Acara penutupan acara perkemahan pesisir pantai berakhir tepat pada pukul sebelas malam. Sebenarnya sejak jam sembilan, acaranya sudah resmi selesai. Kamera yang merekam live mereka pun sudah diturunkan. Hanya saja, tiga pasang peserta beserta para staf lain memilih untuk tetap berada di tempat sembari berbincang dengan sisa api kecil yang masih menyala.Amanda menolehkan pandang saat merasakan tubuhnya tertutup oleh sesuatu. Ia menunduk mendapati tangan kekar, lalu menoleh ke belakang, menemukan Senja berdiri di belakang tubuhnya setelah menyampirkan jaket parasut milik pria itu. Amanda mengangkat kedua alis, sementara Senja memilih mendudukan diri kembali.“Angin malam sangat kencang, kau bisa masuk angin.” Senja berkata dengan nada kelewat tenang dengan arah pandang tertuju ke depan. Amanda mendengus, ia tidak berniat bersemu atau mengulum senyumannya sendiri. Tatapan gadis itu malah mendatar, tertuju penuh pada Senja yang tampak tidak mempermasalahkan.Namun siapapun yang melihat
“Tubuhmu terasa tidak enak lagi?” Amanda bertanya saat baru masuk ke dalam tenda. Sebelumnya, ia meminta izin untuk pergi ke tenda milik Marsha dan Michel untuk menanyakan pada siapa kunci villa mereka dipegang. Mulai malam ini mereka kembali tidur berpasangan karena anggota perkemahan sudah ada yang bubar tidak bermalam di sini lagi. Tiga pasangan ini tinggal pindah ke Vila saja, berhubung masih ingin di sini, jadi disediakan tenda untuk istirahat masing-masing.Kunci vila peserta memang dikumpulkan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Selain agar tidak hilang atas kecerobohan peserta sendiri, panitia juga mengantisipasi agar mereka tidak kembali sesuka hati. Karena tiga hari mereka memang didedikasikan untuk berada di alam terbuka, ini termasuk dalam acara yang tidak bisa dirusak begitu saja.Begitu Amanda masuk ke dalam tenda, pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah Senja yang berbaring. Persetan, ia berusaha untuk tidak peduli saat menyadari pria itu tidak memakai p
Amanda terganggu dalam tidurnya. Ia beberapa kali merasakan pergerakan abnormal di samping tubuhnya. Pergerakan itu sedikit membuatnya tidak nyaman. Perlahan, mata hazel itu mengerjap. Mengumpulkan nyawa yang dipaksa agar kedua matanya terbuka sempurna. Setelah satu kali menguap, gadis itu bangkit dari posisi terduduk. Amanda mengusap pelan kedua matanya sendiri untuk meyakinkan apa yang tengah dilihatnya saat ini. Ia juga menyadari jika tangan milik Senja sudah tidak lagi menjadi bantalan tubuhnya.“Senja, apa yang terjadi?” Suara serak khas bangun tidur itu mengudara. Amanda sama sekali tidak tahu jika suara serak itu membangkitkan gairah tersembunyi milik Senja yang meronta keluar dari dalam tubuhnya.Amanda mengeritkan dahi saat mendengar erangan kecil yang Senja udarakan, sepertinya ada yang tidak beres. “Senja?” panggil Amanda begitu membalikkan tubuhnya. Ia mendapati pria itu terpejam dengan posisi terduduk. Walau suasananya tamaram, Amanda bisa melihat keringat yang membanji
Mereka berdua panik karena mendadak ada dua orang yang sedang berkeliling dan mendengar suara aneh yang nyatanya suara desahan Amanda. Senja dan Manda pun saling menutup mulut masing-masing dengan kedua tangan sambil menunggu dua orang itu pergi.Senja melirik Amanda yang ketakutan kalau mereka ketahuan tengah main ena-ena. Pria itu pun mengusap puncak kepala sang gadis.“Setann ….!” teriak orang yang ada di luar.Merasa sudah aman dan dua orang itu telah pergi, Senja melepaskan sesuatu yang mengurung miliknya. Amanda menelan salivanya susah payah saat melihat milik Senja yang begitu besar berurat dan sudah sangat-sangat tegang.Paham dengan perintah Senja. Manda segera merendahkan tubuhnya dan mengecup sekilas ujung milik Senja. Setelah itu barulah Manda memasukkan benda panjang itu ke dalam mulutnya dan menghisap kuat-kuat.Pergerakan Senja semakin tak terkendali karena perlakuan Manda yang sedang memainkan miliknya. Manda bertingkah bahwa apa yang sedang dihisap itu adalah lolipop
“Sekarang badanku ikut pegal-pegal, Senja!” Amanda berseru kesal sembari merenggangkan tubuh bagian atas saat mereka berjalan menuju titik kumpul. Sepertinya akan ada arahan oleh kepala staf sebelum mereka pamit.Senja menoleh, sedikit menampakkan senyuman. “Siapa suruh membantuku? Sekarang kamu menyesal?” tanyanya dengan senyuman yang belum pudar. Ekspresi wajah Senja saat ini terlihat sedang menggoda Amanda. Apalagi, kedua alis pria itu naik turun dengan senyuman lebar yang dipertahankan.Manda tidak langsung menjawab, wanita itu langsung mengerjapkan pandangan sembari memalingkan wajah ke arah lain. Ia butuh kata-kata untuk membela diri!“T-tidak, aku hanya mengeluh dan berharap kamu memberikan sedikit perhatian,” alibinya. Setelah itu, Amanda berdecak, “Kamu pria yang tidak tahu terima kasih, ya?” sambungnya.Nada kesal yang tak bersahabat itu terdengar. Amanda menatap sinis ke arah sang pria dengan kedua tangan bertumpu di depan dada. Pipinya sedikit menggembung dengan bibir yang
"Cepat bangun, jangan bermalas-malasan!" titahnya. Senja berjalan mendekat, mencoba mengamati sang wanita dari jarak dekat. Walau sudah ia beri titah, Amanda sama sekali tidak berniat merubah posisinya. Kedua mata wanita itu juga masih terpejam rapat dengan kipas tangan yang berputar berkecepatan standar."Amanda, bangun. Mandi dulu," titah Senja lagi. Kali ini, suara pria itu jauh lebih lembut dibanding nada bicara sebelumnya. Amanda hampir tersenyum, ia tidak bisa mengendalikan diri saat suara lembut khas pria itu mengudara. Sensasi menggelitik yang menyenangkan itu kembali terasa pada perutnya. Oh ayolah, berapa lama lagi dia harus jatuh ke dalam pesona Senja? Ini tidak adil!"Aku harus menghilangkan keringatnya dulu," balas Amanda singkat. Walau hatinya berbunga-bunga, mulutnya tidak sesuai dengan apa yang tengah ia rasa. Amanda berusaha untuk biasa-biasa saja walau hatinya tak lagi bisa dikondisikan.Embusan napas panjang terdengar, "Jika kamu seperti ini, aku yakin kita akan keh
Mendengar suara Amanda yang terdengar sexy dan menggoda, lebih terdengar seperti sebuah bisikkan, Senja langsung terkekeh. Pria itu kembali menjauhkan tubuh dengan jarak tiga langkah setelah memastikan tali pada celemek yang Amanda kenakan cukup kencang. Lama-lama berdekatan dengan Amanda menyebabkan irama jantungnya menjadi naik berkali-kali lipat.Amanda langsung merasa kehilangan begitu Senja menjauhkan tubuhnya. Tak sadar, ia mengembuskan napas pendek, sedikit merasa tidak rela saat aroma citrus yang menyegarkan itu tak lagi bisa ia hirup dengan jelas. Manda baru sadar jika aroma pria itu sangat menenangkan."Apa yang harus aku bantu?" Amanda bertanya sembari mengangkat kedua alisnya. Wanita itu kembali berdiri menghadap meja, lalu menatap satu persatu bahan dengan binar pada mata yang masih dipertahankan.Senja tersenyum tipis, pria itu berdiri di samping sang wanita. Tatapannya ikut menyapu bahan-bahan yang telah dipersiapkan."Tentu saja sup," balas Senja. Pria itu menyodorkan
"Amanda, kamu tidak berniat mandi?!" Seruan kencang itu menggema. Senja berteriak di ambang pintu kamar, enggan untuk turun barang sebentar untuk menemui Manda yang memilih mendudukan diri di sofa tengah sembari merebahkan diri. Setelah makan siang tiga jam yang lalu, Amanda tidak beranjak dari sana. Terakhir kali Senja melihatnya, wanita itu terlelap dengan posisi kepala berada di bawah sementara kedua kakinya di atas. Jika saja Senja tidak membenarkan posisi tidur wanita itu, mungkin saat bangun nanti Amanda akan merasa pusing dan pegal di satu waktu yang bersamaan."Manda, sudah bangun belum?!" Senja kembali berseru, mengudarakan tanya karena hingga di sepersekian detik dialog sebelumnya, tidak ada balasan yang mengudara., hanya hening yang ia temukan.Namun lagi-lagi, tidak ada sahutan. Senja mengembuskan napas. Dengan handuk kecil yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut yang basah setelah mandi sore. Matanya mengedar begitu sampai di sofa ruang tengah, Senja tidak menemukan sia