<span;>Pagi itu Abian baru saja terjaga dari tidurnya ketika didengarnya suara ponsel yang berdenting pertanda ada sebuah pesan yang masuk. Abian mengambil ponsel itu dengan malas. Siapa yang menghubunginya pagi buta begini? Dengan mata yang masih mengantuk dia pun berusaha memfokuskan pandangannya pada layar hp.
<span;>Emily?! Abian tersentak bagai terkena aliran listrik. Dia pun segera duduk dan membaca pesan itu. 'Mas Abi sayang, nanti malam datang ke sini ya. Ada yang harus kita bicarakan.'<span;>Abian tercekat. Sekali lagi dia membaca pesan itu untuk meyakinkan dirinya kalau isi pesan yang dibacanya memang benar seperti itu. Tapi..., Emily memanggil sayang? Ah, Abian jadi merasa bingung. Bukankah istrinya itu sedang marah padanya? Sedang marah, tapi memanggil sayang?<span;>'Ya, Mily sayang. Saya akan datang nanti malam. Tapi ada apakah?'<span;>'Nggak bisa saya bicarakan di telepon, mas. Pokoknya Ma<span;>Emily mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Rumah ini masih tetap sama seperti ketika dia tinggalkan dulu. Masih tetap bersih dan terasa sejuk. Sungguh nyaman dan mendamaikan. Dengan perasaan haru Emily pun tersenyum. Tanpa dia sadari, telah banyak kenangan terukir di rumah ini. Rumah ini adalah saksi dari perjalanan cintanya bersama Abian. Juga tentang bagaimana dia berubah dari seorang gadis kaya yang manja, menjadi seorang perempuan sederhana yang pandai mengurus rumah. Ah, Emily merindukan rumah ini. Dan sungguh saat ini dia bahagia bisa kembali kemari. <span;>Ketika itu, Abian yang baru kembali dari kamar untuk menidurkan Amanda di ranjangnya pun tersenyum melihat tingkah Emily yang berdiri di tengah ruangan sambil mengedarkan pandangan. <span;>"Selamat datang, ratuku," katanya sambil menatap Emily dengan romantis. Pagi itu memang mereka baru saja sampai. Dan Abian tahu kalau Emily merindukan rumah ini. <span;>
Emily memandang sepasang pengantin yang baru saja selesai mengucapkan janji setia itu dengan perasaan hancur. Sepasang pengantin itu adalah Sandra, kakaknya dan Tomy, laki-laki yang telah beberapa tahun kemarin jadi kekasihnya. Mereka adalah dua orang yang sangat Emily sayangi yang ternyata tega mengkhianatinya.Rasanya terlalu kejam bagi Emily yang harus menerima kenyataan kalau Sandra ternyata hamil karena hubungannya dengan Tomy selama ini di belakangnya. Emily merasa dunianya hancur! Bagaimana mungkin mereka tega menjalin cinta di belakangnya seperti itu? Bahkan hubungan yang mereka lakukan teramat jauh hingga menyebabkan Sandra hamil. Dua bulan sudah usia kandungannya. Dan mau tidak mau Sandra memang harus segera dinikahkan dengan Tomy, laki-laki yang telah menghamilinya.Ketika Sandra dan Tomy mengungkapkan tentang pengkhianatan mereka itu, Emily merasa seperti dihantam gada raksasa hingga dia hancur berkeping-keping. Remuk tak berbentuk seperti gelas kristal yang
Malam kian larut. Emily tak tahu sudah berapa lama dia berjalan. Yang dia tahu kakinya terasa sakit sekarang. Rasanya seperti tak bisa dipakai untuk menopang tubuhnya lagi. Dengan segera Emily mencari tempat untuk duduk. Dia memandang sekeliling dengan perasaan bingung dan takut.Emily melihat kalau dia berada di tempat yang belum pernah dia datangi sebelumnya. Saat ini dia berada di sebuah jalan raya yang tidak terlalu besar. Jalan itu ramai dilalui kendaraan bermotor. Tapi di kanan dan kiri jalanan itu tampak berjejer rumah-rumah dan juga toko-toko. Emily tahu jika dia tidak mungkin terlalu jauh dari rumahnya. Tapi dia tak mengenali tempat ini karena memang rasanya belum pernah dia lewati sebelumnya.Aku masih bisa kembali pulang. Ini pasti belum terlalu jauh dari rumah papa. Tapi..., aduh, kakiku sakit! Dan lagi rasanya aku memang tidak ingin pulang. Aku tidak mau melihat Sandra dan Tomy!Emily pun melihat ada sebuah bangku kayu di depan sebuah toko yan
Emily berjalan tertatih mengikuti langkah kaki laki-laki jangkung bernama Abi itu. Kakinya masih terasa sakit untuk dipakai berjalan. Sedangkan Abi melangkah cepat di depan seakan tak menimbang rasa pada Emily yang berjalan tertatih di belakangnya.Abi yang berjalan di depan tahu jika Emily kesulitan mengikuti langkahnya. Beberapakali dia menoleh ke belakang dan berhenti agar Emily tak terlalu jauh tertinggal. Ketika Emily telah mendekat, Abi pun kembali melanjutkan langkahnya dan membiarkan Emily yang kembali tertinggal di belakang.Emily berusaha untuk tidak tertinggal terlalu jauh. Dia menahan sakit kakinya dan berlari-lari kecil mengikuti langkah Abi. Sebetulnya Emily merasa kesal dengan sikap Abi yang terkesan acuh. Tapi dia tak bisa berteriak marah pada laki-laki itu karena dialah satu-satunya penolong baginya. Jadi Emily hanya diam dan terus berjalan mengikuti.Sekali lagi Abi menoleh. Dia melihat pada Emily yang telah tertinggal cukup jauh. Dengan berusaha
Malam itu Emily tidur bersama Inung di kamar Abian. Sedangkan Abian tidur di kamar sebelah yang biasanya kosong. Laki-laki itu mengalah. Dia memberikan Emily kamar yang lebih nyaman untuk ditempati. Dan lagi tempat tidur yang ada di kamar Abian itu besar. Bisa ditempati berdua dengan Inung. Sedangkan di kamar sebelah yang kosong, tempat tidurnya berukuran kecil. Tak kan mungkin ditempati berdua. Biarlah, tak apa. Toh cuma satu malam saja. Besok pagi Emily sudah akan kembali ke rumahnya.Kembali ke rumah? Benarkah? Rasanya Emily masih berpikir dua kali untuk pulang. Karena malam ini saja dia tak dapat tidur sedikit pun. Rasa sakit hati dan kecewa membuatnya terjaga sepanjang malam. Tiap kali matanya terpejam, bayang-bayang pengkhianatan Sandra dan Tomy pasti akan jelas terlihat. Dan Emily akan kembali merasakan sakit dan perih pada hatinya.Sudah tahu sakit, kenapa terus dibayangkan? Ya, kenapa terus dibayangkan? Mungkin karena Emily tak bisa untuk melupakan. Mungkin ka
Emily bangun saat matahari sudah bersinar hangat. Di luar rumah pun sudah terdengar ramai oleh aktivitas warga dan orang yang berlalu lalang. Terdengar ramai suara anak-anak yang bermain, juga tukang sayur keliling yang terus berseru memanggil ibu-ibu pelanggannya, serta berisik suara motor yang melintas. Sepertinya cuma Emily yang baru saja bangun karena ternyata Inung pun sudah tak ada lagi di sampingnya.Emily mencoba mengingat kiranya jam berapa dia tertidur. Pastinya hampir pagi karena jam tiga dini hari saja dia masih terjaga dan asyik mendengarkan suara detak jarum jam dinding sambil melepas pikirannya mengembara tak tentu arah. Dan rasanya Inung pun baru tidur saat menjelang pagi. Karena setelah mendengarkan cerita Emily semalam, dia pun sibuk menenangkan Emily yang kembali menangis.Dengan mata yang masih mengantuk, Emily beranjak bangun dari tidurnya. Dia melangkah keluar dari kamar dan sedikit bingung mendapati rumah yang sepi.Kemana Abian dan Inung? Se
Sejauh inikah aku berjalan? Emily merasa kalau dia sudah cukup lama duduk di atas motor yang dikendarai Adam dengan kecepatan sedang itu. Bahkan rasanya debu-debu jalanan pun sudah tebal menutup pori-porinya. Pantas saja kakinya sakit serasa otot-ototnya membesar dan hampir meledak semalam.Emily tak bisa menepiskan ingatannya pada apa yang menjadi alasan dia pergi meninggalkan rumahnya kemarin sore. Hatinya pun semakin diselimuti oleh rasa ragu. Emily tahu apa yang akan terjadi dengan hatinya jika dia kembali. Sakit!Remuk dan terkoyak, mana yang lebih baik? Keduanya sama menyakitkan dan sama menyiksa. Satu paduan rasa yang membuat orang ingin bercumbu dengan kematian dan meninggalkan hidup. Dan jika sekarang Emily masih bertahan untuk hidup, itu karena dia takut pada kematian. Bukan karena dia hebat, secepat itu bisa berdamai dengan kenyataan.Emily memejamkan matanya sesaat. Mencoba meresapi rasa perih yang menyakitkan itu. Dan ketika dia membuka mata, dua bu
Selesai melayani seorang pelanggan yang datang berbelanja, Inung duduk dan menyeruput kopi susunya dengan nikmat. Kemudian untuk beberapa saat lamanya dia terdiam, seolah sedang termenung memikirkan sesuatu. Sementara itu Abian sedang sibuk memasukan roti ke dalam panggangan. Laki-laki tampan itu menoleh sekilas pada Inung yang sedang termenung. Tapi kemudian dia kembali asyik melanjutkan pekerjaannya membuat roti dibantu oleh seorang pemuda bernama Dion, yang sudah dua tahun ini bekerja di toko roti miliknya itu.Abian menoleh lagi karena didengarnya Inung menghela napas panjang. Diperhatikannya sepupunya itu yang masih duduk termenung sambil bertumpu tangan di atas meja. Inung seperti orang yang sedang dibebani satu masalah. Sejak pagi tadi dia terlihat asyik melamun dan tak banyak bicara seperti biasanya. Tapi ketika berangkat tadi dia tampak biasa saja, pikir Abian bingung. Lantas kenapa sekarang mendadak jadi melamun terus begini?"Nung," panggil Abian pada Inung.