan, jadi
Masih dengan langkah mengendap-endap, Akram meletakkan tumpukan map di meja kerjanya. Malam ini ia pulang larut karena besok ia akan rapat dengan petinggi yayasan. Setelah bertemu Faiz dan mengunjungi Riswan di apartemennya, Akram tidak langsung pulang. Ia justru melajukan mobilnya ke kantor. Ada rencana yang ingin dilakukannya untuk Arum sehingga sebisa mungkin pekerjaannya tidak ada yang tertunda. Tadinya ia pikir Arum masih terjaga karena lampu kamar masih menyala. Ternyata wanita itu membaca novel hingga akhirnya ketiduran. Akram gerah karena seharian ini ia ke sana kemari mengurus pekerjaannya. Begitu santai ia meraih handuk dan masuk ke kamar mandi. Belasan menit berlalu, Akram kembali keluar hanya dengan mengenakan handuk. Hal pertama yang dilakukannya adalah meraih ponselnya yang bergetar. Pesan dari Riswan dan berisi pertanyaan tidak penting. Sepupunya itu sedang meledeknya dengan mengingatkan dirinya untuk tidak khilaf. Ingin rasanya ia mengembalikan pesan itu pada sepupuny